“M-mas Rendra?” Jantungku kini seperti mau lepas. Tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba Mas Rendra menyusul. Harusnya ini kebetulan karena sudah cukup lama kami tidak chat-an sama sekali. Terakhir chat-an pun hanya membahas sesuatu yang tak terlalu penting. Lagi pula, dia tahu dari mana aku di sini? Kenapa momennya bisa setepat ini? Tidak mungkin dia membuntutiku, kan? “Aku chat kamu sejak tadi, Ma. Tapi enggak dibalas.” “Masa? Emang iya?” “Iya. Buka aja.” “A-aku enggak buka hape—” “Ternyata, kamu malah lagi sama cowok lain.” “Kenapa, emangnya? Dia asisten dokter pembimbingku saat koas di Jakarta.” Aku menatap Mas Gala, dia menaikkan sebelah alisnya. Seolah-olah, dia bertanya … ‘ini siapa, Ma?’ “Oh, asisten dokbing.” Tiba-tiba saja, Mas Rendra mengulurkan tangannya pada Mas

