Bbrrmm.
Bbrrmmm.
Suara mobil baru Kaif membuat semua orang yang ada di kafe keluar.
Knalpot racing yang digembreng olehnya menarik perhatian teman-temannya yang sedang menikmati pagi bersama-sama.
“Mobil siapa tu?” tanya seorang perempuan yang sedang memegang segelas s**u.
Kaif membuka kacanya dan mereka pun terkejut saat wajah itu bisa mereka lihat dengan jelas.
“Sialan! Kaif punya mobil baru! Berhasil dia ngerayu bapaknya.”
“Haha, secara anak pengucaha pakaian dalam, Bro!”
“Hahaha.” Mereka tetap mengolok-ngolok usaha Raihan.
Tiga pria yang merupakan teman dekatnya langsung menghampiri.
“Widiih, sok keren kali kau, Bro!”
“Haha, cemana menurut kelen? Bagus gak?” tanya Kaif.
“Mana mungkin aku bilang gak bagus. Mobilku harganya sama kayak harga spionnya,” sindir temannya tertawa bersama-sama.
“Entah, kadang-kadang pengen kusentil kuping dia kalau lagi pamerin barang baru.”
“Hahaha.” Kaif merasa lucu. “Maaf, bukan itu maksudku. Aku hanya ingin menunjukkannya sama kelen.”
“Jadi mobil lama kau ke mana?”
“Ada di rumah.”
“Wah, keren kali!” ucap temannya yang berambut keriting. “Boleh aku naik ini?” tanyanya.
“Maaf, gak boleh.”
“Shombong kali bah, untuk apa ko bawa ini kalau kami gak boleh naik?” katanya.
“Cuman ada dua jok, nanti kalau aku cuman bawa kau aja, yang lain iri, Bos!”
“Ah, gantian lah.”
“Bah, Ko kira aku supir?” sahut Kaif dengan nada tinggi namun hanya becanda.
“Yodahlah, turun kau! Taunya aku kau itu pelit bin bedekik,” kata temannya. “Jangan lama-lama di dalam, bejamur kau nanti.”
Kaif pun memarkirkan mobilnya kemudian mematikan mesin, melepas belt dan turun dari mobilnya.
Kaif disambut dengan senyuman oleh teman-temannya yang lain. Mereka melihat mobil barunya seperti ngeliatin tumpukan berlian ada di halaman kafe.
“Jadi bapak kau gak sibuk nyuruh kau kerja lagi?” tanya Martimbul yang berambut keriting tadi, akrab dipanggil Timbul.
“Ya gitulah, Bul. Kayaknya aku mau usaha aja,” jawa Kaif.
Saat berada bersama teman, Kaif berlogat seperti orang medan pada umumnya. Namun, ketika dalam rumah dan berbicara pada mama serta papanya, Kaif bertutur lebih baik.
“Usaha? Usaha apa? Rental cewek?” tanya Timbul ketawa cekikikan.
Kaif menepuk kepala Timbul. “Bapak kau tukang celemek, masak aku buka rental cewek?” jawabnya dengan pertanyaan yang dipantunkan.
“Mulut kau lah, sok tau kau bapakku tukang celemek, orang bapakku tukang cukur bulu ketek kok kau bilang tukang celemek!”
“Hahaha.” Teman-temannya tertawa tak henti, perut mereka bisa sampai sakit kalau dengerin mereka bercerita.
“Teros, mau buka usaha apa kau?” tanya Timbul lagi.
“Ada deh, nanti kukasih tau kalau udah jadi. Ni kan masih rencana.”
“Oh, gitu. Ajak-ajak kami jadi karyawan kau ya kalau betul kau buka usaha,” sambar Martin yang duduk di samping Kaif.
“Yo, tenang aja. Kau tukang pantau, gaji 9 juta, Kau tukang perintah, gaji 12 juta, terus kau tukang pijatin badanku, gaji 15 juta,” sahut Kaif.
“Macam betul kali bah! Hahaha! tukang kusuk (pijat) digaji 15 juta. Awas kau nanti disuruh Kaif plus-plus punya dia,” ujar Timbul.
Kaif tertawa terbahak-bahak. “Macam gak ada cewek aja kusuruh si Roni plus-plusin aku.”
“Hahaha. udah lah, mules perutku dengerin kelen becakap. Banyak bohongnya,” pekik Roni.
Beberapa menit mereka saling bercengkrama, tiba-tiba masuk Tania yang masih terpana pada mobil merah yang parkir di halaman.
‘Mobil siapa nih? Keren kali,’ katanya dalam hati lalu berjalan ke dalam kafe.
Tania melihat kekasihnya ada di pojok dengan teman-temannya. Wanita itu berjalan riang dan mengejutkan Kaif dari belakang.
Timbul udah kasih kode pada Kaif kalau pacarnya datang.
“Duar!” jeritnya seolah biar Kaif kaget.
“Aku gak kaget, Sayang,” sahutnya dan menoleh pada Tania.
Wanita itu mengalungkan tangannya ke leher Kaif, mencium pipinya lalu menarik kursi untuk duduk di sebelah Kaif.
“Mobil siapa itu?” tanya Tania.
“Ko tebaklah,” jawab Timbul.
“Mobil kau ya, Roni?” tanya Tania pada orang yang salah.
“Hahaha, si Roni pulak! Makan malam aja dia cuman pake kerupuk, mana pulak bisa beli mobil mewah gitu,” sambar Timbul cekikikan.
Roni melempar Timbul dengan gulungan tisu.
“Lah, mana mungkin juga Kaif ganti mobil, kan papanya sangat galak!” sambung Tania.
“Tu lah kau kan, sepele kali kau sama pesona Kaif. Dia nih ya, singa betina aja bisa ditundukkannya, apalagi yang jantan,” sahut Timbul.
Kaif tersenyum dan menarik Tania untuk bersandar di bahunya.
“Mobilku, Sayang.”
Mata Tania langsung hijau! Dia terbelalak menatap Kaif. “Serius?”
“Mmh,” sahut Kaif mengelus rambutnya. “Nanti kita jalan-jalan naik itu ya,” lanjutnya.
“Hihi, makasih, Cintaku! Mmuaach!” Tania mencium Kaif tepat di depan teman-temannya.
“Alamak! Bintilan lah mataku ini, tetengok aku pulak orang ini cupcup-an,” oceh Timbul spontan.
Sontak semua temannya tersenyum. Hal itu biasa dilakukan Tania pada Kaif di kafe ini.
Mereka memang kerap menunjukkan kemesraannya pada teman-teman.
Kaif menepati janjinya untuk membawa Tania keliling dengan mobil barunya.
Mobil Aydan yang dipaksa jadi hak milik, padahal Aydan mengatakan, “Pakailah kalau mau dipakai.” Artinya dia tidak memberikan mobil itu, hanya meminjamkannya saja.
“Kapan papa kamu beli mobil ini, Yank?” tanya Kania.
“Tadi malam udah ada di rumah,” jawab Kaif.
“Owh, papa kamu itu orangnya baik banget ya.”
“Mmh, baik.” Kaif tersenyum miring. Memang benar baik, tapi menurut Kaif dia lebih baik pada Aydan.
Penilaiannya salah. Raihan hanya ingin membuat Kaif mandiri dan berpikir ke depan, tidak sekedar menghamburkan uangnya saja.
“Yank, kapan aku ketemu sama orang tuamu?”
“Nantilah, belum ada momen pas.”
“Nungguin apa sih?”
“Nungguin acara arisan di rumah bulan depan.”
“Oh, kamu mau kenalin aku ke saudara kamu dong berarti,” kata Tania.
“Iya lah, kan aku serius sama kau.”
Tania tersenyum bahagia. “Makasih, Sayang!”
Mereka mampir di sebuah atm, Kaif turun untuk mengambil uang. Tania menunggunya di dalam mobil.
Wanita itu memeriksa semua laci yang ada di laci mobik dan tidak sengaja menemukan surat kepemilikan kendaraan yang ada dalam dompet khusus.
Tania melihatnya dan cukup terkejut pada nama yang tertera di sana.
“Mobil ini punya Aydan?” Tania mengerutkan alis. “Berarti dia bohong?” lanjut wanita itu memiringkan bibirnya ke kanan.
Tania meletakkan lagi dompet itu dan melihat Kaif berjalan menuju mobilnya.
‘Papanya ngasih mobil semahal ini sama adiknya, tapi sama kakaknya enggak. Pilih kasih kali tu orang,’ gerutunya dalam hati.
Kaif masuk ke dalam mobil dan memberikan sejumlah uang padanya.
“Apa ini?” tanya Tania.
“Peganglah, kau bilang mau beli tas.”
Tania tertawa cengengesan. “Kukira kau lupa!”
“Mana mungkin aku lupa, kan kubilang pasti bisa kau beli, tapi saat itu aku gak pegang uang cash,” sahut Kaif.
Tania langsung mengambilnya dan memasukkannya ke dalam tas.
“Terus kita mau ke mana?” tanya Tania.
“Mall, aku mau beli celana baru.”
“Oke, Sayang!”