02. Tunangan Lisa?

1024 Words
Lily berganti pakaian dengan buru-buru. Dia sedikt takjub dengan selera berpakaian orang yang dipanggil Lisa ini. Semuanya kelihatan modis serta mahal. Bahkan ada beberapa blouse yang masih tercantum label harga. Setelah beberapa menit mempersiapkan diri, dia segera memasukkan ponsel ke dalam tas kecil. Kemudian membuka pintu apartemen. Betapa terkejutnya ia saat melihat Martin ternyata masih berdiri di depan pintu. Ia bertambah ngeri karena lelaki ini hanya diam dan melototinya. Lily mundur spontan, "Kenapa kamu masih di sini? Tadi sudah tidak ada suara.." Tidak ada jawaban dari Martin. Bibir terkatup rapat, mata tampak s***s. Ia sungguh menunjukkan aura penuh kebencian. "Tentu saja aku masih di sini..." ucapnya dingin, "menunggu kamu menjawabku.." Karena merinding, Lily berniat menutup pintunya lagi. Akan tetapi dihalangi oleh gebrakan tangan Martin. "Dengar, Psycho," tukas Lily menahan diri sembari mengamati lantai koridor yang sepi orang, "aku akan berteriak jika kamu masih menghalangiku." "Menghalangi?" ulang Martin sambil mendorong Lily masuk dengan kasar. Kemudian dia menutup pintunya cepat-cepat. "TOLONG!" teriak Lily berusaha merebut kunci pintu itu, tapi tubuhnya terlalu lemah melawan lelaki seperti Martin. Martin membuang kunci itu ke sembarang arah. Dia mengerutkan dahinya seolah heran dengan sikap aneh gadis tunangannya, "Lisa.. kamu lupa? apartemenmu ini kedap suara, hentikan tingkah konyolmu ini.." Lily mendorong tubuh Martin dengan penuh kemarahan, "Kamu yang hentikan! Ada apa denganmu! Siapa juga yang mau punya pasangan orang gila sepertimu!" "Aku calon suamimu," ralat Martin menahan diri agar tidak semakin terbawa emosi, "sekarang jelaskan, apa maksudmu.. punya pacar tadi?" Lily mundur selangkah demi selangkah hingga masuk lagi ke dalam ruang tengah. Dia tidak nyaman dengan keberadaan Martin. "Biarkan aku pergi, oke.." "Kamu selingkuh?" "Aku.. tidak selingkuh." "Katakan siapa dia?" "Aku harus pergi, biarkan aku lewat.." "Pergi? Tidak ada yang boleh pergi sebelum aku tahu maksudmu." Martin melototi Lily. Ia tidak akan mundur sampai dia tahu segalanya. "Nggak ada maksud apapun, biarkan aku pergi!" "Oh, apa aku harus melakukan sesuatu dulu untuk mencari tahu apakah tunanganku berselingkuh?" Ucap Martin mulai melonggarkan dasinya, "di saat aku bekerja pagi, siang, malam untuk kita nanti, berani sekali kamu mengatakan hal seperti tadi.." Karena takut dengan gelagat Martin yang seolah ingin melepaskan pakaiannya, Lily menghela napas sambil meralat, "Tidak ada maksud apapun, oke. Aku salah, aku minta maaf, Martin. Aku.. aku cuma ingin keluar sebentar." Martin masih mendekatinya dengan tatapan tidak percaya. Lily terus mundur sampai menabrak meja ruang tengah. Dia benar-benar tidak nyaman berada satu ruangan dengan lelaki itu. "Kamu aneh, Lisa. Pasti karena seseorang'kan? Kamu minta ijin padaku agar tidak kuganggu kemarin itu.. ngapain kamu? Balas dendam padaku?" tanya Martin tidak mau terima permintaan maaf itu. "Balas dendam apa sih!" "Berani sekali kamu.." "Aku tidak ingin berdebat, tolong." "Kamu selingkuh, Sayang. Berani sekali kamu selingkuh?" "Aku pusing sekarang, bingung.. dan aku tidak ingin membahas masalah selingkuh apalah ini." "Oh begitu..." Lily menghindar dari Martin dengan memutar menuju ruang tamu lagi. Dia bergegas mencari kunci yang dilemparkan ke arah sofa-sofa. Martin semakin kecewa. Dia mengepalkan tangan kanannya dengan penuh amarah. Lalu menggebrak meja sambil membentak, "KATAKAN! SIAPA DIA!" Lily sampai merangkak ke kolong-kolong meja, rak dan meraba bagian bawah sofa demi mencari kuncinya. Dia sama sekali tidak peduli dengan Martin. Martin mendekatinya, "LISSSAA!!!" "Apa sih maumu?" ucap Lily lega karena mendapatkan kuncinya kembali, "aku'kan sudah bilang aku minta maaf, untuk sekarang aku harus pergi." Martin sudah berdiri di samping Lily, "Ketemu pacarmu?" Lily mendadak lemas karena melihat kaki Martin di depannya, "Bu..Bukan.." "Ayo kuantar, biar aku bisa tahu perbuatan kalian di belakangku. Aku penasaran, balas dendam seperti apa yang kamu lakukan.." ucap Martin mencengkram lengan kanan Lily, memaksanya berdiri, lalu memandangi wajahnya langsung. "Aku.. aku.." Lily sungguh bingung harus berkata apa. Dia hanya ingin pergi ke rumah aslinya untuk mencari tahu tentang kejadian ini. Namun lelaki di depannya ini terlalu marah untuk diajak bicara. "Aku sangat ingin tahu siapa orang yang berani mendekati tunanganku," bisik Martin sambil merapikan rambut ombak Lily, "aku akan membuat kalian berdua menyesal." "Martin.. begini.. aku.. tidak mengenalmu, sungguh, biarkan aku mencari tahu ada apa ini sebenarnya dulu.. baru ayo kita bicara.." kata Lily terbata-bata dengan pandangan tak berani terarah pada lawan bicaranya. Martin mencubit dagu Lily dengan ujung kuku jempolnya. Lalu mendongakkannya agar mata mereka saling bertemu. Dia menegaskan, "Aku akan menghukummu, Pengkhianat." "Apaan sih, pengkhianat bagaimana?" heran Lily dengan d**a berdebar-debar keras, "aku.. aku saja tidak mengenalmu.." "Oh begitu. Alasannya begitu?" "Aku bersumpah!" Martin menyentuh sofa di sampingnya, "Ayo cepat mengaku, siapa namanya, antarkan aku kepadanya, atau kamu akan kubuat menyesal di sofa ini.." Lily sangat benci tatapan aneh lelaki ini. Dia berusaha mundur tapi tidak bisa karena tangannya masih dicengkram. "Kita.. kita bisa bicarakan.." "Siapa nama laki-laki itu? Dimana rumahnya?" "Ini bukan.." "SIAPA DIA, LISA!" "Jangan membantakku terus!" "Lihatlah dirimu, seminggu liburan, lalu pulang dan berani padaku? Lisanette yang selalu sopan, lembut dan anggun, mulai berani padaku?" "Aku bahkan tidak ingat pernah liburan!" Martin mulai meraba pinggang Lily, "Oke, lanjutkan alasanmu, akan kuperiksa sendiri apakah tubuhmu pernah disentuh laki-laki lain. Aku bisa tahu.." "Jangan menyentuhku!" bentak Lily menyingkirkan tangan Martin. Martin tetap menyentuhnya, "Aku ini calon suamimu, Lisa." "Aku bukan Lisa!" Martin mempererat genggamannya pada Lily. Lalu berbisik tepat di lubang telinga kiri gadis itu dengan dingin, "Aku akan membuatmu tidak bisa berjalan..." Lily panik karena ketakutannya akan jadi kenyataan. Ia buru-buru mengaku, "Iya, iya, baiklah.. aku mengaku.. begini.. Kamu harus percaya padaku! Aku sudah jujur, Aku bukan Lisa yang kamu kenal, aku bukan tunanganmu. Aku Lily, namaku Lilianne, aku tinggal di kawasan perumahan Edelweiss Regency, kamu bisa cek sendiri.. nama pacarku Tristan... kami tetangga. Aku berani bersumpah ada sesuatu yang aneh disini karena saat bangun tidur, mendadak aku sudah ada di tubuh ini!" "Baiklah.." ucap Martin paham. Dia lantas merebut kunci apartemen di tangan Lily. Dia berjalan menuju pintu keluar sambil menggumam, "Tristan lagi ternyata.. oke, aku akan mencarinya." "Apa! Apa maksudmu!" bentak Lily kaget bukan main, "kamu kenal dia?" "Tentu saja. Si b******k yang berusaha merebutmu dariku," sahut Martin santai sambil membuka pintu. Lily mengejar Martin, "JANGAN MELAKUKAN SESUATU PADANYA!!!" Akan tetapi Martin lebih dulu keluar dari tempat ini. Dia mengunci Lily di dalam dan segera pergi seolah-olah tidak terjadi apapun. Ia berjalan santai sambil mengantongi kunci tersebut. Kemudian merapikan kemeja serta dasinya kembali. Sedangkan sang tunangan, Lily, menggedor pintu seraya berteriak, "MARTIN! BUKA PINTUNYA! JANGAN MENYAKITI TRISTAN! MARTIN! AKU BERSUMPAH, AKU BUKAN LISA!!" Ia mengumpat keras karena tidak ada jawaban. Karena panik, bingung dan cemas, ia hanya bisa mondar-mandir di ruang tamu berharap ada seseorang membuka pintu. Beberapa saat kemudian, ada secarik kertas memasuki celah bagian bawah pintu. Disana tercetak tulisan tangan yang berbunyi: Lily, aku tahu apa yang terjadi padamu, Hubungi 08*** Cepat, Penting! ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD