Author Pov
"Yun... tumben banget lo gak ke kubikel gue?" Sapa Alvira yang sudah berada di kubikel Ayunda lagi fokus dengan laptopnya.
Pertanyaan itu di lontarkan Alvira karena selama empat hari di Herlambang Group, tepat jam istirahat Ayunda langsung ada di kubikelnya. Tentu saja untuk menghabiskan bekal buatan bunda Vira.
"Yun... gak dijawab sih, marah ya gara-gara kejadian tadi?" Merasa diabaikan Alvira meraih kursi, duduk di samping sahabatnya itu. Sedangkan respon yang diberikan oleh Ayunda hanya melirik sekilas aksi Vira dan kembali fokus dengan tabel angka dilayar komputernya dan jemari kirinya terasa gemulai bergerak di keyboard dan tangan kanannya menggerakkan mouse.
'Sebenarnya gue gak marah sama lo Vir. Kerjaan gue banyak banget, gue gak marah dan mana bisa gue marah sama lo. lo itu sohib gue Vir, tapi liat tampang lo kayak gitu, seru juga ya kalau gue kerjain lo, itung-itung pembalasan gue, suruh siapa tadi pagi gue lo tertawain,' batin ayunda masih menatap layar monitor dan tanganya istirirahat diatas mouse dan keyboard.
"Yun jangan ngambek dong, eh Yun Bunda bawain gue cumi bumbu merah dan tumis kangkung, mau nyoba gak? Di bawain banyak nih." Yunda masih menjalankan aksinya, seolah tak mendengar apa yang di ucapkan Alvira. Vira yang masih belum menyerah menggoyang-goyangkan lengan kanan Yunda untuk memerhatikannya, bisa dibilang aksi Vira seperti rajukan anak kecil yang lagi merengek dibelikan permen oleh ibunya.
"Yaudah kalau lo gak mau, gue habisin sendiri aja deh, jangan ngiler ya Yun." Alvira mulai pasrah karena tidak di hiraukan oleh Ayunda, akhirnya memilih berdiri dari kursi yang di dudukinya, beranjak pergi dari kubikel Ayunda. 'Daripada ngomong sama patung mending nurutin cacing perutku yang sudah meminta jatah. Apalagi hmm... bikin ngiler masakan bunda, nanti juga baikan sendiri' batin Alvira.
"Kenapa sih lo tega banget, tertawain gue tadi pagi? Lo kira itu lucu Vir?" Dengan nada ketus yang dilontarkan Ayunda, kedua alis yang menyatu dan juga tatapan mata yang tajam kearah Vira semakin menyakinkan seolah Ayunda benar-benar marah sama Alvira. Dan saat ini posisi Ayunda yang tidak lagi menatap laptopnya melainkan berdiri tegak dengan menyilangkan kedua tangan yang ia tempelkan di perut bagian atas. Benar-benar sempurna acting yang dimainkan Ayunda.
Spontan, Alvira yang baru membalikkan badan hendak melangkah ke kubikelnya berhenti. Dia membalikkan tubuhnya kembali menatap sahabatnya dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Di gigit bibir bawahnya untuk menahan cairan bening itu tidak mengalir membasahi pipi chubby-nya, kemudian bibirnya yang mungil terlihat pink oleh polesan lip-ice berhasil meloloskan kalimat dengan intonasi yang begitu rendah namun masih terdengar dalam jarak yang tidak sampai tiga meter. "Ma'afin gue Yun, janji gue gak akan gitu lagi."
Setelah itu Alvira menundukkan kepalanya, pandangannya fokus akan wedges coklat muda yang ia gunakan, dan bibir bawahnya semakin kuat ia gigit karena air mata sudah siap untuk meluncur. Namun ia tidak bisa meninggalkan tempatnya berdiri dan pergi kekamar mandi agar bisa meluapkan emosi rasa bersalah, menangis disana. karena kalau tidak diselesaikan sekarang, Vira takut semakin tak bisa diselesaikan masalahnya dengan Yunda.
Kelemahan Alvira adalah ketika sahabatnya sudah mulai memarahinya atas tindakan konyol atau ketidak sengajaannya membuat sahabatnya jengkel berlebihan, hal ini karena waktu Vira paling banyak dihabiskan dengan sahabatnya. Vira tidak pernah bisa tahan Jika sahabatnya marah atau menjauh darinya, meskipun terlihat berlebihan, sebenarnya saat itu Vira merasakan dunianya hilang. dalam posisi sadar Vira merasa dirinya salah ia akan melakukan apapun untuk menebus kata ma'af yang diberikan sahabatnya.
Melihat ekspresi Alvira yang lusuh, seperti baju yang belum di setrika, dan air mata yang siap terjun dari mata Alvira. Ayunda sepertinya sudah puas dengan kejahilannya dan tidak sedikitpun membuat dirinya merasakan bersalah.
"Ha.. ha.. ha.. wajah lo lucu banget Vir kalau merasa bersalah gitu." Tawa Ayunda membuncah, dengan tangan kanannya menutup mulut dan tangan kirinya tetap berada diatas perut. Alvira pun mengangkat wajahnya melihat sahabatnya yang tertawa lepas kemudian hanya bisa menautkan kedua alis, matanya menyipit, serta mulut yang membulat membentuk huruf O, menandakan tidak mengerti dengan kelakuan sahabatnya.
Ayunda berhenti tertawa ketika merasakan perutnya kram, kemudian ia menarik nafas sekali dan melangkah hingga berada di depan Vira. "Aku gak mungkin marah Vir sama kamu karena masalah sepele kayak tadi,hanya bercanda he..he.., ya udah yuk makan aku ngiler nih sama masakan bunda." Ayunda sambil merangkul pundak Alvira sambil memberikan dorongan kecil di pundak Alvira menginstruksikan kakinya untuk melangkah menuju kubikel milik Vira untuk makan siang. Sedangkan Alvira yang masih mematung tak mengerti dengan kelakuan sahabatnya, meskipun kakinya terus melangkah pasti kearah kubikel kerjanya dengan bimbingan Ayunda.
Alvira POV.
"Kamu jahat banget sih Yun, ngerjain gue sampai segitunya," ucapku sambil menata nasi, cumi bumbu merah dan tumis kangkung diatas mejaku.
"Kayak lo gak aja Vir. Ayo, siapa yang tadi pagi tertawain gue? Anggap saja hari ini kita satu sama," jawab Ayunda cuek sambil mencicipi cumi yang baru saja diletakkan Vira diatas meja.
"Lo gak tau gimana takutnya gue ketika lo marah? Gue takut persahabatan kita rusak tau, apalagi cuma masalah sepele.”
"Kok berfikiran sejauh itu Vir, kitakan sahabat selamanya," ucap Ayunda sambil mengusap pelan lenganku dan juga senyum tulus yang ia tampilkan.
"Ya udah yuk, kita makan sekarang, udah ngiler ini Vir, hehe..," sambungnya lagi. Akupun hanya terkekeh.
Bismillahirahaminrrahim kita mulai memakan, ini Karena enak atau kami kelaparan 15 menit hanya menyisakan tempat makan kotor yang isinya habis di lahap.
"Yun nanti sore ke RB yuk?" ajakku pada Ayunda setelah semua bekas makanan kita bersihkan dari meja kerjaku, dan Ayunda belum balik ke kubikelnya karena jam istirahat masih ada.
"Boleh Vir... dengan kesana gue bisa merasa lebih bermakna, bisa bersyukur dengan keadaan gue saat ini. Bukan mengeluh karena kondisi yang tidak gue inginkan atau menghayal terlalu tinggi hingga gue gak sadar posisi gue sekarang. Pulang kerja kita langsung kesana ya Vir," ucap Ayunda menggebu penuh semangat.
Senyum senang tidak lepas dari sudut bibirku menyaksikan pemandangan indah orang yang sedang di hadapan ku, penuh semangat untuk melakukan kebaikan, dia sahabat ku.
*
*
*
Waktu tak terasa berputar cepat, kini jam ditanganku menunjukkan jam 4 sore. Sebenarnya kebahagianku di jam pulang bukan karena tertekan dengan pekerjaan, yah meskipun setelah jam istirahat banyak sekali laporan keuangan yang harus di cocokkan dan memastikan semuanya balance dan wajar. Namun semua itu terasa ringan ketika kita ikhlas menjalankannya.
"Vir ayo berangkat sekarang!" Kini Yunda sudah ada di depanku. Dan hanya aku balas dengan Senyum termanis yang ku punya serta anggukan kecil petanda meng-iya-kan ajakanya.
30 menit lama perjalanan, selain lokasi tidak terlalu jauh, semua ini karena matic kami yang mampu menembus macet jalanan di Jakarta serta mengambil jalan tikus untuk alternatifnya, dan sekarang kita sudah memarkirkan matic kita di halaman RB.
RB merupakan singkatan dari Rumah Belajar. Lokasinya di kampung belakang komplek perumahanku. Rintisanku bersama 2 sahabatku Kak Farel Firmansyah Bachtiar dan juga Radith Prayoga waktu kami masih pakai seragam Abu-Abu. Namun Kak Farel setelah lulus SMA, melanjutkan kuliah entah kemana. Rumornya luar negeri karena setelah itu Kak Farel benar-benar menghilang di telan bumi, raib semua informasi keberadaan dan kabarnya. Tinggal aku dan Radith yang mengelolanya, hingga ketika aku masuk kuliah kenal dengan Ayunda dia tertarik juga untuk membantu anak-anak kampung yang kurang mampu untuk terus punya pendidikan di belakang kompleks perumahanku.
"Kak Viraaa..., Kak Yundaa..." Terdegar suara yang memanggil kami, dan tentu kami mengenal suara siapa itu, itu suara Alif salah satu anak warga yang mendapat binaan di memanfaatkan RUMAH BELAJAR yang kami bangun.
"Hai Lif, jangan lari-lari nanti jatuh," seru Ayunda karena Alif sambil berlari menghampiri kita.
"Ada apa Lif?" tanyaku ketika bocah 8 tahun tersebut sudah ada di hadapan kita.
"Kak ayo masuk, kita ingin Kakak Vira bercerita, udah hampir seminggu Kak Vira dan Kak Ayunda tidak menemani kita belajar." Celoteh Alif membuatku dan Yunda saling berpandangan dan tersenyum menbenarkan ucapan Alif.
Sambil ku pegang pundaknya, membimbing untuk masuk kedalam Rumah Belajar. Ketika sudah di pintu kami bertiga di sambut senyuman manis dari Radith. Dan juga "Kak Viraa... Kak Yundaa..," teriakan dari adik-adik yang di bina di sini. Sepertinya mereka merindukan kami. Seperti kata Alif tadi kami tidak kesini hampir seminggu lebih tepatnya semenjak bekerja di Herlambang Group. Padahal biasanya kita kesini tiap hari. Walau itu hanya 2-3 jam saja.
"Teman-teman ini ada Kak Vira bagaimana kalau kita minta Kak Vira bercerita buat kita." Alif berinstruksi di depan temen-temennya dengan cerianya.
"Iya-iya Ayo Kak cerita.. CERITA... CERITA.. CERITA..." Jawaban dari seluruh mempunyai semangat tinggi belajar dan memanfaatkan fasilitas Rumah Belajar.
Aku memang sering memberikan cerita yang harapannya mampu memotivasi mereka, seperti kisah BJ. Habibie, Dahlan Iskan, Bill Gates, atau cerita-cerita berbau Islam seperti cerita para Nabi dan Rosul, para sahabat dan masih banyak lagi, menurutku anak-anak usia mereka butuh informasi yang bisa dijadikan mereka teladan nantinya.
"Kalian gak ada tugas dari sekolah?" Negosiasi pengalihan yang coba aku lakukan, karena sebenarnya aku kesini hanya untuk melihat kondisi mereka. Kalau dadakan seperti ini, bingung mau memberi mereka cerita yang berhikmah seperti apa?
"Ada sih Kak, tapi bisa nanti habis Magrib kita kerjakan. Janji deh, tapi sekarang Kakak kasih kita cerita biar tambah semangat,” kata salah satu siswa binaan. Nina namanya.
"Udahlah Vir, turutin keinginan mereka. Nanti gue deh yang pastikan mereka mengerjakan tugas sekolah setelah maghrib," ucap Radith yang tiba-tiba sudah ada di samping ku.
"Tapi gue kasih mereka cerita apa? Gak ada persiapan, Dith," bisikku.
"Kan lo suka baca. Share aja apa yang udah pernah lo baca, bereskan?"
"Adik-Adik Kak Vira akan bercerita. Kalian jangan ramai ketika nanti kak Vira bercerita. Tapi janji kalian harus mengerjakan tugas sekolah setelahnya." Instruksi Radith tanpa menunggu persetujuanku.
"Oke kak," jawab mereka serempak.
Yunda hanya tersenyum melihat aku yang tak punya pilihan lain, selain menuruti mereka bercerita, tapi cerita apa? Berfikir keras, ayo Vira.. aha, bagaimana kalau aku cerita tentang sosok Al-Fatih ya dalam menaklukan Kontantinopel, Insyaallah tanpa persiapan bisa deh cerita itu di bagi dengan mereka, insyallah ini menginspirasi.
"Ya udah kak Vira kasih kalian cerita. Kalau Cerita Sultan Muhammad Al-Fatih dalam menaklukkan Konstantinopel, kalian mau?"
"Mau Kak! Ayo kita mulai ceritanya."