3. Amarah Amm

1122 Words
Keramaian kota Seoul memperlihatkan kepadatan penduduk di sore hari. Begitu banyak para pejalan kaki, begitu pula kendaraan yang berulang. Langkah kaki Amm terhenti ketika melihat seorang pria tengah duduk emperan toko sambil membaca sebuah koran sambil mengamati beberapa orang yang tengah berulang. Mata Amm terpaku pada pria itu. “Kenapa kita berhenti? Apa kau telah menemukannya?” tanya seorang wanita sambil menyerahkan gelas plastic berisi kafein untuk Amm. Wanita itu kemudian melihat ke arah pandangan Amm tertuju. “Apa dia orang yang kau cari?” tanyanya dijawab anggukan oleh Amm. “Bagaimana jika dia tidak ingin bekerja untukmu?” Amm melirik ke arah wanita yang sejak tadi begitu berisik. “Apa kau tidak bisa diam?” tanya Amm, begitu risih dengan wanita yang ditolongnya seminggu yang lalu, ketika wanita itu hampir saja di perkosa oleh beberapa orang. Gadis itu mengatupkan mulut membuat suara gesekan dari giginya. Amm masih terus mengamati pria yang tengah duduk ditrotoar itu, ketika pria itu beranjak dia pun ikut beranjak pergi dari sana. ke mana langkah kaki pria itu, ia pun ikut serta di sana. Di tengah keramaian suara teriakan orang-orang terdengar, disertai oleh seorang pria yang tengah berlari begitu cepat. Amm mengikutinya dari belakang sedang gadis yang tengah bersamanya pun mengikuti dari belakang dengan napas yang tersengal-sengal. “Bisakah kau berjalan pelan saja? A-aku tidak bisa mengikuti,” seru gadis itu sambil duduk di sebuah bangku sedang wanita yang diajaknya berbicara masih terus berjalan dengan cepat. Pria yang tengah diikutinya, masuk ke dalam sebuah gang, kemudian memeriksa hasil copetan hari ini. Begitu terkejut dirinya, saat tidak menemukan dompet yang dia ambil beberapa waktu yang lalu. “Kau mencari ini?” tanya Amm menyodorkan sebuah dompet berwarna pink pada pria yang tengah bersandar di dinding. Raut wajah begitu ketakutan saat melihat Amm berada di hadapannya. Ia tidak percaya, ada yang bisa mengetahui jika ia mencuri dan entah bagaimana caranya wanita di hadapannya itu pun mengambil dompet darinya. “S-siapa kau? B-bagaimana kau—“ Amm hanya terdiam, ia terus menatap pria di hadapannya itu. “Apa kau Kavin Diaz?” tanya Amm membuat pria itu membulatkan matanya, beberapa detik kemudian ia berusaha kabur tetapi dicegat oleh Amm. “Bukan aku,” elak pria itu membuat Amm menatap dingin. “Kau tim marketing yang hebat di perusahaan Pradipta, tapi Ambar memecatmu karena tidak ingin ikut dalam trik kotornya. Lihat apa yang kau lakukan di sini? Menjadi seorang pencopet dan dikejar oleh orang-orang tadi. Bagaimana jika aku tidak mengambil dompet itu, mungkin kau telah di bawah ke kantor polisi dan dipenjara,” ucap Amm. “S-siapa kau sebenarnya?” tanya pria itu. Ia tidak menyangka ada orang asing mengetahui tentang dirinya. “Bekerjalah denganku. Akan kuberikan kau 3 kali lipat dari gaji saat kau bekerja di Pradipta Group, tempat tinggal, serta biaya rumah sakit adikmu saat ini,” ucap Amm dengan lantang serta tegas, tidak ada sedikitpun keraguan atas apa yang dia katakan. Namun, apa yang dikatakan oleh Amm tidak langsung dipercayai oleh pria itu karena tidak mengenali Amm. Walaupun pria itu bisa melihat keseriusan serta tidak ada ekspresi bercanda, tetap saja ia masih ragu. Amm membuka masker serta tudung yang tengah digunakan membuat pria itu tersentak kaget tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ia sangat mengenal Amm, wanita paling dikagumi di perusahaan Pradipta karena sikap tegas serta cerdas, kini ia berbicara langsung membuatnya merasa beruntung. Dan wanita itu, menawarkan dia pekerjaan. “D-direktur Amm?” Amm tersenyum. “Apa kau mau bekerja denganku?” “Akhirnya aku menemukanmu,” sebuah suara membuat Amm mengalihkan pandangannya. Ia hampir lupa, jika ia membawa seorang gadis berusia 20 tahun dengannya. “Sebaiknya kita minum kopi,” ucap Amm sambil menuju ke salah satu kafe dekat sana. Kavin seakan tidak percaya tengah berhadapan dengan Amm bahkan tawaran yang diberikan Amm diterimanya begitu cepat. Namun, raut wajahnya sedikit kecewa ketika mendengar apa yang dikatakan oleh Amm jika wanita itu ingin mendirikan sebuah perusahaan. Mendirikan sebuah perusahaan tidaklah gampang dan membutuhkan para pemegang saham. Apa itu mungkin? “Apa kau ragu dengan apa yang aku katakan?” tanya Amm dijawab anggukan oleh Kavin. “Tidak perlu ragu, Pradipta Group berkembang sampai saat ini berkat diriku, jadi kenapa kau ragu?” Kavin menganggukkan kepala, ia seharusnya tidak ragu setelah mengetahui segala pencapaian Amm selama ini. “Datanglah ke sini. Ini rumah yang telah kujanjikan padamu. Dan juga biaya rumah sakit serta operasi adikmu telah dibayarkan, kamu tidak perlu khawatir mengenai hal itu,” seru Amm beranjak pergi dari sana. Kavin bergegas ke rumah sakit setelah mendapatkan telepon jika adiknya akan segera dilakukan operasi, perkataan Amm tidak main-main ia bahkan membayarkan biaya operasi yang terbilang cukup mahal harganya. Tidak hanya biaya operasi, tetapi sebuah rumah cukup besar diberikan pada mereka. “Anda tuan Kavin?” seru seorang wanita paruh baya mengejutkannya. “Biar ku tunjukan kamar anda,” ucap wanita itu sambil berjalan diikuti oleh Kavin. Rumah itu begitu luas, mungkin lebih cocok disebut sebuah mansion. Dari arah luar rumah, memperlihatkan beberapa pilar membuatnya megah. Kavin mengedarkan pandangannya, tempat itu masih terlihat tak terurus. “Mohon di maklumi, nona Amm baru membelinya beberapa hari yang lalu, jadi masih terlihat kotor. Tapi, aku telah membersihkan kamar anda jadi bisa segera ditempati,” jelasnya sambil membuka sebuah pintu kamar. “Apa operasinya berjalan lancar?” tanya Amm tiba-tiba membuat mereka semua terkejut. Amm tidak membuat suara, membuat mereka terkejut saat ia tiba-tiba menyapa. “Ya,” jawab Kavin singkat. Hanya ada anggukan kepala, ia menjadi dingin tidak banyak bicara. “Aku ingin memperlihatkan sesuatu padamu,” ucap Anna kemudian melangkah masuk ke sebuah ruangan. Amm memperlihat sesuatu pada Kavin membuat pria itu mengerutkan keningnya. Ia tidak mengerti dengan apa yang tengah terlihat di layar komputer saat ini. “Ah, aku minta maaf. Kau tidak paham dengan ini. Ini adalah program yang akan kita jual di perusahaan-perusahaan,” “Program?” tanya Kavin menelan salivanya, ia tidak percaya jika yang harus dipasarkan olehnya adalah sebuah program, bukan sebuah produk seperti yang ia lakukan saat di Indonesia. Apakah ia bisa melakukannya, sesuatu yang sama sekali tidak biasa ia lakukan sebelumnya? “EoTech. Program anti virus, tetapi tugas sebenarnya program ini lebih dari itu. Program ini adalah program pelindung data, tidak ada yang bisa membobolnya kecuali diriku,” jelas Amm sangat singkat sambil memberikan sebuah proposal pada Kavin. “Kau bisa membacanya lebih dulu,” lanjut Amm. “Aku boleh bertanya sesuatu?” tanya Kavin. “Ya,” “Mengapa kau ingin mendirikan perusahaan sedang kau—“ “Direktur Perusahaan?” Amm terkekeh sejenak membuat Kavin bingung. “Tidak lagi, setelah apa yang mereka lakukan padaku. Saat ini mereka adalah musuhku,” ucap Amm dingin membuat seisi ruangan itu berubah mencengkam dengan perubahan raut wajah Amm saat itu. . Bersambung …
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD