Kapal Karam

1204 Words
Almira, wanita cantik dengan rambut ikal sepinggang itu tersenyum manis menatap wajah tampan yang masih tertidur pulas di sampingnya. Ia bergerak perlahan dan turun dari tempat tidur, tak ingin mengganggu ketenangan lelaki itu. Hidupnya seakan sempurna, suami yang begitu menyayangi dan juga keluarga bahagia. Walau dulu rumah tangga mereka sempat diterpa masalah, namun kini ia bahagia. Demian—lelaki itu tak pernah menuntut banyak. Almira menghentikan langkah begitu mendengar suara ponsel suaminya, ia mengambil ponsel itu dan melihat layar ponsel yang memunculkan notifikasi dari aplikasi chat yang sedang marak digunakan banyak orang. Ia menarik pemberitahuan itu ke bawah dan dapat membaca pesan mesra yang masuk ke sana ‘selamat pagi, Sayang’, pesan yang membuat jantung Almira seakan diremas kuat. Sakit bukan main. Sayang? Siapa yang memanggil suaminya semesra itu? Ia kembali menoleh pada lelaki yang masih tertidur polos, bagai bocah tak berdosa. Nyatanya, lelaki itu sama saja dengan kebanyakan pria di luar sana, tak bisa berubah. Almira tak menyangka, lelaki itu tega menduakan cinta yang ia berikan. Martabatnya sebagai seorang wanita seakan diinjak-injak. Air mata mulai mengalir keluar karna pedih yang menyiksa hati. Almira menghapus air matanya. Sikap lelaki itu belakangan ini kembali menumbuhkan rasa curiganya. Demian yang tak pernah lepas dari ponsel, bahkan ke kamar mandi sekalipun. Lelaki itu yang setahun belakangan ini selalu pulang malam dan kerap mengabaikannya. Ia pikir, semua itu terjadi hanya karna rasa bosan sesaat. Setelah ia mengungkap perselingkuhan suaminya dua tahun lalu, ia pikir itu adalah yang terakhirnya. Tak ada lagi dusta atau pengkhianatan di antara mereka. Namun, sekarang semuanya semakin jelas, lelaki itu kembali seperti dulu. Mengabaikan, kasar, tak betah di rumah, dan tak betah di dekatnya. Almira meletakkan kembali ponsel lelaki itu ke atas nakas, lalu membersihkan diri. Tak mengapa, mungkin berpura-pura tidak tahu akan membuat lelaki itu kembali padanya. Ya, lelaki itu pasti akan pulang begitu tahu, dirinya adalah satu-satunya tempat lelaki itu kembali. Menit demi menit telah berlalu. Meja makan mereka telah terhidang berbagai lauk yang disukai oleh Demian, ayam goreng, sayur asam, beserta sambal. Almira sudah biasa menyelesaikan masakan pagi-pagi sekali. Semenjak menikah, ia belajar menjadi istri yang baik dan mengabdikan seluruh hidupnya untuk Demian. Namun sayang, setia tak berarti bahagia. Almira memaksakan senyum begitu melihat Demian yang sudah rapi menuruni anak tangga rumah. Lelaki itu berjalan ke arahnya, tak tersenyum hangat seperti biasa, lelaki itu hanya mengecup keningnya sekilas, lalu duduk di meja makan. “Kamu pulang malam lagi hari ini, Mas?” Pertanyaan Almira dijawab dengan anggukan. Almira melayani lelaki itu dengan telaten, mengisi piring yang semula kosong dengan nasi dan lauk pauknya, lalu ia duduk di hadapan lelaki itu. Demian masih sibuk dengan ponsel, tak berminat sedikitpun melirik atau sekadar melempar senyum untuk istrinya, sedetik kemudian ponselnya berbunyi, ia berpamitan pada Almira untuk mengangkat panggilan. Almira tersenyum dan mengangguk sekilas, walau ia tahu benar, yang menghubungi lelaki itulah pasti Si wanita lain. Almira yang didorong rasa penasaran, diam-diam mencuri dengar percakapan lelaki itu. Ia berdiri di ambang pintu yang menuju halaman samping rumah, menatap punggung lelaki itu penuh tanya. Bagaimana dalam sekejap kebahagiaannya sirna? Apa yang kurang darinya? Tak cukup kompeten kah dirinya sebagai seorang istri hingga lelaki itu berpaling darinya? “Ya … aku juga menantikan akhir pekan ini.” Lelaki itu membalikkan tubuh dan terkejut begitu menemukan Almira di balik punggungnya. Almira memaksakan senyum dan berjalan mendekat. Demian tak mampu menyembunyikan kegelisahan yang dapat ditangkap dengan baik oleh Almira. “Kamu nelpon siapa, Mas? Ada apa dengan akhir pekan sampai begitu menantikannya?” Almira menyembunyikan rasa sakit di hatinya dengan senyum manis. Ia mengusap lembut d**a bidang Demian, sementara lelaki itu mengambil tangannya dan mengecup punggung tangan wanita itu. Ia tersenyum, seakan tak melakukan kesalahan, namun sekarang Almira mulai meragukan semua hal yang lelaki itu tunjukkan. Tak semua yang terlihat sesuai dengan kenyataannya. Terkadang, kita hanya melihat hal yang ingin kita lihat dan mengabaikan kebenaran yang ada. Seperti tengah bercermin, yang kau lihat hanya pantulan dirimu di sana, kau tak pernah memperhatikan hal lain di sekitarnya. “Hanya sekretarisku. Kami akan ada perjalanan bisnis keluar kota untuk satu minggu.” “Jadi … kalian akan berdua saja seminggu ini?” Demian tertawa kecil, lalu menuntun tangan wanita itu untuk memasuki rumah mereka. “Sekarang kamu mulai cemburu? Kamu kan udah kukenalkan sama Clara, dia cuma sekretaris.” Almira mengulum senyum, walau hatinya tersayat pedih. Cuma? Sayangnya, lelaki itu seakan memperlakukan wanita muda itu dengan cara yang berbeda. Bukan hanya setiap hari bertemu di kantor, namun keduanya kerap pergi bersama untuk perjalanan bisnis, sedang dirinya merasa tak lagi dihiraukan. Lebih terlihat sebagai asisten rumah tangga dibandingkan istri. Keduanya kembali ke meja makan dan menyantap sarapan pagi. Tak ada pembicaraan yang biasanya menghangatkan meja makan. Kini, hanya ada dirinya yang sesekali menatap, sedang lelaki itu terlalu sibuk dengan ponsel. Benda pipih itu jauh lebih menarik dibandingkan Almira. Entah apa yang salah dengan dirinya, hingga pernikahan mereka seakan berada di ujung tanduk. Benarkah cinta telah musnah? Lagi-lagi sekretaris lelaki itu yang merenggut semuanya. *** Almira berjalan ke sana-ke mari, jus jeruk yang dibuatkan Jenny tak kunjung ditegaknya. Sedang wanita yang mengenakan dress merah di atas lutut itu tak mau pusing mengikuti gerak gelisah Almira. Dirinya sendiri menyibukkan diri dengan ponsel sembari menegak jus yang sama. Almira mendengkus melihat sahabatnya yang tak lagi merespon saat mendengar curhat panjang lebarnya. Ia pun memutuskan duduk pada sofa yang sama dengan wanita itu. “Bagaimana kamu tahu kalau Altair berselingkuh? Apa ciri-ciri lelaki berselingkuh? Apa kamu langsung tahu kalau dia bermain api di belakangmu?” Deretan pertanyaan Almira membuat Jenny terkekeh pelan. “Udah lebih detail dari wartawan pertanyaannya,” wanita itu meletakkan gelasnya ke atas meja, lalu menoleh ke Almira. “Aku serius, Jen. Aku pikir, Mas Demian selingkuh,” ucap Almira lirih. Jenny menatap Almira iba. Ia menarik napas panjang, lalu menghelanya perlahan. “Awalnya aku nggak tahu. Mungkin, aku yang kurang peka, hingga nggak tahu Altair berselingkuh dariku. Tahu-tahu, aku melihatnya bersama dengan wanita lain, sering berganti pasangan. Dia nggak mencintaiku lagi,” Jenny tersenyum miris, “cukup mudah. Lelaki yang berselingkuh selalu membawa ponselnya ke mana-mana. Takut kalau kita mendekati ponsel ataupun komputernya. Dia selalu bersikap was-was, jarang di rumah, dan lebih suka menghabiskan waktu di luar.” Semua ciri-ciri yang Jenny ucapkan sama dengan sikap Demian belakangan ini. Pedih kembali menguasai hati Almira. Ia menyandarkan punggung pada sandaran sofa. Harga diri, martabat, dan juga kepercayaannya telah diinjak-injak. Namun yang paling menyakitkan adalah hatinya yang hancur berkeping-keping. Cinta tulus yang diberikannya seakan tak memiliki makna. Kapal mereka telah karam dengan perselingkuhan yang lelaki itu lakukan. Jenny menghela napas gusar dan mencengkram pundak Almira. “Udahlah, Mira. Memangnya lelaki aja yang bisa selingkuh? Kamu juga bisa. Dia nggak menghargaimu, kamu juga bisa melakukan hal yang sama,” Almira mengangkat wajah dan menatap nanar sahabat, seakan wanita itu mabuk saat mengatakan semua kalimat konyol yang keluar dari mulutnya. “Jangan meracuni otakku!” Jenny tertawa. “Lihat aja aku. Buktinya, aku bahagia setelah bercerai. Bisa meniduri banyak laki-laki tanpa harus merasa terbebani dengan perasaan yang akan disia-siakan itu.” Almira tersenyum miris. Andai begitu mudah menghapus rasa. Namun, apa dengan melakukan hal yang sama, pedih di hatinya bisa segera menghilang? Tidak mungkin. Dirinya akan menjadi sama bejatnya dengan lelaki yang telah mempermainkan cinta dan juga ikatan suci di antara mereka. Almira bukan wanita seperti itu. Ia mencintai Demian sepenuh hatinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD