Bab 11 : Diikutin Seorang Wanita

1477 Words
Di kedai kopi Aceh. Mobilnya masih berada di ujung jalan namun, suara si spider sudah sampai ke kafe. Orang-orang seolah bersikap sok cuek, tapi matanya tetap menanti kedatangan mobil yang sudah bisa ditebak dari jenis langka. Belum banyak yang memiliki mobil sporti, hanya orang tertentu pastinya. Wajar jadi pusat perhatian. Ketiga teman Aydan ikut membahas suara mobilnya, di kantor juga jadi pembahasan umum tentang mobil merah yang parkir sebelum para karyawan datang dan pergi setelah karyawan pulang. Akhirnya Aydan tiba di kafe, menepikannya sesuai arahan tukang parkir. "Mobil itu yang kita lihat di kantor kan?" tanya Raka menoleh ke arah parkiran. Dua temannya ikuy menoleh. "Yayaya, itu mobil yang buat heboh sekantor!" sahut Butet. Tukang parkir pun bingung nyediain tempat untuk mobil Aydam karena takut lecet (Tergores). Akhirnya si tukang parkir punya ide, dengan susah payah bapak tersebut menggeser beberapa motor yang parkir sembarangan lalu mengarahkan mobilnya untuk berhenti di tempat terbaik yang sudah tersedia. Aydan mengikuti perintah tukang parkir sampai betul-betul aman. "Papa harusnya beliin aku mobil biasa aja. Aku jadi serba salah makenya. Gak dipake, papa marah, dipake jadi pusat perhatian." Priiittt! "Mundur lagi, lagi. Oooopp!" jerit tukang parkir menghentikan Aydan yang terus maju sampai ke garis yang pas. Aydan melepas sabuk pengaman dan jasnya. Membiarkan kemeja serta celananya saja yang tertinggal dengan gaya santai, satu kancing bagian atas dibukanya. Merampas pouch hitam di jok samping lalu ditenteng sambil membuka pintu mobil dengan cara diangkat ke atas. Aydan keluar dan menutup lagi pintunya. Semua orang menatap ke arah pria yang super duper ganteng tersebut. Lirikan menggoda Aydan membuat banyak wanita kesemsem, tatapannya mematikan. Tukang parkir tadi mempersilahkannya masuk, Aydan memberinya tip lebih karena sudah membantunya mencarikan tempat parkir. "Woah! Uang merah coy, sama kek warna mobilnya," tukas bapak itu kesenangan lalu kembali mengatur parkiran. Ketika anak-anak mendekati mobilnya, bapak itu marah dan menyuruh mereka jauh-jauh. "Heeeh! sana-sana, jangan pegang-pegang punya orang." "Pelit kali lah Bapak ini! liat aja gak boleh," gerutu seorang anak. "Sudah, pergilah! kalau rusak kita gak bisa gantinya." "Iya, Pak!" Banyak mata wanita mendelik menatap Aydan yang sedang jalan menaiki anak tangga. Bahkan yang udah punya pasangan pun curi-curi pandang. Spontan pria di sana seolah tak punya harga diri karena gak diperhatikan oleh kekasih atau wanita yang menjadi gebetannya. Aydan melihat teman-temannya duduk di ujung, langkahnya semakin dekat. Mereka berulang kali menelan ludah karena tau kalau mobil itu milik Aydan. "Tuh kan, aku udah curiga, kalau gak pak direktur yah si Aydan yang punya mobil itu!" bisik Butet. "Cemanalah, kita nikmati aja semua, bersyukur kau punya kawan orang kaya. Moga-moga kita dikasihnya naik mobil dia," ujar Raka. "Hahaha, kampungan kali kelen. Itu di dalam mobilnya cuman ada 2 joknya. Kelen gak bisa ikut, aku aja yang dibawa dia." Jo malah menyela dengan kalimat yang memancing amarah. "Huuuh!" sorak Butet dan Raka. Jo tertawa cekikikan. Aydan tiba juga setelah melalui puluhan pasang mata. Ia menyapa temannya yang melihat dengan tatapan sinis. “Kalian kenapa?” tanya Aydan heran. “Hha, gak apa-apa! duduk kau, Ay!" suruh Butet. Aydan pun duduk di samping Raka. “Ngerih kau sekarang ya, baru jadi CEO beberapa hari langsung dapat hadiah mobil baru,” sindir Butet. “Oh, itu-" Aydna tersenyum tipis. "Papaku yang beliin, itu udah ada sebelum aku jadi CEO, tapi gak kupake,” jawab Aydan. “Hmm, jadi gitu," sahut Raka. "Makanya Kelen otaknya ngeres aja lah, We!” Raka membelanya. Aydan tersenyum lebar. "Kenapa gak minum?" tanyanya. "Ahaha, cemananya kau, kami kan nunggu kau, gak setia kawan kali kami kalau mesan sendiri," jawab Butet. "Oalah, pesen aja." Aydan memanggil pelayan dan memintanya mencatat pesanan mereka satu persatu. Sembari menunggu, mereka pun kembali hangat dalam cerita dan melupakan masalah jabatan serta mobil merah itu. Dalam waktu singkat, pesanan mereka tiba. Mereka langsung menikmatinya sambil membahas hal lain sekaligus menggosip tentang karyawan di kantor. Kebiasaan Butet dan Raka yang senang membuat heboh. Dari kejauhan, Aydan merasa ada yang melihatnya terus dari tadi. Sejak dia minum, ngobrol bahkan menurutnya sangat mengganggu. Aydan mengalihkan tatapannya dan terus ngobrol dengan temannya. Wanita itu senyum sendiri dan terpesona padanya, dia adalah Tania, kekasih Kaif. Baru ini Tania bertemu dengan Aydan secara langsung. Kaif pernah menunjukkan fotonya pada Tania. Tidak disangka bahwa foto dan aslinya lebih menawan saat dilihat aslinya. Tania sampai melamun ke arahnya sambil senyum-senyum sendiri. Aydan sampai harus membelakanginya agar tidak memperhatikannya terus. 'Gila ya, adiknya lebih tampan dari Kaif. Duh, greget aku ngeliatnya,’ gumamnya dalam hati. Waktu berlalu cepat, Aydan memutuskan untuk pulang lebih dulu dari temannya karena sudah mau maghrib. Jika sempat ingin sholat di rumah. Aydan menyelip uang di balik gelasnya, cukup untuk membayar semua makanan mereka. "Eh, gak usah! kami ada duit kok!" kata Raka yang seolah menolak, tapi uangnya tetap diambil. Aydan tersenyum lebar, mereka sok malu menerimanya padahal senang. “Hati-hati kau, Ay!” ucap Butet. “Oke.” Tania langsung pamit juga pada teman-temannya untuk mengejar Aydan yang akan segera pergi dari kafe. Wanita itu mengikutinya dari belakang dengan motornya. Aydan mampir ke masjid untuk sholat di sana, ternyata tidak sempat untuk berjamaah dengan papa dan mamanya di rumah. Daripada ketinggalan waktu, Aydan memilih untuk singgah. Senja telah temaram, langit sore yang terang berganti dengan remang-remang. Cahaya twilight itu kian mengindahkan langit malam ini. Tania menunggunya di parkiran, bukannya ikut sholat, wanita itu malah duduk di motornya. Entah apa yang diinginkannya dari Aydan. Tania memarkirkan motornya tepat di depan pintu mobil Aydan. Tempat pemberhentian yang pas untuk menghentikan Aydan saat hendak masuk ke mobilnya nanti. Tik. Tok Tik. Tok Lima menit kemudian. Aydan yang baru saja turun dari tangga mesjid lalu berjalan menuju parkiran, spontan kaget ketika melihat wanita di kafe tadi ada di sana. “Kau mengikutiku?” tanya Aydan. Tania tersenyum. “Ya, bisa dibilang gitu.” “Ada apa? Kenapa kau mengikutiku?” tanya Aydan penasaran. Tania tersenyum. “Boleh gak kita kenalan?” sambil menyodorkan tangannya. Kakinya ia silang agar menampakkan tubuhnya yang seksi dengan mini dress super pendek. Aydan menyatukan tangannya ke d**a. “Maaf, aku tidak bisa bersalaman denganmu.” Tania tertawa miring. ‘Iiissh, sok suci kali sih,’ gerutunya. “Ekheem. oke kalau gitu. Maaf!” Tania mengenalkan dirinya pada Aydan. “Namaku Tania,” katanya. “Aydan,” jawabnya singkat. “Mmh, aku sudah mendengar tentangmu dari seseorang. Kau adalah seorang pekerja di Adhitama Group, benarkan?” tanya Tania. Aydan mengernyit. ‘Siapa dia? Kenapa bisa tau tempat kerjaku?’ tanyanya dalam hati. “Apa maumu? Maaf, Aku tidak pernah merasa mengenalmu.” Aydan tidak ingin berlama-lama. “Hei, jangan buru-buru lah. Aku ingin berkenalan denganmu,” tukas Tania. “Bukankah kau sudah tau namaku? Ditambah lagi kau juga tau tempat kerjaku, lalu mau apa lagi?” tanya Aydan sedikit dingin. Tania tersenyum lebar. “Aku ingin bertemu denganmu lagi.” Aydan tersenyum miring. “Kalau kau mau ketemu denganku lagi, kau bisa bekerja di tempatku bekerja,” sahutnya. “Ide bagus! Aku akan melamar kerja di sana.” “Silahkan!” Aydan membuka pintu lalu masuk tanpa kalimat akhir perbincangan. Jika Tania ingin bekerja di sana maka harus melewati beberapa tahapan. Berhadapan dengan HRD, interview sebanyak 2 kali baru minta persetujuan dari dirinya. Di rumah Raihan. Terjadi percakapan menegangkan antara anak dan ayah di ruangan kerja. Kaif membicarakan masalah pekerjaan dengan Raihan. “Aku sudah menawarkan posisi itu sebanyak 3x padamu dan kau menolaknya. sekarang kau mau bekerja di sana?” tanya Raihan. “Papa, ayolah! Aku ingin bekerja di sana sebagai CEO.” Kaif masih terus meminta tolong pada papanya. “Tidak bisa, Papa sudah mengangkat Aydan sebagai CEO.” “APA?” Kaif tidak terima kalau adiknya yang berada di posisi itu. “Aku gak mau, aku gak terima kalau Aydan yang menjalani perusahaan Papa,” lanjut Kaif. Raihan tertawa. “Kau tidak bisa seenaknya. Belajarlah untuk menghargai kesempatan selagi ada. Giliran sudah diambil orang, kau langsung kalang kabut!” Raihan meninggikan suaranya. “Semua milik Aydan! Mobil, kerjaan, Mama dan Papa juga milik dia!” bentak Kaif. Dash! Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Kaif setelah mendengar perkataannya yang tidak masuk akal. “Harusnya kau sadar bahwa adikmu selalu mengalah karena kau!” pekik Raihan menunjuk ke wajah anaknya. “Hha.” Kaif tertawa marah. “Apa yang dia berikan untukku? Tidak ada! Semua dia rebut,” sambung Kaif. “Kau harus interospeksi diri! kalau tidak kau akan menyesal.” “Papa mau apa? Ngusir aku dari rumah hanya karena anak angkat itu?” ucapnya kasar pada papanya. Raihan menatap wajahnya dengan penuh amarah. Mukanya merah padam dan tangannya sudah mengepal. Hanin masuk dan melihat suaminya sudah bersiap menghajar Kaif. Wanita itu berlari untuk melerai dua pria tersebut. “Aduh, ada apa ini?” tanyanya. “Anak ini keterlaluan!” kata Raihan. Hanin melihat Kaif yang menantang mata papanya tak bergeming. “Kaif, turunkan pandanganmu,” perintah Hanin. “Aku benci Papa!” kata Kaif lalu pergi dari ruangan tersebut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD