Bab 10 : Penampilan Baru

1279 Words
Keesokan harinya. Penampilan berbeda terlihat saat Aydan menuruni tangga. Setelan baju kerjanya yang berwarna maroon membuat pria itu sangat tampan. Hanin tercengang menatap anaknya sendiri yang berjalan semakin dekat dengannya. "Pagi, Ma!" ucapnya lalu mencium pipi Hanin. "Pagi, Aydan! Kamu tumben pakaiannya bagus?" tanya Hanin. Aydan tersenyum. Bekerja di bagian promosi memang hanya menggunakan kemeja dan celana kain saja selama ini, tidak pernah pakai jas, paling vest. Raihan datang juga dari arah sebaliknya. "Dia akan menjadi CEO mulai hari ini," jawaban dari pertanyaan Aydan diambil alih oleh suaminya. Hanin tersenyum. "Wah, selamat ya atas tanggung jawab barumu!" Hanin memberikan pelukan pada Aydan. "Mmh, aku menyayangimu, Ma." "Aku juga." Hanin merapikan jasnya dan meminta mereka untuk ke ruang makan. Sarapan bersama-sama. "Mana Kaif?" tanya Raihan. "Paling masih tidur," jawab Istrinya. "Anak itu, gimana mau bagus rezekinya kalau bangunnya siang terus?" "Dia kan pulang larut malam." Hanin tetap membela anaknya. "Ya, begitu terus dari dulu." Alis Raihan berkedut. "Papa tau kalau mobilmu dipakai sama Kaif," ujar Raihan. Aydan tersenyum tipis mendengar ucapan papanya. "Kak Kaif pengen mobil itu, Pa - aku meminjamkannya." "Kau selalu mengalah padanya, Aydan!" Raihan marah. "Sudah-sudah," sahut Hanin mengelus punggung suaminya sambil memberikan sepiring nasi. "Mereka kakak adik, pinjam meminjam hal biasa," sambungnya lagi. Mamanya ingin menengahi masalah mobil tersebut. "Ya, Ma, Pa. Biarlah kak Kaif yang menggunakannya. Bukan aku gak mau, tapi menurutku saat ini aku masih belum menggunakannya." "Karena dipake dia makanya gak kau gunakan!" sahut Raihan. Aydan menelan saliva mendengar suaranya yang meninggi. Hanin tersenyum. "Astaghfirullah. Sudah, ayo makan dulu." Raihan beristighfar dalam hati, Aydan juga begitu. Mereka menarik senyum, memegang gelas lalu meneguk air di gelas. Di tengah-tengah sarapan, Raihan masih mengingatkan Aydan untuk tidak memberikan mobil itu untuknya, kalau meminjamkan boleh. Aydan mengerti dan akan menuruti perintah papanya. Hanin merasa sedih karena dua anaknya selalu saja bermasalah dalam hal yang sepele. Terlebih Kaif kekanak-kanakan. Setengah jam setelahnya, Raihan mengajak Aydan ke kantor. Pamit pada Hanin dan segera meninggalkan rumah. Mereka berada di garasi rumah. "Naik mobilmu," pinta Raihan menunjuk ke arah kiri. "Pa, kuncinya sama kak Kaif." "Ambil." Raihan tidak bersahabat pagi ini, rasa sabarnya sudah habis melihat tingkah anaknya. Aydan berlari ke dalam dan menapak anak tangga ke lantai 2, tanpa ketukan Aydan masuk. Kaif masih tertidur pulas, tidak menyadari kalau Aydan masuk. Kunci mobil yang ada di meja, Aydan ambil. "Kak, maaf, aku ikutin perintah papa." Aydan langsung meninggalkan kamar dan kembali turun. Aydan berjalan menghampiri mama dan papanya. Menunjukkan kunci lalu bersalaman lagi dengan Hanin. "Hati-hati, Nak!" "Iya, Ma." Aydan berjalan ke arah mobilnya lalu melaju beriringan dengan mobil Raihan. Melalui hari yang sejuk karena sisa hujan tadi malam masih bisa dirasakan. Sesampainya di perusahaan Adhitama Group, Raihan mengumumkan Aydan akan menduduki posisi CEO mulai hari ini. Semua karyawan heboh membicarakannya. Mulai dari sudut lantai 1 sampai lantai 6 memiliki komentar masing-masing. Aydan yang baru bekerja di bagian produksi langsung naik jabatan menjadi CEO. Ada yang nyinyir, ada pula yang mendukungnya. Di dalam ruangan barunya. Raihan sangat bangga menunjukkan ruangan itu pada Aydan. "Di sinilah tempat kerjamu yang baru, Papa harap kau suka." "Ya, Pa, Aku menyukainya, InsyaAllah aku melakukan yang terbaik untuk perusahaan kita." "Hmm, kelak kau tidak boleh terlalu lemah saat menjadi CEO. Mereka akan punya 1000 alasan agar dikasihani dari masalah yang dibuatnya, tapi kau harus tegas. Keburukan untuk perusahaan harus dibuang, kita hanya menerima orang baik yang mau bekerja sama." Nasihat Raihan ditelaahnya. Aydan menarik tegas senyum simpulnya sambil mengangguk. Raihan menjelaskan sedikit masalah bagian yang akan ditanganinya. Tak perlu waktu lama memahami semua penjelasan darinya. Waktu berlalu dengan cepat, Kaif nampaknya lupa pada rencananya berbicara dengan papanya untuk mengisi posisi CEO tersebut. Hanya Tania yang sibuk meminta Kaif menjadi CEO. Aydan menunjukkan bakatnya dalam bekerja. Penanganannya terkenal cepat, hal yang dianggap lambat segera diperbaiki. Karyawan yang lambat diberi peringatan. Untuk yang terbiasa kerja santai merasa tersinggung karena diburu cepat oleh atasan. "Kerja kayak kuda, gaji gak seberapa," cercauan itu terdengar dari mulut wanita seumuran dengan kakaknya. Sialnya, Aydan mendengar ucapanya dari balik pintu ruangan arsip. Aydan keluar lalu menegurnya. "Selamat sore, Bu!" Mendengar suara yang memanggilnya seperti tidak asing, wanita itu membalikkan tubuhnya dan sontak kaku melihat Aydan di sana. "P-pak? se-selamat sore juga!" Sahutnya lalu tertawa malu. "Bisa ikut saya ke ruangan?" tanya Aydan. "Oh, iya, Pak!" Dia merengut dan mengerucutkan wajahnya memukul-mukul kepalanya sendiri karena sudah salah bicara. 'Mampuus akuuu!' gerutunya sendiri. Aydan memintanya duduk. Wanita itu menurut, perlahan ia tarik kursinya dan dijatuhkan tubuhnya ke sana. "Apa kabar, Bu?" tanya Aydan lembut. "Baik, Pak," jawabnya melemah "Siapa nama ibu?" tanyanya lagi. "De-Dewi, Pak." "Mmh." Aydan menggangguk. "Bu Dewi tadi saya dengar ngeluh kerja di sini, kenapa?" tanyanya. "Ahaha, enggak kok, Pak! Mungkin bapak salah liat." "Dengar, Bu, saya tidak melihatnya." Aydan tersenyum tipis. "Oiya, itu maksud saya. Hehe." Tangannya keringat dingin. "Apa saya terlalu galak untuk menjadi seorang atasan?" tanya Aydan memiringkan kepala dengan wajah sepolos anak bayi. Wanita itu malah terpesona menatapnya. Menggeleng cepat padanya. Aydan melanjutkan pembicaraan. "Banyak hal yang bisa dilakukan untuk memperoleh gaji tinggi. Pertama, jadilah karyawan dengan performa tinggi agar bisa direkomendasikan ke bagian lain dengan posisi lebih baik." Aydan melihat seragam kerjanya, dia hanyalah pekerja bawah di kantor ini. Wanita itu mengangguk. "Otomatis, Ibu Dewi akan mendapat gaji lebih tinggi. Kedua, Ibu bisa lembur untuk mengerjakan hal yang bermanfaat dengan catatan hasil lemburnya diberitahukan pada tim pengawas." Dewi menelan saliva. Mana mungkin pekerja yang punya tugas bantu-bantu lembur kalau tidak diminta atasan. "Ketiga, mungkin Ibu bisa cari kerja di tempat lain yang bisa menghasilkan uang dengan jumlah lebih banyak." Aydan menekankan suara kata di tempat lain. Wanita itu menggeleng cepat, tau makna dari ucapannya. "Maaf, Pak! Saya minta maaf." Aydan tersenyum. "Saya maafkan! kurangi untuk mengumpat di belakang orangnya. Biasakan berani bicara di depannya daripada ngomong panjang lebar di belakang dan membuat gosip buruk." "Ba-ba-baik, Pak! Maafkan saya!" Aydan permisi dan meninggalkan wanita itu di ruangan. Tubuh Dewi lemas menghadapi Aydan yang berbicara tanpa nada super tinggi, tapi bisa membuat jantungnya seakan berhenti berdetak. Aydan berjalan ke arah lift untuk kembali ke ruangannya di lantai 6. Dia mendapat panggilan dari teman satu ruangannya dulu, Jo. Mumpung tidak ada orang di lift, Aydan mengangkatnya setelah melihat jam tangannya. "Selamat sore, Pak CEO!" ucapnya. "Haha! Selamat sore, Pak Jo!" Aydan tau kalau temannya mau mengelu-elunya ini. "Apakah kerjaan Bapak CEO masih banyak?" tanya Jo dengan tempo lambat dan mendayu. "Sepertinya tidak, ada apa?" "Pak CEO berkenan duduk bareng kita lagi gak sore ini sepulang kerja?" tanyanya balik. "Oke. Di mana?" Aydan dan Jo berteman baik beberapa bulan ini. "Siapa aja yang ikut?" lanjutnya. "Di kafe kopi Aceh, tempat biasa kita nongki. Butet dan Raka ikut juga." "Ya, nanti aku nyusul." "Siap, Pak CEO!" Aydan tersenyum. "Udah dulu ya. Dah!" Jo mematikan ponsel setelah Aydan mengakhirnya. Dia pun bersorak gembira pada Butet da Raka. "Dia mau, We!" jeritnya kesenangan. "Kukira dia udah gak mau lagi ngumpul sama kita," sahut Butet. "Bersyukur kali aku dia naik jabatan, aku bisa gantiin posisi dia sekarang ini," sahut Raka dari meja kerja yang biasa digunakan Aydan. "Hahaha, siap-siap lembur lah kau," sindir Butet. "Oh, mana bisa aku lembur sendiri! Kuajak lah kelen." "Ogah, aku gak mau lembur! Emakku kasian di rumah, gak ada kawannya dia." Butet menggeleng. "Maju kali kelen, kukunci kelen dalam ruangan kalok gak mau." Wajah Raka sok keren. "Haaa, hidup ini banyak misteri ya, Kawan-kawan!" "Yoi, kadang di atas kadang di bawah, kadang-kadang bisa di tengah," sambar Jo. "Nganeh udah ini, di tengah itu apa?" tanya Butet. "Taunya kau itu, sok polos kau, Dek, Dek!" Jo tertawa kecil. "Udah jam 5! Yok lah balek," kata Raka. Mereka pun berkemas dan segera mengunci pintu setelah memastikan semua peralatan di matikan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD