Alya segera bangkit dari tempat tidur. Dia bisa berdiri dengan kedua kakinya. Dia hendak menolong Aleana dengan menyentuhnya namun sentuhannya tidak bisa mengenai tubuh Aleana. Lalu Alya berteriak minta pertolongan namun tidak ada yang datang karena tidak ada yang mendengarnya.
"Aku harus bagaimana? Mengapa tidak ada yang datang? Apa mereka tidak mendengarku?"
Alya juga melihat dirinya yang terbaring di tempat tidur.
"Apa ini berarti aku sudah tiada? Dan aku ini sekarang hanya arwah".
Setelah selesai membantu Nian mengurus data yang diperlukan dan menandatangani surat persetujuan untuk prosedur operasi, Adjie panik saat Aleana tidak ada di sampingnya.
"Alea... Alea...", panggil Adjie.
"Kemana Alea? Apa mungkin dia mencari Alya, Pak?"
Nian dan Adjie menuju tempat tidur dimana Alya berada. Saat Nian membuka tirai, mereka melihat Aleana yang tergeletak di lantai lalu Adjie segera mengangkatnya dan memanggil perawat.
"Sus, Suster, tolong, keponakan saya pingsan."
"Silahkan baringkan disini, Pak."
Salah satu suster memeriksa kondisi Aleana.
"Sus, bagaimana keadaannya?"
"Detak jantungnya lemah. Apa anak mempunyai riwayat penyakit?"
"Iya, Sus."
"Saya akan segera panggilkan dokter."
Dokter datang memeriksa Aleana dengan seksama.
"Apa Anda orangtua pasien?"
"Saya Om nya."
"Kondisi tubuhnya lemah dan mengalami syok sehingga drop. Apa pasien juga pernah menjalani pengobatan jangka panjang?"
(Dokter melihat banyak bekas suntikan pada lengan dan bagian pinggul Aleana. Arwah Alya juga melihat dengan jelas bekas suntikan itu.)
"Benar Dok. Hampir 5 tahun, Alea menjalani pengobatan rutin karena penyakit lupus yang terdiagnosis saat usianya masih 1 tahun lebih."
(Alya baru tahu mengenai penyakit yang di derita Aleana. Dia mengira selama ini, hidup Aleana begitu sempurna bak putri namun ternyata Aleana telah melewati banyak ribuan jarum suntik sedari usianya 1 tahun lebih. Dan itu hampir 5 tahun, sungguh bukan perjuangan yang mudah. Di dunia ini, dia pikir hanya dia yang paling menderita karena penyakitnya dan membuatnya harus duduk di kursi roda selama hampir 5 tahun juga. Tetapi sekarang Alya sadar apa yang terjadi kepadanya tidak seberapa ketimbang apa yang telah dilalui Aleana.)
"Sus, tolong pasang infus dan pantau perkembangan anak setiap 1 jam. Bila kondisi anak belum stabil, kita harus melakukan tindakan lanjutan."
"Baik Dok."
"Dok, apa kondisinya berbahaya?"
"Bila kondisi anak stabil setelah di infus maka bukan masalah serius namun bila kondisi anak masih drop, bisa membahayakan."
Adjie berubah lemas mendengar penjelasan Dokter.
"Aleana, tolong jangan sakit lagi. Maafin Om, tidak menjagamu dengan baik."
Nian tidak tahu harus berbuat apa, melihat kondisi Alya sudah membuat hatinya hancur dan sekarang mengetahui kondisi Aleana membuatnya tidak mampu berkata-kata.
(Metta terjebak macet. Jarak dari tempatnya ke rumah sakit juga jauh. Sedangkan Sutoro dan Ello tiba terlebih dahulu dengan menggunakan ojek yang mangkal di depan perumahan.)
Sutoro dan Ello segera mencari tahu tempat Alya dirawat dan bertemu Nian di ruang IGD.
"Bu, bagaimana keadaan anak kita?"
"Bapak.... Bapak....."
Nian merebahkan dirinya pada tubuh Sutoro.
"Bu, ada apa? Alya masih bisa diselamatkan kan, Bu."
"Alya.... kritis, dia harus dioperasi. Dokter sedang mempersiapkan operasi untuk anak kita."
"Sebenarnya apa yang terjadi, Bu? Mengapa kalian bisa kecelakaan?"
"Ibu juga tidak tahu, itu terjadi sekilat. Tiba-tiba ada sepeda motor yang menyerempet ibu dan mereka menarik kursi roda Alya bersama mereka lalu melepaskannya di tengah jalan dan tiba-tiba ada truk yang menabrak Alya. Namun Pak, saat kejadian itu terjadi, Neng Aleana... dia hendak menolong Alya, Pak..... dan.... "
"Neng Aleana......., apa terjadi sesuatu dengannya, Bu?"
"Sekarang kondisinya drop Pak. Aleana mengejar pemotor yang membawa Alya dan dia juga melihat tabrakan itu secara langsung."
"Tenangkan dirimu, Bu. Bapak yakin Neng Aleana akan baik-baik saja."
Mendengar apa yang menimpa Aleana, Ello merasa cemas.
"Alea.. Alea.. semoga kamu baik-baik saja", ucap Ello dalam hatinya.
Alya dibawa ke ruang operasi. Sutoro, Nian dan Ello ikut mengantar Alya sampai depan ruang operasi dan mereka menunggui operasi Alya.
Arwah Alya melihat kecemasan pada raut wajah Ayah, Ibu dan Ello.
"Ayah, Ibu, Ello, maafin Alya telah membuat kalian cemas. Alya selalu membuat kalian repot."
Lalu arwah Alya berjalan ke ruang IGD. Disana Adjie masih menemani Aleana.
"Aleana, cepat sadar. Kamu tidak boleh sakit lagi. Maafin aku telah merasa iri sama kamu. Padahal, kamu baik banget ke aku. Aku janji setelah kamu sadar dan operasiku berjalan lancar, aku akan menjadi temanmu. Aku akan selalu menemani dan menjagamu seperti adikku."
(Alya menitikkan air mata. Dia menyesali segala perbuatannya kepada Aleana.)
Hardi yang mendapat kabar dari Adjie bahwa kondisi Aleana drop, segera menuju rumah sakit. Satu jam berlalu, Hardi sampai begitupun Metta dan Mitha.
"Mengapa Alea bisa drop seperti ini, Djie? Apa yang menyebabkan dia drop? Katakan padaku", pinta Metta sambil menangis.
"Sayang, tenang. Jangan seperti ini. Alea pasti sedih jika melihat kamu seperti ini."
"Tapi, Aleana baik-baik saja sampai sekarang lalu tiba-tiba drop, bagaimana aku bisa tenang? Aku tidak mau Alea melalui masa-masa menyakitkan seperti dulu. Itu membuatku sakit, sakit melihat Alea menahan sakit."
"Aku mengerti tetapi Papa yakin Alea tidak akan sakit lagi. Alea hanya butuh istirahat untuk menstabilkan kondisinya kembali."
Hardi berusaha menenangkan Metta sebelum mendengarkan penjelasan Adjie. Mitha juga membantu menenangkannya. Dan setelah tenang barulah Adjie menceritakan apa yang terjadi.
Adjie bercerita mulai dari awal mereka mampir ke minimarket karena dia ingin membelikan Aleana es krim lalu Aleana berlari keluar sebab melihat Nian yang diserempet motor. Aleana melihat Alya yang berada di kursi rodanya di tarik oleh pengendara sepede motor itu, dia mengejar motor yang menarik Alya. Sampai Alya di lepas dan jatuh di tengah jalan lalu sebuah truk menabrak Alya.
"Jadi Alea berlari di terik panas dan melihat Alya yang ditabrak truk."
"Iya Mbak, menurut dokter, Alea kelelahan dan mengalami syok sehingga kondisinya drop."
(Arwah Alya hanya bisa diam menyaksikan semua.)
Metta membelai rambut Aleana, mencium keningnya
"Sayang, Alea, ini mama sayang. Cepat bangun ya, jangan buat mama sedih."
Hardi juga memegangi tangan Aleana.
"Papa, Mama, sudah menemani Alea, kamu harus kuat. Bangun ya sayang."
("Alea, begitu disayang oleh orangtua dan keluarganya. Tante Metta sangat memperhatikan Alea dan sudah mengatur jadwal Alea sedemikian rapi. Om Hardi juga, beliau tipe ayah yang penyabar dan berwibawa. Aku pernah iri dengan ini namun sekarang tidak lagi. Aku telah mengerti di balik kasih sayang yang besar ada banyak yang dilalui sehingga mereka begitu menghargai apa yang mereka miliki yaitu kamu, Alea. Kamu harus bangun, kamu enggak boleh sakit lagi.)
Operasi Alya telah selesai, dokter membawanya ke ruang ICU.
"Keluarga anak Alya."
"Iya Dok. Kami keluarganya. Saya ayahnya."
"Operasinya berjalan lancar namun semua kembali kepada kehendak Tuhan. Bila Alya bisa melewati masa kritisnya malam ini, kemungkinan nyawanya bisa tertolong. Namun, bila dia tidak dapat melewatinya maka kami tidak bisa berbuat banyak."
Nian menangis terisak.
"Pak..., ibu tidak siap kehilangan Alya. Ini salah ibu. Harusnya ibu saja yang tertabrak. Mengapa harus Alya, Pak? Selama ini, dia sudah cukup diuji dan sekarang Tuhan ingin mengambilnya. Tidak Pak, ibu tidak rela."
"Bu... tenang, kita harus banyak berdoa. Kita doakan Alya bisa melewati masa kritisnya malam ini."
Sutoro, Nian dan Ello menunggui Alya di luar ruang ICU. Mereka mendoakan keselamatan Alya.
Mendengar operasi Alya sudah selesai, Hardi menemui mereka di ruang ICU.
"Pak Toro, Bu Nian, Ello, tetap tegar. Sama-sama kita doakan agar Alya bisa melewati masa kritisnya. Dan saya juga mohon doanya untuk Alea supaya dia cepat siuman."
"Tentu Pak Hardi, kami akan mendoakan Neng Aleana."
"Ello boleh menjenguk Alea, Om?"
"Jika Aleana sudah siuman, kamu boleh menjenguknya."
Malam harinya, Ello menengok Aleana dari jendela kaca kecil pintu ruang rawat Aleana. Aleana dipindahkan ke ruang rawat VIP agar bisa mendapatkan perawatan intensif.
Ada Hardi dan Metta yang menemani Aleana sedangkan Mitha dan Adjie pulang untuk mengabarkan keadaan Aleana kepada Barata dan Mayang agar mereka tidak khawatir.
Ello tidak berani mengetuk pintu. Dia hanya berdiri di luar dan mendoakan Alea.
"Alea, cepat sadar ya. Kak Ello ingin kamu selalu sehat dan bahagia."
"Adikku itu, masih kecil tapi sudah punya perhatian sebesar itu ke Aleana. Seharusnya, aku cemburu karena memiliki saingan namun berhubung saingannya Aleana, aku akan mengalah. Kelak, aku akan membuat kamu dan Alea bisa bermain bersama dan bahagia bersama selamanya", gumam Alya yang memperhatikan Ello di sampingnya.
Tiba-tiba, sebuah bayangan hitam muncul. Bayangan itu mengenakan jubah hitam dan membawa rantai di tangannya.
Alya kaget saat bayangan itu menghampirinya dan berkata.
" Waktumu telah usai di dunia fana ini. Alya, 31 Oktober 1988, meninggal 3 November 2001 pukul 00.30 karena kecelakaan."
"Siapa Anda?"
"Aku adalah malaikat kematian. Tugasku membawa arwah yang telah meninggal."
"Aku tidak ingin ikut. Aku belum mau mati. Aku ingin minta maaf ke Alea dan aku ingin menjadi kakak untuknya. Aku ingin melindunginya seumur hidupku."
"Tidak bisa, bila kamu menolak ikut maka aku akan menyeretmu dengan rantai ini."
Alya berlari namun malaikat kematian itu memutar rantainya dan melempar rantainya tepat menjerat pinggang Alya dan memaksa Alya ikut dengannya.