Bab 7 - Ayana Mengamati Sifat Mereka

1218 Words
Calvin akan bekerja secara normal mulai hari ini. Setelah memastikan bahwa semuanya berjalan baik pasca pulihnya keadaan sang istri, dia harus mengurus bisnisnya yang sudah ditunda selama beberapa hari. Rosita diminta untuk melindungi Ayana selama dia bekerja. Calvin tidak mau istrinya disentuh oleh mama atau pun neneknya yang mungkin saja datang sewaktu-waktu. Rosita mengerti dan akan melaksanakan perintah darinya. Calvin menghampiri Ayana yang sedang berada di halaman. Wanita itu senyum sendiri menatap ke arah bunga-bunga indah yang ada di pekarangan depan rumah. “Kalau kamu suka dengan salah satunya, petik lah!” suruh Calvin tiba-tiba dari belakang. Ayana langsung menoleh dan tersenyum. “Jangan, aku bisa merusak mereka dan menyakitinya.” “Haha, kamu peduli sekali.” “Kalau bukan kita yang memperhatikannya, siapa lagi?” Calvin tersungging gembira mendengarnya. “Aku akan pulang cepat hari ini. Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat.” “Eh, ke mana?” “Rahasia.” “Pakai pakaian yang simpel, jangan terlalu ribet.” “Iya, Mas.” “Aku pergi dulu, hati-hati di rumah. Jangan melakukan hal aneh,” ujarnya sambil menitip pesan pada Ayana. “Iya, Mas.” Ayana tak berani bicara terlalu banyak padanya, bahkan tatapannya pun dialihkan agar tidak melihat Calvin yang sangat tampan pagi ini. Calvin menyadari kalau istrinya tidak melihat ke arahnya, sungguh membuatnya kesal. Pria itu melangkah ke arah Ayana, membelokkan kakinya ke kiri hingga berada di hadapannya. Ayana langsung mendongak pada pria yang sedang mencengkram rahangnya dan memaksanya untuk bertatapan. Dengan cepat Calvin mendekatkan wajahnya, hingga membuat mata Ayana membulat sempurna. Perlahan bintik hitamnya menurun seiring gerakan wajah pria itu yang miring ke kanan. Ayana bisa merasakan sebuah sentuhan tepat di pipinya sekitar 10 detik, hembusan nafas Calvin bisa dirasakannya dengan jelas termasuk aroma tubuhnya yang membuat wanita itu menelan ludah. “Aku mencintaimu, Jovanka!” bisiknya sebelum menarik diri. Seketika denyut jantung yang berdegup kencang sejak tadi pun mereda saat dia mendengar nama istrinya. “Aku Ayana, cintamu bukan untukku, Mas,” sahutnya, kemudian menjauhi Calvin. Pria itu kembali menelan pahitnya ucapan wanita yang dicintainya. Tak pernah sekali pun Jovanka membalas ucapan cintanya, bahkan sampai hari ini. Calvin pergi dengan perasaan tidak nyaman. Tekadnya membuat sang istri mencintainya dalam waktu dekat harus terlaksana demi keutuhan rumah tangga mereka yang perlahan dirasa sulit untuk terjaga keutuhannya. * Rosita menemani Ayana menghabiskan waktu selama Calvin pergi bekerja. Mereka berjalan ke arah taman, menyusuri berbagai pepohonan buah apel yang sedang berbuah, tapi belum ranum. Tiba-tiba saja Ayana terbatuk. Rosita memintanya tunggu. Dia akan mengambilkan wanita itu minum. “Ros-“ sahutannya terhenti karena pelayan tersebut keburu berlarian ke arah rumah untuk mengambilkan minum. Ayana hanya tersedak sesuatu dan sudah lebih mendingan sekarang. Sebuah tangan mendarat di bahu kanannya tanpa aba-aba, membuat Ayana terkejut dan berbalik arah. Ternyata mamanya Calvin ada di sana. “Setelah kau lupa ingatan, barulah kau menunjukkan isi hatimu pada anakku. Sejujurnya kau tidak pernah mencintai Calvin, tapi kenapa kau terus berada di rumah ini dan mempertahankan rumah tangga kalian? Kenapa?!” erangnya sambil membentak. Ayana benar-benar tidak paham dengan skandal yang terjadi antara Jovanka dan Calvin serta keluarganya. “Kenapa mama begitu membenci Jovanka?” “Mama benci kau karena anakku jatuh cinta pada rakyat jelata yang miskin sepertimu. Aku tahu kalau putraku memberikan uang bulanan yang sangat besar pada mamamu, sehingga kau mempertahankan dirimu di sini demi kehidupannya,” jawab Thalia. Ayana mengerutkan alis. Apa benar Jovanka melakukan itu? Aku harus mencari tahu kebenarannya. “Satu hal yang aku syukuri ketika kau hilang ingatan seperti sekarang ini yaitu, menolak secara terang-terangan pada putraku saat dia ingin menciummu,” sambungnya lagi. Ayana terkejut, Berarti dia mengikuti setiap gerakanku di rumah ini. Dia benar-benar berbahaya. Jovanka bisa bertahan selama 4 tahun dengan Calvin, tak mungkin hanya karena masalah uang. Pasti Jovanka mencintai Calvin, hanya saja mamanya ini tidak tahu, duganya dalam hati sebelum mencari kebenaran tentang ucapannya. “Kenapa kau diam?” tanya Thalia. “Aku hanya membiarkan mama berbicara terlebih dahulu, tidak baik memotong ucapan orang tua,” sahutnya tersenyum. “Halah, sok baik!” “Ma, kenapa tidak mencoba dekat pada Jovanka?” tanya Ayana. “Hahaha, untuk apa aku dekat dengannya? Tidak ada untungnya!” jawab Thalia dengan nada tinggi. “Aku tidak mengerti dengan yang terjadi, sesungguhnya aku juga ingin segera kembali ke masa di mana aku hidup secara nyata,” ujar Ayana. Thalia terbahak-bahak, menganggap ucapannya adalah lelucon. “Kau sangat lucu! Hidup di jaman yang nyata kau bilang tidak nyata, terus suamimu juga tidak nyata, apa aku juga seperti itu?” tanyanya. Percuma Ayana menjelaskannya, mereka tidak akan mengerti. Akhirnya Ayana harus mengikuti jalan kisah hidup Jovanka, tetapi dengan versi Ayana. “Jika mama senang dengan leluconku, kuharap setidaknya mama bisa tertawa bahagia. Aku mungkin tak mampu melakukan banyak hal selama ini, tapi sekarang aku bisa buat mama tertawa dan, itu sudah sangat membanggakan menurutku,” tandas Ayana dengan senyuman lebar. Thalia mendengus kesal, Berani sekali dia mengatakan itu padaku? Jovanka yang kukenal tidak pernah bicara sepatah kata pun selama ini - biasanya dia langsung gemetaran dan lari dari hadapanku. Bukan Ayana yang pergi dari hadapannya, tapi Thalia sendiri yang panas mendengar balasan darinya. Ayana tertawa kecil melihat wanita itu marah. “Harusnya Jovanka lebih berani. Aku merasa kalau selama ini Jovanka hanya diam saja dan tidak membalasnya. Kasihan Jovanka, apa sebenarnya yang ada dalam pikirannya sampai-sampai bertahan di rumah yang penuh dengan tekanan dari mertuanya,” ocehnya sendiri. Rosita mendengar wanita itu bicara sendiri dengan ekspresi tangan bergerak ke sana ke mari. “Nyonya,” panggilnya. Ayana berbalik dan tertawa pada wanita itu. “Ya?” “Anda bicara pada siapa?” “Ahaha, gak ada. Aku hanya melihat pohon apel ini berbuah sangat lebat. Kalau sudah panen, kita bisa dapat banyak uang dari hasil penjualanan,” jawab Ayana berbohong. Rosita cekikikan. “Kenapa tertawa? ucapanku benar kan?” tanya Ayana. “Tuan Calvin tidak pernah menjual hasil kebunnya.” “Oya? Lalu dia kemanakan semua ini?” tanya Ayana heran. “Dia membagikannya kepada masyarakat sekitar.” “Aah, begitu ya.” Ayana tersenyum kagum, Ternyata pria itu baik juga. Jiwa sosialnya tinggi. “Iya, Nyonya – tuan Calvin itu sangat baik, dia peduli pada sekitar.” “Hmm, apa dulu Jovanka menemaninya membagikan hasil kebun?” tanya Ayana. “Tidak, Nyonya lebih memilih menyendiri di rumah.” Ayana mengernyit. “Kau pelayan pribadinya kan?” tanyanya. “Iya, Nyonya. Saya pelayan pribadi Anda.” “Hahaha, iya itu maksudnya. Pelayan pribadiku.” Ayana memperbaikinya. “Apa aku dulu pernah cerita padamu mengenai alasanku untuk tetap di sini meski punya mertua galak?” tanyanya. Rosita berkedip beberapa kali, kepalanya terangkat ke kanan, berusaha memikirkan jawabannya. “Rasanya, Nyonya tidak pernah cerita. Dulu Nyonya sangat pendiam dan tertutup, jarang tertawa bahkan keluar ke halaman seperti ini,” jawabnya. “HA? Jovanka jarang menginjakkan kaki seperti ini?” tanya Ayana sambil mempraktikkan kakinya menghentak bumi. Rosita tersenyum lebar, menganggukkan kepala karena merasa lucu. “Iya, Nyonya.” Ayana benar-benar penasaran pada Jovanka. Eh, kalau aku berada di tempat dia, berarti dia sekarang berada di rumahku bersama Earl? Wah, apa yang terjadi di sana? apa dia bisa menjalani rutinitasku? Aah, Jovanka tidak pandai memasak, Earl pasti kelaparan, gerutunya dalam hati sampai alisnya turun naik. Rosita memperhatikan wajahnya yang lucu itu, seperti seorang wanita muda yang sangat enerjik.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD