Hal Yang Tak Kamu Ketahui

1147 Words
Almira menatap wajah Demian yang tengah tertidur pulas di sisinya dengan tatapan sendu. Tanpa lelaki itu ketahui, saat dirinya tertidur, Almira menahan kehancuran hati seorang diri. Wajah polos lelaki itu, terlihat tak bersalah, akan tetapi lelaki itu adalah penjahat yang membuat hatinya begitu terluka. Bagaimana bisa lelaki itu tega mengkhianati cinta mereka? Tanya itu, masih menyelimuti benak dan juga bathin Almira, sulit mempercayai kenyataan di depan mata. Tanpa lelaki itu ketahui, semua bayangan akan perselingkuhan lelaki itu kerap menghantuinya. Seakan semua itu baru saja terjadi, Almira tak mampu menyingkirkan semua kenangan itu, seakan terus mengejarnya, menahannya untuk terus berada di dalam kegelapan. Tanpa lelaki itu ketahui, Almira berusaha menyatukan kepingan-kepingan hati yang telah hancur, mengutip setiap kepingnya dan menyatunya kembali sendiri. Almira mulai merasa jika semua ini sulit dan sendiri, membuatnya tak yakin, jika dirinya mampu melewati semuanya. Ia pikir, semua bisa kembali seperti sedia kala, namun dirinya mulai meragukan hal itu. Tanpa lelaki itu ketahui, Almira membutuhkan lebih banyak waktu. Di bawah semua rasa pedih yang dihadapinya, Almira seakan tertawan di dalam lubang kesengsaraan. Berteriak minta tolong dan ingin seseorang datang menyelamatknya, namun saying, tak ada seorangpun yang datang. Lelaki yang telah menoreh luka pada hatinya pun seakan tak mau melihat kenyataan bahwa perih tak mau pergi dari hati Almira. Lelaki itu tak tahu, jika Almira tengah menahan diri, agar semua sakit di hatinya meledak dan membuat mereka berdua terluka. Ia takut jika lelaki itu berubah pikiran dan kembali menganggapnya tak menarik. Ketakutan menguasai hatinya, bagaimana jika lelaki itu kembali mengkhianati cinta mereka? Atau parahnya lagi, lelaki itu memang masih berhubungan dengan wanita lain di belakangnya. Almira tak ingin menjadi seperti ini, akan tetapi, dirinya tak bisa mencegah rasa tak aman yang tercipta dari kepercayaan yang telah dinondai. Almira bersedia untuk memaafkan, namun melupakan seakan sebuah pertarungan yang begitu berat. Ingin Almira mengatakan jika dirinya membutuhkan sedikit waktu lagi, akan tetapi, ketakutan tak membiarkannya mengatakan demikian. Almira meraba hatinya yang kembali diliputi rasa sakit. Entah bagaimana bisa mereka berada di titik ini? Saat pernikahan tak lagi memiliki makna apa pun. Hanya sebuah ikatan untuk membuat orang merasa terjebak. Tak lagi seindah dulu. Salahnya kah semua ini? Guliran air mata jatuh tak tertahankan karna rasa pedih yang menguasai hatinya. Air matanya jatuh tepat di wajah Demian, membuat Almira segera menghapus tangisnya, lalu mengusap wajah Demian lembut, tak ingin lelaki itu menemukan kesedihan di matanya. Terlambat, Demian sudah membuka matanya dan menatap Almira lekat. “Kamu menangis, Sayang?” tanya lelaki itu dengan suara parau. Demian menyentuh lembut wajah Almira dan menghapus sisa air mata wanita itu. “Apa yang membuatmu bersedih di tengah malam seperti ini?” Almira memaksakan senyum pada wajahnya, menggenggam tangan Demian, dan menggeleng lemah. “Aku baik-baik aja, Mas. Aku nggak nangis.” Demian membawa Almira ke dalam dekapannya dan mengusap-usap punggung wanita itu dengan lembut, Almira merasa ada yang aneh karna dekapan lelaki itu tak lagi senyaman dulu. Apakah semua ini karna luka hatinya yang belum juga sembuh atau memang hati tak mungkin bisa disembuhkan lagi? Mengapa kini dadanya kerap merasa sesak saat mereka bersama? “Aku akan menunggumu, Mira. Menunggumu untuk tak lagi merasakan sakit itu,” Demian mengeratkan pelukannya, “Aku akan mencintaimu seperti saat kamu belum merasakan luka itu, dan aku akan membuatmu kembali mencintaiku tanpa ragu, Mira.” Lelaki itu melepaskan pelukan dan menangkup dagu Almira, mengarahkan pandangan wanita itu untuk melihat ke arahnya. “Tunggu saja, Mira. Kita akan kembali ke masa itu, saat di mana nggak ada luka di dalam hati. Aku akan mencintaimu sampai matahari berhenti menyinari dunia. Aku berjanji padamu semuanya akan baik-baik aja, jadi jangan takut lagi, Sayang.” Almira tersenyum tipis. Lelaki itu seakan mampu mengetahui keresahan hatinya. Hanya saja, lelaki itu tak pernah tahu, jika hatinya memerlukan waktu untuk sembuh. Ia tak bisa terus-terusan merasa khawatir akan cinta yang tak mungkin bisa kembali. Hatinya sungguh rapuh. “Aku memang bersalah, Mira,” Demian mengusap wajah Almira lembut dan tersenyum getir. Tanpa wanita itu ketahui, dirinya ikut tersiksa dengan segala luka yang ia torehkan. “Mas … aku telah mencobanya, namun melupakan sulit sekali.” Demian tersenyum dan mengangguk mengerti, ditangkupnya wajah wanita itu dengan kedua tangannya. “Aku memang nggak patut dimaafkan, tapi aku nggak sanggup kehilanganmu,” ucap Demian sembari menempelkan kening mereka. “Aku tahu, kalau kamu masih terus bertempur dengan luka hati saat aku tertidur pulas di sisimu, tapi yang nggak kamu ketahui, semua kesalahan itu telah menenggelamkanku, Mira. Membuatku merasa sesak karna pedih yang menggerogoti hati.” Almira tersenyum. Iya tak tahu mana yang benar dan mana yang hanya sekadar kata-kata penuh penghiburan. Walau ingin membuka hati kembali, dirinya merasa tak mampu. Harusnya, ia tak langsung menerima lelaki itu kembali saat hatinya masih sehancur ini, membuatnya tak lagi merasakan kehebatan cinta yang selama ini dibangga-banggakannya. “Mas … maaf, aku hanya butuh sedikit waktu lagi.” Demian tersenyum, menjauhkan wajahnya, dan membawa Almira kembali ke dalam dekapannya. Almira menenggelamkan wajahnya pada d**a bidang Demian, sementara tangan lelaki itu mengusap-usap punggu Almira, berharap pedih yang wanita itu rasakan dapat sedikit berkurang. Demian tak tahu apa yang salah dengan dirinya, mengapa ia bisa melupakan cinta yang dulu begitu disukainya? Dirinya kah yang membunuh rasa itu hingga tak bersisa? Demian sungguh tak tahu, masih adakah rasa itu di hatinya? Yang ia tahu, dirinya tak mau kehilangan Almira. Ia ingin mencintai wanita itu untuk seumur hidupnya. Yang ia butuhkan hanyalah sebuah kesempatan kedua, untuk memperbaiki segala kesalahannya. “Aku mengerti, Mira,” ucap Demian setengah berbisik, “Kamu nggak tahu, kalau aku berusaha membuat semuanya menjadi baik kembali. Satu per satu, ingin kusatukan kembali kepingan hati yang telah kuhancurkan. Berikan aku kesempatan kedua, Mira,” suara lelaki itu penuh dengan permohonan, hati Almira seakan bergetar mendengarkan kepiluan lelaki itu. “Ya, Mas. Aku akan memberikanmu kesempatan dan aku mohon kamu juga mau menunggu, hingga aku kembali siap.” Almira membalas pelukan lelaki itu, ditempatkannya telinganya pada d**a Demian, berusaha mendengarkan simfoni yang dulu begitu disukainya. “Ya, Mira. Aku akan menunggu kamu datang kembali padaku. Dengan hati yang benar-benar siap, seperti saat dulu, ketika tak pernah ada luka di hatimu.” Demian melepaskan pelukan dan menatap ke dalam manik mata Almira, mencoba meyakinkan wanita itu dengan tatapannya, jika kali ini Demian akan berusaha semampunya untuk memperbaiki pernikahan mereka. “Kamu percaya padaku bukan, Mira?” Almira meneliti sepasang mata di hadapannya. Sejujurnya, saat ini, ia tak lagi bisa mempercayai lelaki di hadapannya, walau hatinya ingin. Pada akhinya, Almira hanya bisa tersenyum dan mengangguk pelan. Demian mengecup kening Almira cukup lama dan mengusap wajah wanita itu. “Makasih, Sayang,” ia kembali membawa Almira ke dalam dekapannya, “sekarang tidurlah dan jangan banyak berpikir lah. Percayalah, kali ini, kita akan kembali seperti dulu. Saling jatuh cinta dan tak lagi terpisahkan. Aku berjanji untuk memperbaiki segalanya.” Almira mengangguk di dalam dekapan Demian dan berharap lelaki itu tak lagi mematahkan janji yang dibuatnya sendiri. Kali ini, ia harap waktu akan menyembuhkan hatinya yang patah dan lelaki itu tak lagi menjadikan janji sebagai kata-kata yang keluar dari mulut tanpa bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD