Part. 3 Menginginkan Keturunan

1119 Words
Melati dan Bian pergi kerumah orang tua Bian, didalam mobil mereka berdua hanya terdiam tidak ada kata yang keluar dari mulut masing-masing, hanya ada suara musik yang bersenandung melati hanya fokus melihat jalanan ia tidak menoleh sedikitpun ke arah Bian, demikian Bian ia hanya fokus mengendarai mobilnya, ponsel melati berdering "Assalamualaikum." Saskia menghubungi Melati "Walaikum salam, Saskia gimana kabar kamu?" Tanya Melati. "Kamu benar mau pulang kampung ya?" Kini giliran Sazkia menanyakan pada Melati. "Iya ini lagi di jalan mungkin sekitar dua jam lagi sampai." "Aku enggak sabar Mel pengen ketemu kamu, enggak sabar mendengar cerita dari kamu kapan Axel punya adik dari tante melati." Melati menelan salivanya. "Aku juga ga sabar ingin ketemu kamu dan menggendong Axel." Melati berusaha menghilangkan kesedihannya. "Kalau sudah sampai jangan lupa kabari aku ya!" "Iya Sas, salam buat Aa Raffi ya," ucap Melati "Nanti aku sampaikan salam mu." "Assalamualaikum Mel." Saskia menutup pembicaraannya "Walaikum salam." Jawab Melati dan menutup ponselnya, masih tidak bersuara, “Saskia, andai kamu memilih aku menjadi suamimu mungkin aku tidak akan menderita seperti sekarang,” batin Bian. Ia masih belum terima kenapa saskia tidak memilihnya, padahal ia berharap dirinyalah pendamping Saskia, Bian terlihat egois ia hanya mementingkan dirinya sendiri tanpa memikirkan perasaan orang lain. Sesampainya dirumah keluarga Bian, mereka disambut oleh keluarga Zulhadi, Bu Fitri sangat senang menunggu kedatangan putra dan menantunya. "Assalamualaikum, Mah, Pah." Melati mencium tangan mertuanya "Walaikumsalam Mel, pasti kamu lelah, ayo masuk." Bian mencium kening Bu Fitri, "Gimana kabar Papah dan Mamah?" Tanya Bian. "Alhamdulillah baik sayang." Jawab Mamahnya. Melati diarahkan ke kamar Bian, dan Melati meletakan tas nya di kamar. Melati tahu diri ia dan suaminya tidak mungkin bersama dalam satu kamar ia juga tidak ingin suaminya jijik melihat dirinya. Melati membantu mertuanya di dapur untuk menyiapkan makan malam mertuanya tahu melati pintar memasak semua hidangan malam ini melati yang memasak. Masakan sudah siap di meja makan mereka berkumpul ada ayahnya, ada Danu, ada mamahnya dan yang terakhir ada suaminya Bian. "Hmm, masakan kamu enak Mel, sedap," ucap Mamanya Bian mereka pun mengatakan hal yang sama kecuali Bian. Ia hanya menikmati makan malamnya tanpa berkata apapun. "Bian, mamah ingin kamu dan melati memeriksakan kondisi kesuburan kalian berdua besok!" Bian terkejut mendengar itu "Tidak usah lah mah, kami sehat lagian kami mau merasakan berdua layaknya anak muda yang masih pacaran.” Alibi Bian. “Pintar sekali kamu mas, mengatakan kita seperti masih pacaran, kamu menyentuh aku saja tidak, bagaimana mungkin kita baik-baik saja” batin Melati “Mamah ingin sekali menggendong Cucu dari kalian, jadi mamah minta sama kamu terus berusaha ya, mamah sekarang ini kondisinya seperti tidak baik-baik saja, jadi mamah ingin segera menggendong cucuc.” Ucap Bu Fitri. "Sabarlah Mah nanti juga pasti akan ada waktunya, beri aku waktu selama 7 bulan mah jika memang selama 7 bulan ini tidak hamil aku bersedia memeriksa kesehatanku, namun apabila dari kami ada yang mandul bagaimana mah?" "Kami akan mengambil tindakan untuk kamu dan melati untuk mengadopsi bayi." Ucap mamahnya "Jika itu datang dari aku mah apakah tidak adil bagi melati, ia juga ingin merasakan memiliki anak kandung.” Lagi-lagi Bian beralasan. "Pintar sekali kamu mas, apa kamu sebut ini adil kamu menyetuh aku saja tidak itu yang kamu bilang adil' "Baiklah mamah akan memberikan kalian waktu." Bian menganggukan kepalanya, Melati memilih tidur dibawah dengan beralaskan matras dan selimut baginya ia sudah terbiasa tidur tanpa alas yang empuk, meski beralaskan matras melati tetap tidur nyenyak ia tidak perduli dengan suaminya. Bian masuk ke kamarnya dengan ragu Bian kira melati akan tidur di tempat tidurnya berdua nyatanya dia tidur berpisah. 'Hmm baguslah dia tau diri.' Batin Bian, justru yang tidak dapat tidur adalah Bian, ia terus saja memikirkan perkataan mamahnya, jam 2 baru Bian sudah bisa tidur Melati justru bangun untuk menunaikan sholat tahajud. Sudah subuh Melati awalnya hendak membangunkan suaminya namun ia mengurungkannya ia takut suaminya marah. Ia kedapur untuk menemui ibu mertuanya membantu menyiapkan sarapan. "Bian mana sudah bangun?," tanya ibunya. "Ehmm, oh belum masih tidur mah.” Jawab Melati. "Oh, mungkin cape lelah sudah mau repot bikinkan cucu buat kita." Makjlebb “Boro-boro mau buat cucu disentuh aja enggak.” "Hah enggak mah." Mertuanya berusaha menggoda. "Sudah bangunkan suamimu sarapan sudah siap. Melati mengangguk ia ragu perlahan ia buka pintu kamar suaminya, beruntung Bian sudah bangun melati tidak perlu repot membangunkan awalnya melati hendak keluar lagi namun Bian bertanya sehingga melati terhenti, "Apa?" Tanya Bian ketus. "Oh enggak, mamah nyuruh sarapan di bawah." Bian mengangguk melati kembali ke tempat mertuanya. Setelah berkumpul baru mereka sarapan bersama. Sungguh bahagia melihat keluarga ini. "Mel nanti kamu diantar pa darma ya untuk kerumah nenek kamu, kami akan mengontrol lokasi untuk membuka cabang restoran dan hotel." "Iya mah enggak apa." Setelah selesai makan melati pergi ke rumah neneknya ia sangat rindu dengan neneknya. Diusia yang sudah tidak muda lagi nenek masih saja sehat dan tidak pernah mengeluh dengan segala kekurangan dalam hidupnya. Sesampainya dirumah neneknya melati langsung membuka pintu rumah neneknya bertapa terkejutnya ia, neneknya meski sedang terlihat tidak sehat ia masih saja berjualan meski sekarang sudah tidak lagi keliling ia berjualan kue lapis yang nanti akan dibawanya ke warung-warung, yang berjualan kue basah. "Assalamualaikum nek,” "Walaikum salam masyallah cucu nenek," mereka saling berpelukan merasakan rindu yang luar biasa andai saja melati boleh memilih ia lebih memilih hidup dengan neneknya dari pada tinggal dengan suaminya. Air mata Melati tak terasa jatuh ke pipinya, namun ia buru-buru untuk menghapusnya ia tidak ingin neneknya mengetahui bahwa dirinya menderita, "Cucu nenek tambah ayu, nenek kangen,” Mereka berbincang sambil membuat kue lapis ketan tidak terasa waktu sudah sore keluarga Bian menjemput Melati. Masih ada rindu diantara mereka namun Melati tidak dapat menolak, ia juga di Cilegon hanya dua hari besok ia sudah harus kembali. Melati pamit pada neneknya. "Nek Mel pulang dulu ya jaga kesehatan nenek." Melati menyelipkan uang 5 lembar berwarna merah, Melati sengaja menyisihkan sisa gajiannya untuk keperluan neneknya meski Mel menitipkan pada Saskia tiap bulan,walaupun tidak tentu berapa besarnya yang dia berikan, bulan ini beruntung Melati bisa mengirit ia bisa menyisihkan gajihnya lebih dari biasanya. Melati masuk ke dalam mobil menunggu mertuanya sedang berbincang dengan neneknya. ingin ia mengatakan pada mertuanya. "Biarkan saya, menemani nenek lebih lama." Namun ia tidak berani mengatakannya, hanya ada air mata yang hendak mengalir di pipinya, ia masih selalu membayangkan dirinya dan Bian tidak ada kecocokan bahkan dirinya bagaikan orang asing. "Kenapa ya Allah, apa kesalahanku, dan apa aku harus menyerah dengan semua yang telah aku lakukan selama ini, bagaimana dengan orangtua Bian jika mengetahui kenyataan anaknya tidak memperlakukan dengan baik.” Air mata Melati terus mengalir, tanpa Melati sadari Bian memperhatikannya dari kaca dalam Mobilnya. Bian terus menyalahkan Melati. “Salah kamu sendiri kenapa kamu menerima perjodohan ini.” Batin Bian.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD