Part 03. Di Rumah Sakit

1357 Words
Aku tahu apa yang sudah aku lakukan salah. Tapi, aku sungguh terpaksa menikah lagi dengannya, aku tidak bermaksud untuk menyakitimu. Aku tidak pernah mengkhianati kamu Dewi, tidak. Maafkan aku, Aku tidak akan pernah meninggalkan kamu Dewi. Sungguh aku sangat mencintaimu. Albian. *** Seorang Pria sedang berdiri dengan gelisah saat melihat istrinya terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit dengan di bantu selang untuk pernapasannya. Hingga saat ini Dewi masih belum juga sadarkan diri. Tak ada yang bisa Pria itu lakukan selain menyesal karena telah menyakiti hati istrinya. Albian berdiri tepat di sisi kanan ranjang. Kedua tangannya bersidekap di depan d**a. Matanya mengembun, hatinya penuh dengan penyesalan. "Maafkan aku, Dewi." lirihnya seraya mengusap air mata yang mengembun di pelupuk matanya. Ceklek. "Papa?" Alana datang dan memanggil ayahnya. Albian menoleh. "Lana?" "Apa yang terjadi dengan Mama, Pa? Kenapa Mama belum juga sadar? Mama baik-baik saja kan, Pa?" Alana memberondong ayahnya dengan banyak pertanyaan. Khawatir karena Ibunya belum juga sadarkan diri. "Lana doain Mama, semoga Mama baik-baik saja," suara Albian terdengar serak saat mengatakan itu. Sejak kemarin malam Albian tidak bisa tidur. Dia selalu menjaga Dewi. Alana menatap manik hitam yang ada di depannya. Kemudian menganggukkan kepalanya pelan. Seakan tahu apa yang sedang ayahnya rasakan. "Iya, Pa. Lana akan doain Mama. Papa harus janji kalau nanti Mama pulang dari rumah sakit ini, Papa harus sering di rumah jagain Mama." Mendengar ucapan Alana, Albian diam tak bisa berkata apapun. Suaranya seketika hilang, bibirnya seakan sulit untuk di gerakkan. "Pa? Papa mau janji kan sama Lana?" Alana menatap ayahnya. Menuntut jawaban dari sang ayah. "I-iya, Papa janji akan jaga Mama di rumah." suara Albian melirih. Matanya menatap anak gadisnya yang kini masih berdiri di depannya. Alana tersenyum. Kemudian memeluk ayahnya dengan erat. "Terima kasih banyak, Pa. Sejak Papa sering ke luar kota, Mama sendirian di rumah dan sering mengurung diri di kamarnya, Mama pasti menyembunyikan sakitnya. Dia tidak pernah bilang apapun sama Lana, apalagi kalau di tanya, pasti Mama selalu bilang kalau dia baik-baik saja." tutur Alana. Gadis itu menceritakan apa yang di ketahuinya kepada ayahnya. Setahu Alana, Ibunya menyimpan penyakitnya sendiri tanpa boleh anaknya mengetahui penyakitnya. Bahkan sampai sekarang Alana belom tahu tentang apa yang telah terjadi dalam keluarganya. Hubungan ayah dan Ibunya yang sudah renggang karena orang ketiga. Perlahan Albian melepaskan pelukannya. Menyuruh Alana duduk di sofa panjang yang ada di dalam ruangan itu. Alana menurut. Dia melangkah menuju sofa kemudian membaringkan tubuhnya di sana. Albian kembali mendekati Dewi istrinya. Tangannya menyentuh ubun-ubun istrinya dan membacakan doa di sana. Setelah selesai Albian mencium kening istrinya dengan sayang. "Aku sayang kamu, Dewi." bisiknya pelan nyaris tak terdengar. Kemudian Albian duduk di kursi yang ada di samping ranjang. Pandangan matanya tak pernah lepas dari sosok perempuan yang ada di depannya. Sungguh Albian menyesal telah membuat Dewi seperti ini karena sikapnya. "Euugh..." terdengar suara lenguhan yang keluar dari bibir Dewi. Seketika Albian mendongakkan pandangannya. Menatap sang istri yang masing terbaring di atas ranjang. "Dewi?" Albian melihat jari kanan Dewi bergerak pelan tanda kalau istrinya itu sudah siuman. Dengan cepat Albian menelan tombol nurse call untuk memanggil perawat. Tak lama berselang satu orang perawat perempuan datang. Ceklek. "Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya perawat perempuan tersebut dengan ramah. "Istri saya baru saja siuman," jawab Albian. "Oh, sebentar saya lihat." perawat itu memeriksa Dewi dan melihat jari tangan Dewi bergerak. "Saya panggil Dokter dulu ya, Pak," ujar perawat itu. Kemudian melangkah keluar dari kamar tempat Dewi di rawat. Albian sudah bisa sedikit bernapas lega saat tahu Dewi sudah mulai sadar dan membuka matanya. Dewi mengerjapkan matanya berkali-kali. Perempuan muda itu mengedarkan pandangan matanya ke segala arah yang ada di ruangan itu. Hingga saat pandangan itu bertemu dengan Albian. Sekejap Dewi langsung mengalihkan pandangan matanya ke arah lain. Napasnya seketika menjadi sesak saat mengingat suaminya yang menikah lagi dengan perempuan lain tanpa sepengetahuan darinya. "Dewi, maafkan aku." lirih Albian yang terdengar sakit di hati Dewi. Seenaknya sendiri meminta maaf setelah mengkhianati. Air mata Dewi perlahan menetes. Albian tahu itu. Seketika Albian mengambil tisu dan ingin menyeka air mata istrinya. Tapi, dengan cepat Dewi menutup wajahnya dengan tangan kiri. Hingga membuat Albian menghentikan niatnya. Pria itu tahu kalau Dewi membencinya sekarang ini. Ceklek. Dokter perempuan berjas putih datang bersama dengan satu orang perawat. "Silakan Bapak tunggu, biar kami periksa pasien dulu." perintah perawat itu. Albian diam tak menjawab. Tapi, dia langsung melangkah menuju sofa di mana ada Alana yang sedang tertidur. Albian nampak gelisah saat menunggu Dokter memeriksa Dewi. Jujur saja Albian sangat mencemaskan istrinya. "Pa, apa yang terjadi?" Alana baru saja membuka mata. Dia melihat ayahnya sedang gelisah. Gadis berhijab itu pun bangkit dari tidurnya. Tangannya mengusap-usap mata. "Mama kamu sudah siuman Alana. Sekarang Dokter sedang memeriksanya." tutur Albian. "Alhamdulillah Mama sudah sadar. Semoga Mama baik-baik saja, Aamiin..." Alana tersenyum bahagia saat mendengar kabar kalau Ibunya sudah sadar dan sedang di periksa Dokter. Bahkan Alana tak lupa untuk mendoakan Ibunya. Sreett... Suara gorden terbuka. Pandangan Alana dan Albian seketika tertuju pada suara tersebut. Dokter kini melangkah mendekati Albian. "Bagaimana keadaan istri saya Dokter?" tanya Albian saat melihat Dokter selesai memeriksa Dewi. "Kita bisa bicara di ruangan saya, kebetulan ada sesuatu yang ingin saya bicarakan dengan anda," kata Dokter itu dengan ramah. Albian mengangguk pelan. Kemudian mengikuti Dokter tersebut keluar dari ruangan itu. Alana hanya bisa diam menatap punggung ayahnya yang keluar melewati pintu. 'Apa yang terjadi dengan Mama? Kenapa Dokter menyuruh Papa mengajak ke ruangannya?' batin Alana dalam hati. Pikirannya sekarang tertuju ke hal - hal yang tak di inginkan. "Mbak?" sapa perawat perempuan yang baru saja selesai memberikan obat untuk Dewi. "Astagfirullah..." sontak Alana terkejut. Perawat itu tersenyum ramah. "Maaf kalau sudah ngagetin Mbaknya. Pasien sudah saya beri obat. Nanti kalau obat dalam botol itu habis, tolong tekan tombol nurse call untuk panggil perawat ya." "Oh, iya, iya." Alana mengangguk seraya mencoba untuk tersenyum. Setelah kepergian perawat itu. Sekarang ini hanya ada Alana dan Ibunya, berdua di dalam ruangan itu. Gadis itu berjalan mendekati Ibunya yang baru saja selesai di periksa Dokter dan perawat. "Ma?" panggil Alana dengan suara lembutnya. Kedua tangannya menggenggam tangan kanan sang Ibu. Lalu membawanya ke pipi. "Ma, Alana kangen sama Mama. Lekas sembuh ya, Ma." Dewi hanya diam saat mendengarkan ucapan Alana. Wanita dewasa itu masih enggan untuk membuka suaranya. "Lekas, Ma. Biar kita bisa segera pulang ke rumah. Kasihan Papa nungguin Mama terus sejak kemarin, Papa rela meninggalkan pekerjaannya demi menemani Mama di sini." Alana menceritakan semua yang dia ketahui pada Ibunya. Dewi terlalu menyimpan rapat luka dalam hatinya hingga membuat Alana anak gadisnya tidak mengetahui apa yang sudah terjadi pada Ayah dan Ibunya. *** Di dalam ruangan Dokter. Albian duduk di kursi yang ada di depan Dokter perempuan yang tadi memeriksa Dewi. Wajah Albian terlihat cemas dan was was saat menunggu Dokter itu selesai bicara dengan Dokter lainnya lewat sambungan telepon. Berkali-kali Albian terlihat sedang mengembuskan napas dalam-dalam. Berusaha untuk menenangkan dirinya sebelum Dokter perempuan itu mengatakan apa yang telah terjadi pada istrinya. 'Semoga Dewi baik-baik saja.' gumam Albian dalamnya hati. "Maaf, membuat anda menunggu," kata Dokter itu. Kemudian duduk di depan Albian. Hanya ada meja yang menjadi penyekat di antara mereka. "Tidak apa-apa, Dokter. Sebenarnya apa yang terjadi pada Istri saya ya, Dok?" tanya Albian sudah tidak sabar ingin tahu tentang apa yang terjadi pada istrinya. Dokter perempuan itu tersenyum. "Tenang dulu ya, Pak. Istri anda baik-baik saja secara fisik. Tapi..."ucapan Dokter itu terjeda. Nampak ada keraguan yang sedang menyelimutinya. "Tapi, apa Dokter? Istri saya baik-baik saja kan, Dok? Dia tidak kenapa napa kan? Katakan Dokter?" rasanya Albian sudah tidak sabar lagi ingin segera tahu apa yang terjadi dengan Istrinya. "Tenang dulu, Pak. Istri anda sedang mengalami depresi berat dan stres. Sehingga sekarang tubuhnya melemah. Karena banyak pikiran bisa membuat seseorang terkena berbagai penyakit berbahaya. Karena pikiran adalah pusat semua organ tubuh. Kalau seseorang sedang bahagia, maka sistem imun akan meningkat, begitu pula sebaliknya, kalau sistem imun turun, bisa menjadi sumber penyakit dalam tubuh. Apa anda sebagai suaminya tahu dengan apa yang telah terjadi dengan istri anda?" Albian hanya bisa diam mendengarkan ucapan Dokter perempuan yang ada di depannya. 'Maafkan aku Dewi, maafkan aku. Gara-gara aku sekarang kamu menjadi seperti ini.' batin Albian dalam hati. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD