Selama pemakaman, Ello tidak menangis. Ello juga ingin menjadi sumber kekuatan untuk ibunya. Para pelayat telah pulang, demikian juga Hardi. Tinggal Sutoro, Nian dan Ello yang meratapi papan nisan Alya.
"Nak, beristirahatlah dengan tenang. Ayah sudah ikhlas. Semoga kamu mendapat tempat terbaik disisi-Nya."
"Bu, ibu juga harus mengikhlaskan kepergian Alya. Dengan mengikhlaskan nya makan Alya bisa tenang dan bahagia di sana."
"Iya Pak."
("Kak Alya, sekarang hanya tinggal Ello yang akan menjaga ayah dan ibu. Ello akan merawat dan menjaga mereka dengan baik. Jadi Kak Alya yang tenang di sana. Tidak perlu cemaskan ayah, ibu dan aku", ucapnya dalam hati.)
Mereka pulang ke rumah keluarga Winata. Satpam dan bibi yang tinggal di rumah mengucapkan belasungkawa kepada Sutoro dan Nian.
"Pak Toro, Bu Nian, yang tegar ya. Alya, anak yang baik. Dia pasti mendapat tempat terbaik di sana."
"Iya, Pak Toro dan Bu Nian, kami turut berdukacita."
"Terimakasih Bi, terimakasih Pak Kusno."
Nian memajang foto Alya di atas meja, meletakkan boneka kelinci yang merupakan hadiah ulang tahunnya. Alya sangat menyukai boneka kelinci itu dan memeluknya saat tidur. Nian juga menemukan sekotak coklat di laci meja lalu bertanya kepada Ello.
"Ello, ini kotak coklat siapa?"
"Ini... kotak coklat yang Alea berikan untuk Kak Alya. Alea bilang, coklat ini adalah coklat kesukaannya, hadiah dari kakeknya. Alea ingin berbagi coklat ini bersama Kak Alya sebagai permohonan maaf atas perbuatan teman sekelasnya."
Nian meletakkan kotak coklat itu di sebelah boneka.
"Alya, ibu lega, setidaknya ada yang begitu tulus perhatian kepadamu selain ibu, bapak, Ello. Ada Aleana, dia memang gadis kecil yang baik hatinya."
*****
Tiga hari kemudian, Aleana sudah diizinkan pulang oleh dokter. Kakek, Nenek, Om dan Tantenya menyambut kepulangan Aleana dengan hangat.
"Cucuku, Kakek senang kamu sudah sehat. Ini coklat kesukaanmu, khusus kakek beli dengan pengiriman instan."
(Aleana teringat dengan coklat yang dia berikan untuk Alya.)
Aleana tersenyum dan mengucapkan.
"Terimakasih, Kek."
"Nenek juga sudah membuatkan sup ayam untuk Alea. Kamu harus makan yang banyak ya."
"Iya Nek."
Mitha juga memberikan bandana dengan kuping kucing putih yang langsung Mitha pasangkan ke kepala Aleana.
"Lihat, menggemaskan sekali keponakan Tante."
"Terimakasih Tante Mitha."
Adjie pun tak mau kalah.
"Om juga punya hadiah kecil untukmu. Ini dia."
Adjie memperlihatkan gambar seember kecil es krim pada Aleana.
"Om letakkan di freezer nanti bisa Aleana makan kapan saja."
"Makasih Om Adjie."
Mereka makan siang bersama, suasana kekeluargaan terasa sekali. Setelah makan siang, mereka pulang. Karena rencananya mereka hanya menginap semalam tetapi berhubung Aleana masuk rumah sakit, mereka mengundur kepulangan mereka.
"Aleana sayang, Kakek dan Nenek pulang ya. Liburan nanti, kami akan berkunjung lagi."
"Iya Kek, Nek. Hati-hati di jalan."
"Hati-hati di jalan Pa, Ma", ucap Hardi dan Metta.
"Tante juga pulang dulu", ucap Metta sambil melambaikan tangan.
"Om juga", ucap Adjie sambil menggendongnya.
"Iya Om, Tante, sering-sering datang ya main sama Alea."
"Tentu, Alea sayang."
"Mbak Metta, Mas Hardi, pamit ya."
"Iya, Mitha, Adjie, hati-hati di jalan."
Aleana, Hardi dan Metta melambaikan tangan saat mobil mereka melaju pergi. Metta dan Hardi mengantar Aleana ke kamarnya.
"Sayang, ini sudah waktunya tidur siang. Kamu istirahat ya."
"Apa kamu ingin dibacakan cerita?", tanya Hardi."
"Tidak Pa, Alea akan langsung tidur."
"Oke, selamat bobo siang ya", ucap Hardi sambil mengecup kening Alea.
Metta menyelimuti Alea dan mengecup keningnya lalu mereka meninggalkan kamar Alea.
"Pa, semoga setelah ini tidak ada kejadian buruk lagi."
"Iya Ma, semua akan kembali normal seperti biasa. Papa yakin ke depannya hanya ada hal-hal baik yang terjadi."
"Amin🙏 Pa."
*****
Saat bangun tidur, Aleana mendengar suara gedebuk dari arah jendela kamar tidurnya. Aleana menarik sebuah kursi lalu menaikinya untuk melihat sesuatu yang menabrak kaca jendelanya.
Aleana melihat seekor burung kecil tergeletak di luar jendelanya. Aleana membuka salah satu kaca jendelanya lalu meraih burung kecil itu. Diangkatnya burung kecil itu dengan perlahan. Beberapa bulu burung kecil itu lepas dan burung itu juga nampak lemah.
Aleana menuruni kursi dengan hati-hati sambil memegang burung kecil itu di kedua telapak tangannya. Lalu, dia mencari papanya di kamar.
"Papa...., boleh Alea masuk."
"Iya sayang, masuklah."
"Pa, tolong burung kecil ini. Dia terluka", sambil memperlihatkan burung kecil itu yang berada di telapak tangannya."
"Dimana kamu menemukan burung kecil ini?"
"Di depan jendela kamar Alea, Pa."
"Sebentar, Papa ambil kotak obat dulu."
Hardi mengambil kotak obat dan segera mengobati burung kecil itu dengan hati-hati.
"Lukanya cukup parah. Sayap kiri dan kaki kirinya patah. Mungkin akan butuh waktu lama agar sayap dan kakinya membaik."
"Kasihan sekali burung kecil ini."
Selesai mengobatinya, Hardi membuatkan tempat tidur dari mangkuk yang diberi tumpukan kain perca untuk burung itu.
"Ini untuk tempat burung ini beristirahat sementara."
"Pa, Alea ingin merawat burung kecil ini sampai sembuh. Boleh kan Pa?"
"Tentu boleh sayang."
"Terimakasih Pa."
Aleana membawa burung kecil itu ke taman belakang. Di sana, Aleana bertemu Ello dan ayahnya. Aleana menunjukkan burung itu kepada Ello.
"Kak Ello, lihatlah, burung kecil ini. Dia terluka di depan kaca jendela kamarku. Lalu, Papa menolongku mengobatinya."
"Burung kecil ini nampak lemah. Apa kamu sudah memberinya makan?"
"Belum, aku tidak tahu harus memberinya makan apa."
"Aku tahu, kita beri dia s**u cair dan telur rebus. Aku akan minta ibu untuk membuatkannya."
Aleana dan Ello memberi makan burung kecil itu dengan sabar dan lembut.
"Alea, bagaimana kalau kita memberi burung kecil ini sebuah nama?"
"Iya Kak Ello, aku setuju. Menurut Kak Ello, apa nama yang cocok untuknya?"
"Karena dia kecil dan lucu, kita beri nama Cilu. Bagaimana?"
"Cilu, kecil dan lucu. Wah, aku suka nama itu."
"Cilu... aku dan Kak Ello akan merawatmu sampai kamu pulih."
Cilu, burung kecil itu seperti pelipur lara bagi Aleana dan Ello setelah kepergian Alya. Mereka merawatnya dengan telaten selama sebulan sampai dia pulih. Sayap kiri Cilu sudah bisa dikepakkan dan pelan namun pasti burung kecil itu terbang.
"Kak Ello, Cilu sudah bisa terbang."
"Iya, nampaknya Cilu sudah pulih."
Aleana memberitahukan kabar gembira ini kepada Papa dan Mamanya.
"Pa, Ma, Cilu sudah bisa terbang."
"Syukurlah sayang, Papa dan Mama ikut senang. Papa akan membelikan sangkar kecil untuknya."
"Alea tidak ingin Cilu tinggal di sangkar, Pa. Alea yakin Cilu ingin terbang bebas di alam. Alea akan melepas Cilu di hari peringatan kepergian Kak Alya. Alea merasa Cilu dikirim oleh Kak Alya supaya Alea tidak sedih lagi."
(Sejak kehadiran Cilu, Alea seolah merasa telah menebus rasa bersalahnya kepada Alya karena tidak berhasil menyelamatkannya. Alea merawat Cilu seperti merawat Kak Alya dan kini Cilu sudah pulih. Rasa bersalah itu berubah menjadi rasa syukur sebab disana Alya pasti sehat dan baik seperti Cilu sekarang.)
"Baiklah sayang, bila itu keinginanmu. Lusa nanti kita akan bersama mengunjungi makam Alya."
"Iya Pa."
Hari ini, tepat 40 hari kepergian Alya. Alea, papa dan mamanya serta Sutoro, Nian dan Ello, mereka bersama menuju TPU. Alea dan Ello duduk di kursi belakang.
Alea memangku Cilu di sebuah kotak kecil.
"Kamu yakin akan melepas Cilu nanti."
"Iya Kak Ello. Alam bebas adalah tempat Cilu berasal. Cilu pasti senang bisa terbang bebas. Dan suatu hari nanti, aku dan Cilu akan bertemu kembali."
Mereka telah sampai di TPU. Mereka membaca doa dan menabur bunga pada makam Alya.
"Ayah, ibu dan Ello datang. Kamu baik kan disana. Ibu selalu menyebut namamu di setiap doa. Ibu sudah ikhlaskan kepergianmu. Hiduplah dengan tenang dan bahagia disana."
"Kak Alya, ini Cilu. Dia tiba-tiba muncul setelah kepergianmu. Sayap dan kakinya terluka saat pertama kali kami bertemu. Aku dan Kak Ello merawatnya dengan baik. Kini Cilu sudah bisa terbang. Aku akan melepasnya di tempat ini. Doa Alea supaya Kak Alya disana hidup sehat dan bahagia. Tidak sakit lagi dan terbang bebas tanpa beban seperti Cilu."
Alea memandang Cilu sejenak.
"Aku akan merindukanmu, Cilu. Semoga kita bisa bertemu lagi."
Aleana membuka kotak lalu Cilu terbang keluar. Perlahan, Cilu terbang rendah mengitari Alea dan Ello seolah mengucapkan terimakasih kepada mereka. Lalu, dia terbang tinggi dan semakin tinggi lalu menghilang dari pandangan.
(Cilu berubah wujud menjadi sosok malaikat bersayap. Malaikat itu menatap Alea dan Ello dari kejauhan.)
"Kalian anak yang baik. Terimakasih sudah merawatku."
Lalu malaikat itu terbang dan menghilang tertutup awan.