Teman baru dihidupnya

1825 Words
Nino kini berlari kearahnya dengan tersenyum “Kau yang melakukan itu? ahh keren sekali” ujar Nino “Ya, tentu saja! Ayahku yang mengajarkan itu, aku harus melawan orang jahat” senyum gadis berambut panjang yang kini diikat dua dan bertahi lalat di pipi kirinya itu Nino tersenyum senang “Ayah mu pasti hebat sekali” gerutunya “Tentu! Bahkan pekerjaannya setiap hari terbang ke langit” ujarnya bangga Nino memelotot “Apa? Hebat apa dia superman?” “Bukan, tapi aku sering menyebutnya Daddy super” senyumnya membanggakan ayahnya itu Kedua preman itu tertawa keras “Hei kalian, anak anak tengil bisanya menghayal saja! Awas saja, akan kujadikan kalian hidup di jalanan. Kemari” teriaknya kemudian mendekati keduanya “Kemari kalian hahaha” teriak satunya lagi yang mengikuti langkah temannya itu Tiba tiba seorang pria berbadan tegap dan berusia matang kini berdiri di hadapan anak anak kecil itu “Daddy super” teriak gadis lucu itu “Daddy super!” teriak Nino yang ikut ikutan Ayah si gadis itu tersenyum menatapi anak gadisnya “Kalian tenang saja, akan kuurusi ini” ujarnya bangga “Semangatt” teriak Nino dan gadis itu Ayah si gadis kini melawan mereka yang juga langsung menyerangnya, namun beberapa detik kemudian mereka mampu dikalahkan. “Yesss!” bangga kedua anak kecil itu “Sudah ku bilangkan dia daddy super” senyumnya bangga Nino tersenyum dan ia mengingat sesuatu, ia memberikan boneka Rockie miliknya pada si gadis. “Ini buat kamu, terima kasih ya sudah menolongku” senyumnya “Hah ini untukku? Terima kasih” teriak gadis itu terlihat senang dan membawa boneka dari Nino Ayah si gadis tersenyum “Apa kalian berteman?” “Ya, kami berteman” jawab si gadis cepat Nino nampak tertegun “Hmm sejak kapan?” ujarnya lalu tersenyum “Sekarang” jawab si gadis cepat Ayah si gadis tersenyum “Ahh kalian lucu sekali, oh iya dimana orang tuamu? Paman akan mengantarmu” senyumnya pada Nino “Aku kesini tidak bersama orang tuaku” jawab Nino lirih Si gadis dan ayahnya terdiam “Hah?” “Di kartu keluarga, keluargaku komplit! Tapi kenyataannya tidak begitu” senyum Nino yang membuat ayah si gadis terdiam dan menatapinya khawatir Si gadis nampak berpikir “Kenapa bisa begitu? Apa mereka hilang?” “Tidak, mereka ada kok. Ada untuk dunianya” lirih Nino Tiba tiba si sopir dan pengasuh Nino berlarian datang “Tuan kecil! Mobilnya sudah siap” ujar si sopir “Maaf lama tuan kecil, mari kita pulang” ujar si pengasuh Nino mengangguk “Oke” Ayah si gadis kini paham tentang situasi Nino “Tuan, maaf telah merepotkan” ujar si sopir menatapi ayah si gadis “Tidak papa” senyumnya “Oke, aku pergi ya. Terima kasih daddy super dan kau” senyum Nino yang langsung dibalas senyuman oleh keduanya Nino kemudian pergi bersama dengan pengasuh dan sopirnya, beberapa detik kemudian ia membalikan badannya ke belakang. “Namanya Rockie!” teriaknya dengan tersenyum “Rockie?” sahut gadis itu tersenyum Ayah si gadis tersenyum “Rockie? Nama nya atau nama bonekanya?” “Entahlah, tapi aku anggap keduanya” senyumnya lagi Nino kembali melangkahkan kakinya pergi dan kini melanjutkan perjalanan dengan mobilnya menuju rumah. Sepanjang perjalanan Nino tersenyum “Kenapa sebentar sekali, padahal aku merasa sudah punya teman” gerutunya “Aku sudah memberikan Rockie padanya, aku yakin dia bisa menjaganya dengan baik. Apalagi dia berani” gerutunya “Ahhh maafkan aku ya Rockie” ujarnya lagi tersenyum Nino menatapi jalanan “Aku yakin Rockie memaafkan ku” “Tuan apa ada masalah?” tanya si sopir dengan terlihat kebingungan Nino menggelengkan kepalanya dan hanya diam masih menatapi ramainya jalanan di sana. ***** Sesampainya di rumah Nino nampak terlihat lemas namun masih saja tersenyum senyum sendiri mengingat teman pertama yang ia temui di taman tadi, setelah Nino melihat ke depan ternyata ada ibu nya yang sedang meminum kopi dia terlihat terduduk di kursi tamu. “Ibu ada di rumah?” senyum Nino semakin mengembang apalagi hari ini ia cukup bahagia Karin sang ibu tersenyum tipis dan mengangguk, ia nampak menyembunyikan sesuatu di dalam senyumannya itu. Nino terlihat menatapi ibundanya sendu, meskipun ia tidak tahu ada masalah apa dengan ayah dan ibunya itu. tetap saja itu sangat menyakitkan bagi Nino. “Ibu kenapa?” lirih Nino kemudian duduk di samping ibunya Karin membuang nafasnya lalu tersenyum “Sudahlah, jangan ikut campur urusan orang dewasa. Nino belajar saja oke?” ujarnya “Kenapa? Kau ibuku kan, aku khawatir melihatnya bu jangan sedih” lirih Nino dengan tatapan sendunya Karin membuang mukanya ia menahan air matanya agar tidak jatuh, penampilannya saat ini terlihat kacau. Karin memakai pakaian minim dengan rambut nya yang berantakan dan make up yang ada diwajahnya nampak berantakan juga. “Pengasuh! Tolong bawa dia ke kamar” suruh Karin menatapi kedua pengasuh yang sedang berdiri melihat mereka Kedua pengasuh itu mengangguk “Baik nyonya” “Tidak! Aku menolaknya. Bu, sebentar saja ya! Nino ingin disini” senyum Nino tulus berusaha untuk membujuk ibunya itu, ini setelah beberapa kali Nino mencoba membujuk ibundanya untuk  menghabiskan waktu bersama dan tentu saja Karin tidak pernah mengabulkannya. Karin membuang mukanya “Sudah Nino! Hentikan, mengertilah. Ibu sangat kacau Nino! Jangan sekarang ya” “Aku selalu meminta untuk bermain bersama ibu dan ayah, tapi sekalipun kalian tidak pernah mengabulkannya. Kalian bilang jangan sekarang jangan sekarang sampai aku sekarang sudah masuk TK kalian membesarkanku dengan kata kata jangan sekarang. Lalu kapan?” lirih Nino Karin menatapi Nino sendu, ia begitu ingin memeluknya. Namun pantaskah dia menjadi ibu Nino? Ibu yang seperti wanita malam, tidak pernah ada di rumah, selalu menghabiskan waktu bersama teman temannya, pergi ke clubbing. Dia sangat malu untuk menatap Nino, dia sangat tidak pantas mendidik anaknya yang begitu pintar dan masih polos itu. “Aku mohon, pergi Nino” lirihnya yang kemudian menunduk Nino menggeleng dengan raut wajah yang masih tersenyum “Tidak! Aku ingin curhat dulu pada ibu, tadi aku bertemu dengan teman yang seusia dengan ku. Aku memberikan Rockie ku padanya, oh ya ibu tak tahu Rockie itu siapa ya hehe dia adalah teman terdekatku dia adalah boneka beruangku bu. Aku memberikannya pada seseorang karena dia adalah teman manusia pertama yang kupunya, ayahnya begitu hebat dan gagah, mereka menyelamatkanku padahal tadi ada preman yang menggangguku dan akan menculikku tapi mereka begitu hebat melawannya aku sangat kagum pada mer-” “Hentikan” teriak ibundanya yang memotong pembicaraan Nino, ia nampak kesakitan dan menutup telinganya itu Karin merasa hatinya begitu teriris mendengar Nino yang menyebut seorang ayah sebagai karakter pahlawan baginya “Kena-kenapa? Ibu tidak kaget mendengarku akan diculik? Ibu tidak khawatir?” lirih Nino dengan air mata yang mulai turun “Bu-bukan begitu sayang, ibu tidak mau Nino diculik. Tapi jangan pernah berharap ayahmu akan seperti itu, dia tidak akan seperti ayah yang lain” ujar Karin berusaha memegang tangan Nino Namun Nino melepaskannya dengan air mata yang kian berjatuhan “Aku tahu! Aku tahu tidak akan pernah memiliki ayah yang dimiliki oleh orang lain! Tapi setidaknya Nino berharap sama ibu, tapi ternyata sama saja! Nino gak akan pernah punya ayah dan ibu yang sama seperti orang lain!” teriak Nino begitu kesal dengan isakan tangis yang mulai terdengar “Nino sayang, maaf! Bukan itu maksud ibu bukan! Dengarkan ibu, ibu hanya kesal pada ayahmu! Dia mengkhianati ibu” lirih Karin yang masih berusaha meraih tangan mungil Nino Nino menjauh ketakutan dengan tatapan sendunya “Dan kalian mengkhianatiku! Aku tidak akan pernah lagi mengganggu kalian! Anggap saja Nino adalah tamu disini, Nino akan menjaga sikap mulai sekarang. Jika saja nenek dan kakek masih ada, mungkin Nino tidak akan sesakit ini” teriaknya lalu pergi menuju kamarnya “Nino! Agghh” teriak Karin yang memegang kepalanya begitu sakit Nino memasuki kamarnya lalu menguncinya dari dalam begitu cepat, ia takut para pengasuh akan mengikutinya. Nino bersandar di pintu dengan kepalanya yang menunduk, air matanya kembali berjatuhan dengan isakan tangis yang terdengar begitu jelas. Ia kemudian memegangi d**a nya sakit “Aku ingin lari, aku ingin lari ya tuhan! Tapi kemana? Aku tidak punya siapa siapa? Kenapa harus begini” lirihnya “Kakek pernah bilang aku tidak boleh menangis, aku adalah pria! Aku harus tangguh tapi hal ini tidak bisa aku tahan kek, maafin Nino” lirihnya lagi dengan d**a yang terasa begitu sesak Nino membuang nafasnya ia mengingat betul bagaimana ayah dan ibunya selalu menolak untuk bersamanya, ia ingat betul bagaimana sikap cuek mereka padanya. “Apakah aku anak mereka? jangan jangan aku diadopsi? Atau ahhh” kesalnya Beberapa tahun kemudian… Kehidupan Nino berlangsung terus kesepian. Sampai masanya ia memasuki SMP, ia begitu tertekan dan gugup. Ia takut dan berpikir akan merasa kesepian lagi dilingkungannya, tapi benarkah akan begitu? Nino berjalan menuju gerbang sekolah menengah pertama itu dengan langkah yang cukup gugup, ia berjalan sendiri keluar dari dalam mobil setelah diantar oleh sopir pribadinya menggunakan mobil yang khusus untuk pengantar jemputan dirinya kemana pun. “Ahh sekolah? Membosankan. Nilai besar juara satu? Rasanya itu monoton, membosankan tidak seru. Oke gue disini akan berubah, gue akan lakuin apa yang gue suka dan gue mau! Tanpa mendengarkan siapa pun. Hidup menjadi anak baik dan mendengarkan perkataan momi itu terlalu kaku, kecuali jika mommi lu bener bener sayang sama lu” ujarnya dengan tersenyum menyungging Nino mencari sesuatu di madding, ia mencari daftar nama dirinya akan masuk kelas beberapa detik ia tersenyum saat melihat namanya berada di deretan kelas A dimana kelas itu terkenal dengan kelas yang berisi murid murid tercerdas dari berbagai macam siswa yang terpilih. “Ahh melihat ini semakin membosankan saja” senyum Nino membuang nafasnya kesal Seseorang tiba tiba menepuk bahunya dari belakang “Hei? Lu gak bangga kayaknya dapet urutan kelas A?” ujar murid lelaki yang seusianya di belakangnya ia tersenyum “Hmm biasa aja, karena gak ada yang bakal bangga sama perjuangan gue selama ini kok” jawab Nino yang kini menatapinya, Nino cukup senang karena pertama kalinya ia bercakap cakap dengan orang yang seusia dengannya Remaja itu tersenyum “Lhaa kenapa? Gue malah diteken sama kedua orang tua gue supaya bisa masuk kelas A, katanya kalau gak masuk gue gak bakal dianggap anak dan semua aset game gua bakal dirampas sama mereka, setelah itu gue belajar keras supaya game gue gak dirampas” senyumnya lagi “Kehidupan gue berbeda” lirih Nino dengan tersenyum miris Remaja itu menatapi Nino lirih “Apa dia? Broken home?” pikirnya “Oh ya nama lu siapa?” tanya Nino lagi mencoba untuk membuang kesedihannya itu Remaja lelaki itu tersenyum sambil mengulurkan tangannya “Gue Andrean Barrak, oke panggil Andre aja” senyumnya Nino langsung menatapi ke madding dan mencari nama Andre, detik selanjutnya ia tersenyum setelah melihat ada nama temannya itu. “Andrean? Nama lu ada disini dan ternyata kita bakal jadi temen sekelas” senyumnya langsung membalas sapaan tangannya dari Andre “Gue Nino” jelas Nino tersenyum tulus untuk pertama kalinya Andre tersenyum “Cuma Nino aja?” tanya nya penuh pertanyaan “Iya, nama gue Nino aja marganya jangan disebut. Gak penting” tambahnya lagi Andrean mengangguk angguk “Oke oke” jawabnya segera ia tidak ingin blak blakan dulu dengan teman barunya ini Mereka berjalan melewati taman sekolah berdua, masih mencari cari kelasnya. Nino dan Andre dengan penampilannya yang rapi kini mungkin karena hari pertama. “Kata bokap sama nyokap gue, gue harus jadi anak yang berbakti sama peraturan sekolah. Gue gak yakin sih sama itu, tapi gue harus karena kalau engga bisa bisa gue dilarang buat ngegame lagi” ujar Andre memulai pembicaraan Nino terdiam sejenak lalu mencoba untuk bertanya sesuatu “Lo sesuka itu sama game? Gammers tingkat dewa ya?” ujarnya tersenyum “Ya bisa dibilang gitu haha” jawab Andre dengan diikuti tertawa begitu nyaring Nino tertunduk “Andai aja kalau bokap sama nyokap gue sama kayak lu, mungkin gue gak akan berniat jadi pemberontak” “Hmm emangnya bokap sama nyokap lo kenapa?” tanya Andre refleks Nino membuang mukanya “Hal ini memalukan, tapi mereka sepertinya sudah tidak berbagi kebahagiaan lagi bahkan beberapa hari yang lalu mereka terdengar mengatakan perceraian” “What? Lo serius? Ahh mereka kenapa ya, pasti ada masalah” ujar Andre Nino tersenyum “Hmm mereka terlalu kekanak kanakan” ujarnya “Jadi lu mau jadi pemberontak? Karena mereka?” tanya Andre Nino menggelengkan kepalanya “Engga, gue udah bosen aja berada di zona nyaman. Gue pengen rasain gimana jadinya kalau gue jadi pemberontak dan dikejar kejar oleh aturan” senyumnya kemudian melangkah pergi meninggalkan Andre yang terlihat kebingungan “Ini nih calon anak berandal” senyumnya menatapi kepergian Nino
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD