Bab 13 - Kekecewaan Jovanka

1231 Words
Keesokan harinya. Jovanka mendapat tugas baru dari Paul untuk bertemu dengan seorang pengusaha sparepart mobil dan menjabat sebagai manager di sebuah perusahaan perhiasan yang ingin mencari rumah dengan karakteristik sederhana. Jovanka siap menjalani pekerjaan hari ini. Paul memberinya uang transportasi dan semangat membara agar dirinya berhasil lagi seperti kemarin. Keuntungan Jovanka akan menjadi keuntungan tim, termasuk bosnya itu. Jovanka membawa berkas dan membacanya sementara waktu. “Nuke Bill?” setelah membaca nama profile si pembeli, wanita itu tersenyum lebar. Itu adalah nama mantan kekasihnya yang ia temui tadi malam. “Oke, tampaknya Tuhan memang menginginkan kita bersama lagi, Nuke! Aku akan mendapatkanmu,” bisiknya sendiri penuh dengan rasa yakin. Jovanka segera meluncur ke arah rumah pertama yang menjadi referensi perusahaan. Paul memberikan ponsel kantor padanya sebelum pergi tadi, berguna untuk menghubungi klien tanpa harus mengganggu privasi dirinya. Sesampainya Jovanka di rumah yang ada di Montmartre. Sangat sulit mencapai tempat ini karena dirinya tidak punya kendaraan. “Oh, Ayana! Kau harusnya beli sebuah mobil atau motor untuk menunjang karirmu. Pantas saja kau masih berada di posisi ini selama 1 tahun.” Nafasnya tersengal-sengal karena kelelahan. Jovanka menunggu sejenak sampai tubuhnya sedikit tenang. Duduk di kursi taman depan rumah yang akan direkomendasikannya pada Nuke. “Pria itu mau beli rumah? untuk siapa?” tanyanya sendiri. Tidak berapa lama kemudian sebuah mobil masuk ke pelataran parkirnya dan Jovanka bisa melihat si pengendara memang pria yang ditemuinya tadi malam. Hanya saja tatapan itu lebih fokus pada wanita yang duduk di sisi sampingnya. Jovanka berdiri, menyambut mereka yang baru saja turun dari mobil. Nuke terkejut melihat ada wanita yang berhasil diciumnya tadi malam. Nuke menatap ke arah wanita di sampingnya sebelum turun. “Wah, rumahnya bagus!” kata wanita itu kemudian mengajak Nuke turun. “Selamat pagi,” ucap Jovanka dengan ramah. “Selamat pagi kembali!” sahut wanita muda yang energik itu. Nuke melangkah sedikit lebih lambat, pikirannya bercabang. Takut kalau Jovanka membeberkan pertemuan mereka di depan tunangannya. Jovanka menyapa Nuke dengan formal. Pria itu menyambutnya juga dengan biasa. “Saya Ayana Parker, pekerja yang akan mengarahkan dan memberikan pendapat mengenai rumah yang mungkin bapak dan ibu cari,” ujarnya membuka pembicaraan. “Ah, gitu. Salam kenal kembali, namaku Rossie. Rumah yang akan kami cari untuk kami berdua. Dia adalah Nuke Bill, tunanganku,” jelasnya. Jovanka merasa terkejut. Jantungnya berdegup kencang karena mengetahui bahwa Nuke ternyata telah bertunangan. “Mmh, begitu rupanya. Kalian sangat cocok!” sahutnya tersenyum palsu pada Rossie dan menatap berat ke arah Nuke. “Boleh kita langsung masuk dan melihat dalamnya?” tanya Rossie. “Boleh, saya akan membukakan pintu rumah ini.” Jovanka segera memasukkan anak kunci, karena perasaannya terganggu, Jovanka sedikit kesulitan membuka pintu tersebut. “Rusak?” tanya Rossie. Jovanka berhenti dari gerakannya dan menggeleng, menarik nafas panjang dan memutar kunci tersebut dengan mudah. “Tidak, kuncinya bagus.” “Oh, oke!” Rossie memegang tangan Nuke dan menariknya untuk melangkah ke dalam. Pria itu melirik ke arah Jovanka yang tersenyum tipis padanya. Rossie bersemangat sekali, melepas pegangan tangannya dan melihat seluruh tempat meski Jovanka tidak mengikutinya. Nuke dan Jovanka ditinggal di lantai satu sementara Rossie naik ke lantai dua. “Kau tidak ikut, Sayang?” tanya Rossie. “Mmh, aku ingin melihat bagian ini. Naiklah! Nanti aku menyusulmu,” jawab Nuke. “Oke!” sahut Rossie dengan riang, tidak menaruh curiga pada tunangannya. Jovanka ingin menjalani pekerjaannya dan berniat meninggalkan Nuke di sana, tapi pria itu menariknya masuk ke kamar dan menutup pintunya. “Kau kerja di Salsavador?” “Ya,” jawabnya pelan agar tidak ketahuan oleh Rossie. “Kau pasti sudah tahu nama klien hari ini sebelum ke mari, kan?” “Ya, Nuke!” Pria itu mendekatinya dan membuat Jovanka mundur sampai menabrak dinding dengan hati-hati. Dirinya terjebak dan Nuke mengurungnya dengan tangan. “Kenapa kau tidak menghubungi aku dulu?” “Maaf, aku kira bisa membuat kejutan. Tapi, ternyata aku yang terkejut,” jawabnya menyadari bahwa pesan singkat yang terkirim pada Nuke berasal dari nomor kantor bukan nomor pribadinya. Nuke tersenyum tipis. “Kau sudah punya tunangan. Aku tidak tahu,” ujarnya. “Sshh, aku ingin melepasnya demimu.” “Kau tidak bisa melakukan itu, Rossie akan sakit hati.” Nuke tertawa dengan desahaan ringan. “Aku tidak mencintainya.” “Tapi, kalian sudah mulai mencari rumah, itu tandanya kalian akan menikah,” kata Jovanka. Nuke memegang pipi kanannya, jemari itu menyebar ke segala arah, jempolnya mengelus lembut bibir yang telah merenggut pikirannya akan sebuah kesetiaan. Kehadiran Jovanka merubah hatinya dalam sekejap. Nuke mendekatkan wajahnya dan melumat bibir Jovanka. Wanita itu tidak menolaknya karena Jovanka memang sangat mencintainya. Masih sama seperti pertama kali Nuke merasakan ciuman hangat itu mendarat dengan lembut. Jovanka membalasnya dengan baik sampai membuat Nuke terpancing melingkarkan tangannya di pinggang wanita itu dan satu tangannya membuka kancing kemeja putihnya. Jovanka melepas lumatan itu. “Nuke, aku tidak berani melakukannya di sini,” ujarnya. Nuke mengangguk paham, ada Rossie yang bisa saja memergoki mereka. “Oke!” Jovanka mengancing kembali kemejanya dan merapikan rambutnya. Nuke menyeka sudut bibirnya. Perona bibirnya sedikit berantakan. Dia lebih menggairaahkan dari Rossie. Bagaimana ini? aku sudah jatuh hati padanya, gumam Nuke dalam hati. Jovanka tidak keberatan bila Nuke memilih dia ketimbang tunangannya. Bahkan memang wanita itu berniat merebut Nuke dari Rossie setelah tahu mereka telah bertunangan, agar tidak ada kata terpisah lagi seperti saat dia terpaksa bersama Calvin. Mereka keluar dari kamar dan melanjutkan inspeksi ke semua sudut rumah. Naik ke lantai atas, Nuke merangkul pinggangnya dan segera melepasnya saat sudah tiba di anak tangga terakhir. Rossie tidak terlihat di sekitar sana. Jovanka mencoba mencarinya ke kamar yang terbuka di ujung. Ternyata benar seperti dugaan Jovanka bahwa; wanita itu sedang memeriksa kamar utama yang ukurannya besar. “Nuke! Aku suka rumah ini.” Pria itu melihat ke arah Jovanka. “Menurut anda, apa rumah ini bagus?” tanyanya balik pada wanita itu. “Ya, bagus. Itu sebabnya aku merekomendasikan tempat ini lebih dulu.” Rossie menghampirinya dan memeluknya. Senyumnya merekah lebar. “Kita nego harga yang ini ya?” ujarnya. “Oke.” Nuke tidak banyak bicara sebab pikirannya malah ingin tinggal di sini bersama Jovanka yang baru saja ditemuinya kurang dari 24 jam. “Kalian bisa diskusikan dulu, saya tidak terlalu memaksa.” “Haha, tenanglah! Tunanganku akan mengikuti kata-kataku karena dia sangat mencintaiku,” sahut Rossie. Jovanka berdeham spontan dan tersenyum lebar, palsu. Benar-benar palsu. Jovanka melihat ke arah pria tersebut dan memberikan mereka waktu untuk bicara, sedikit menepi, meninggalkan mereka dalam ruangan. Akhirnya Rossie tetap mau rumah ini dan Nuke akan mengurus surat-suratnya besok ke kantor. Jovanka setuju dan tidak terlalu mempermasalahkannya. Jadi atau tidak rumah ini, dia lebih menginginkan Nuke jadian dengannya. Jovanka mengantar mereka ke luar, berpamitan pada mereka yang akan berjalan ke arah mobil. Tiba-tiba saja Nuke berbalik arah karena tidak melihat ada mobil lain atau motor di sekitarnya. “Anda pulang naik apa?” tanya Nuke. Melihat tunangannya bertanya, Rossie pun menoleh pada Jovanka lagi. “Saya naik kendaraan umum saja.” “Saya bisa antar kalau anda mau,” tawar Nuke. Jovanka senang mendengarnya. “Apa tidak merepotkan anda, Pak?” tanyanya. “Tentu tidak! Saya juga akan pergi ke arah Salsavador,” jawab Nuke. Rossie tidak keberatan dan Jovanka segera masuk ke mobil Nuke. Meski duduk di belakang, tapi wanita itu memilih tempat yang pas saat pria itu menatap ke spion belakang. Mereka bisa saling menatap sembunyi-sembunyi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD