Berita Jodoh

2153 Words
"Assalamualaikum Bunda, Ayah." Sambil mencium tangan mereka berdua yang sedang nyantai di ruang tengah menonton tv. "Waalaikumsalam, kok Baru pulang? Banyak kerjaan dikantor?" tanya Bunda. Ayah di samping Bunda seru dengan tayangan debat di stasiun TV swasta hanya menoleh kearahku sebentar. "Enggak, Bun. Tadi Vira habis dari Rumah Belajar, kasian Radith mengurus sendirian. Vira juga udah kangen sama tempat itu, hampir seminggu ini selalu pulang Magrib dari kantor." "Oh... ya udah sana mandi dulu. Bunda siapin makan, habis makan Bunda sama Ayah mau bicara. Kita tunggu di sini ya sayang." "Oke, Bun. Vira mandi dulu, tidak usah disiapkan makan. Tadi sudah makan di RB di traktir Radith, Bun." Setelah itu aku langsung ngacir masuk ke kamar, melakukan ritual mandi, badanku udah kerasa lengket keringat semua, gerah. 20 menit kemudian aku turun dari kamar dengan pakaian santai tanpa jilbab, karena di rumah ini hanya ayah saja laki-lakinya. Kami tinggal berempat sama Vania adikku juga yang sekarang masih SMA kelas 2. Kalau seandainya ada tamu kan pasti bunyi tuh bel, tinggal lari kekamar aja. Setelah sampai di ruang keluarga aku duduk di sofa yang berhadapan dengan ayah dan Bunda. "Ada apa Bunda? Serius banget, ya?" tanyaku penasaran. Bunda yang awalnya duduk di samping ayah, berpindah duduk di sofa yang sama denganku sambil membelai rambutku sebelum memulai bicara "Hmm.. anak Bunda sama Ayah sekarang kan udah besar, mandiri pula, tapi sayang namanya anak perempuan kan harus ada yang jagain," kata bunda sambil membelai rambutku. Aku merasa aneh dengan sikap bunda hari ini hanya bisa diam tak ada niatan menyela pembicaraan, menunggu kemana arah pembicaraan bunda. "Vir apa kamu punya pacar sayang?" ucap bunda kemudian setelah ada jeda yang lumayan lama,dan aku yang mendengar pertanyaan bunda seperti itu langsung mengangkat kepala untuk melihat bunda. "Kok bunda tiba-tiba tanya begituan? Kalau Vira punya pacar pasti nanti Vira kenalin ke Bunda sama Ayah kok." Selama ini aku yang tidak menjalin hubungan khusus dengan siapapun, ditanyain pacar, yang benar saja bunda satu ini. "Alhamdulillah, kalau kamu tidak punya pacar sayang. Besok teman bunda sama ayah mau makan malam disini. Mereka ingin ketemu kamu. Dan juga mau kenalin kamu sama anak laki-laki mereka, kamu bisa kan? Besokkan kerja mu libur sayang?" "Maksud bunda apa-an? Vira mau di jodohkan gitu Bunda?" "Sayang sejak kamu lahir, kami sepakat mau menjodohkan kamu sama anak laki mereka ketika kalian beranjak dewasa. Sekarang usiamu 24 tahun sayang, udah tinggal beberapa bulan lagi usiamu 25. Tapi kamu tidak ada tanda-tanda bawa calon ke kita. Nah, sepertinya tidak ada salahnya kan kalau niatan kami menyatukan kalian dilaksanakan?" "Ta..tapi Bunda..." "Besok cuma makan malam biasa. Kalian kenalan dulu aja, kalau emang kamu gak mau ya gak usah dilanjutkan. Bagaimana? Mau ya?" Bunda memotong pembicaraanku seolah tak ingin di bantah. Melihat bunda yang penuh harap tidak tega aku menolaknya. Hanya kenalan kan? Keputusan ada di tangan aku? "Bunda Keputusan di aku, kan? Mau atau tidak dengan perjodohan ini?" "Iya, tapi kamu harus kenalan dulu sama dia. Supaya bisa penilaian, bukan langsung main bilang tidak gitu aja ya." "Okey Bun, besok ya, jam berapa? Dimana makan malamnya?" Aku yang mulai tak berselera dengan obrolan ini dan berakhir pasrah. "Disini kok sayang, mereka yang akan kesini." "Hah kesini? Berarti kita akan sibuk masak dong, Bun?" "Enggak kok, besok kita delivery semuanya. Bunda tau kamu pengen ke RB kan besok? Pagi sampai sore kamu boleh kesana. Disini bunda sama Vania yang akan siapin semuanya. Besok makan malamnya jam 7." "Ya udah Bunda, Vira istirahat aja ya sekarang. Ayah, Bunda Vira ke kamar," ucapku sambil beranjak dari sofa kemudian mencium pipi bunda sebelum ke kamar. Aku butuh istirahat sekarang. *** Aktivitas di RB tidak tentu. Karena jam bebas mereka mau datang kesini jam berapa aja. Dan karena obrolan dengan bunda tadi malam, membuat hari ini malas di rumah. Habis sarapan aku mendatangi RB. Waktu aku habiskan untuk membaca disana. Setelah Ashar sekitar setengah 4 sore aku yang mulai bosan di RB. Melangkah keluar jalan-jalan sore di taman. Bisa sekali dayung dua pulau terlampaui. Niat refersh pikiran dengan indahnya pemandangan taman, sekaligus olahraga berjalan kaki. Setelah capek, duduk di bangku bersandar di bangku taman, sambil menatap langit. Merenung dan berfikir keputusan apa yang akan aku ambil ketika bertemu dengan anak sahabat Bunda? Menerima perjodohan? Ini jaman apa? Aku ingin menikah sekali seumur hidup. Tentunya dalam pernikahan harus ada yang alasannya. Mengapa aku memilih seseorang menjadi pendamping hidupku selamanya. Ya.. Allah berikan petunjukmu. Allahu.. Akbar.. Allahu Akbar Terdengar adzan Maghrib berkumandang. Segera mendatangi masjid kompleks, ku tunaikan kewajiban untuk beribadah. Baru setelah sholat jama'ah di masjid aku pulang kerumah. Bersiap menemui tamunya bunda. Tidak mungkin menemui mereka dalam keadaan pakaian yang sangat casual seperti ini. Hanya menggunakan celana levis tidak passbody ataupun model pencil dengan kaos oblong abu-abu lengan panjang yang sedikit lebar, hingga tidak membentuk lekuk tubuhku dan panjangnya hingga setengah 10 cm diatas lutut. Serta Jilbab segi empat warna senada dengan kaosku yang hanya ku sematkan jarum di bawah leher. Sesampainya di halaman rumah, aku parkirkan maticku dan kulihat dua mobil mahal yang satunya Ferarry merah dan satunya BMW hitam yang membuatku bertanya-tanya apa itu mobil tamunya bunda? Tapi ini masih pukul 18.15 sore. Janjiannya kan jam 7 malam. Mana mungkin sudah datang jam segini? Bukankah kebanyakan orang yang aku kenal kalau buat janji selalu datang telat? Kalau iya ini tamunya bunda, katanya makan malam biasa, kok sampai dua mobil. Banyak sekali tamunya sampai bawa 1 mobil tidak cukup. Untuk menghilangkan rasa penasaranku, langsung membuatku masuk ke rumah untuk memastikannya. Setelah membuka pintu aku melihat bunda yang hendak melangkah ke ruang tamu. "Assalamualaikum, Bun di depan ada mobil, apa tamunya sudah..." Ucapku kepotong mengikuti ekor mata bunda yang mengisyaratkan menoleh ke sofa ruang tamu "Waalaikumsalam.. " ucap seluruh orang yang ada di ruang tamu seketika aku menoleh ke sofa ruang tamu. Tidak hanya ada Ayah, dan Vania, namun terdapat 1 pasangan sepertinya seusia ayah, bunda dan juga 1 orang laki-laki muda. Mungkin seusiaku yang kelihatannya tidak asing menurutku. Sepertinya aku pernah ketemu, otakku terus berfikir mencoba mengenali siapa dia dan pernah bertemu dimana. "Sudah gak usah dilihatin terus nak Dika-nya, Ayo kenalan dulu sama keluarga om Hendra" ucap bunda membuyarkan konsentrasiku mengingatnya, dan tak sadar arah mataku menatap sosok laki-laki yang tadi bunda sebut Dika selama aku berusaha mengingat, aduh, betapa malunya aku kalau sudah seperti ini. Aku yang masih membeku di tempat berdiri. Di tarik bunda mendekat ke sofa tempat semua orang berkumpul, "Ini loh, Fit, Mas Hen, putri sulungku." Bunda mengenalkanku setelah jarakku dekat dengan pasangan tamu yang seusia orang tuaku. Aku pun mengulurkan tanganku terhadap wanita seusia bunda, yang mana tanganku disambut, maka aku mencium tangannya menandakan aku menghormati beliau, setelah itu baru ku angkat kepalaku sambil memberikan senyum. "Vira Tante," ucapku memperkenalkan diri. Aku kaget ketika perkenalanku di sambut ramah sambil cipika cipiki kemudian dengan senyum mengembang beliau memperkenalkan pasukan yang di bawanya "Sayang, nama Tante Fitri Herlambang, ini suami Tante sambil Hendra Herlambang. Dan Itu putra laki-laki satu-satunya di keluarga Herlambang, Andika Herlambang" Untuk membalas perkenalan mereka, aku hanya menangkupkan tangan dan memberikan senyum. Setelahnya aku pamit terhadap mereka untuk ganti baju terlebih dahulu. Dua puluh menit kemudian aku kembali keruang tamu. Duduk di sofa kosong yang hanya bisa di duduki 1 orang. Setelah sebelumnya, aku sudah mandi bebek, dan berganti pakaian baju kaos putih dibalut rompi putih panjang, untuk mengurangi kesan santai. dipadupadankan dengan Rok yang sangat cerah dengan banyak warna serta jilbab yang hanya ku sematkan jarum di bawah leher berwarna biru, agar ada d******i warna dari pakaian yang aku pakai. Bingung untuk memulai percakapan, aku hanya duduk di sofa kosong yang hanya bisa diduduki 1 orang. Ingin sekali melihat sosok putra laki-laki satu-satunya dari keluarga Herlambang ini, bukanku terpesona, tapi butuh untuk merangsang memoriku mengingat, siapa laki-laki ini? Kenapa aku serasa pernah melihatnya? Namun karena takut di bilang terpesona lagi, akhirnya aku memilih untuk menundukkan kepalaku, berusaha mengingat, namun hasil nihil "Alvira..." Tante Fitri memanggilku dan memberi jeda sedikit lama hingga aku berhasil mengangkat wajah melihat ke Tante Fitri "Kerja dimana Vir? Bagian apa?" lanjut tanya tante Fitri. "Staff Akuntan di Kantor Pusat Herlambang Grup." "Kantor Pusat Herlambang Group?" Tante Fitri mengulang jawabanku dengan intonasi seperti orang bertanya, dan ekspresi wajah yang seperti orang bingung atau kaget menurutku dan entalah, disaat bersamaan dua laki-laki yang bersama tante Fitri bertamu kerumah menatapku tajam, aku bingung dengan sikap mereka, kenapa mereka menatapku intens seperti itu. "Wah Mungkin ini ya Pa, yang dinamakan sudah berjodoh, mereka ternyata satu kantor," lanjut tante Fitri setelah ekspresinya berubah menjadi riang sekarang. "Maksud Tante apa?" Jujur aku masih bingung dengan mereka, apalagi ekspresi Tante Fitri yang cepat sekali berubahnya. Berjodoh? Mereka satu kantor? Siapa maksud Tante? Batinku terus bertanya, menebak pernyataan tante Fitri "Iya. Kamu dan Dika dong, Vira. Kalian sekantor, ini bukan kebetulan, tapi kalian berjodoh." Yang mana langsung memutar memoriku untuk mengingat anak laki-laki satu-satunya tante Fitri, yang katanya satu kantor denganku? Dan... di..diakan.. ya tidak salah lagi dia kan lelaki yang sampai membuat Ayunda menunggu di lobby agar bisa melihatnya di pagi hari ketika datang ke kantor. Tapi tunggu, apa dia yang akan dikenalkan dan dijodohkan dengan ku? Bukankah dia sudah punya pasangan? Yah aku terus menerka mencari jawabannya. "Maksud Tante, putra Tante Dika juga bekerja di Kantor pusat Herlambang Grup?" "Loh, kamu tidak tahu Vir? Andika ini kan CEOnya Herlambang Group. Masa kamu karyawan tidak tau siapa bos mu di kantor?" tanya Tante Fitri yang kaget karena aku tidak mengenal putranya yang ternyata CEO tempatku bekerja. "Maklum Tante, saya baru satu minggu ini bekerja di Herlambang Group dan saya kan hanya karyawan biasa," ucapku membela diri. Aku tidak harus mengkepoin orang walau itu atasanku, apalagi kita tidak ada laporan kerjaku tidak langsung berhubungan dengan CEO. "Alvira, Om mau berbicara serius maksud kedatangan keluarga Om bertamu. Mungkin Bundamu sudah memberitahu kepada mu, maksud dari Om sekeluarga kesini yaitu untuk menepati janji kami para orang tua sewaktu kamu lahir yang mana kami akan menjodohkan putra Om, Dika dengan kamu. Apa kamu bersedia?" Ucap Om Hendra mengambil alih pembicaraan. Mendengar ucapan Om Hendra, sungguh membuat ku shock. Sedari tadi beliau tidak bicara apapun dan sekali bicara langsung to the point. Aku bingung menjawab apa. Ku memberanikan melihat Dika yang kini menatapku tajam, ya dia sepertinya menunggu jawabanku, takut salah dalam menjawab aku minta pertolongan terhadap bunda. Kemaren beliau bilang ini perkenalan dulu atau makan malam biasa. 1 menit.. 3 menit.. 5 menit tak ada bantuan dari bunda "Alhamdulillah... diamnya seorang perempuan berarti iya," ucap Om Hendra yang langsung mengalihkan tatapan ku terhadap beliau, yang mana sudah lebih 5 menit aku menunggu bunda membantuku Aku harus mengklarifikasi ini, tidak aku belum menerima perjodohan ini. Pernikahan itu menyangkut masa depanku. Aku yang menjalaninya, aku harus punya keputusan sebelum menyesal. "Ma'af Om, saya belum menjawab," ucapku memberi jeda apa yang akan aku sampaikan Bagaimanapun ini harus hati-hati. Tidak boleh menyinggung apalagi berbicara dengan orang yang lebih tua. Beliau juga sahabat orang tuaku, jangan sampai aku merusaknya. Nafas besar ku hembusakan sebelum melanjutkan apa yang hendak aku sampaikan. "Saya belum memberikan jawaban, bukan berarti saya mengiyakan Om. Perjodohan ini nantinya yang akan menjalaninya saya dan putra Om, sedangkan saya tidak tahu apa putra Om setuju dengan perjodohan ini..." "Dia menerima perjodohan ini," potong Om Hendra. "Ma'af Om saya belum selesai menyampaikan pendapat saya. Baiklah kalau putra Om setuju, tapi saya butuh untuk mengenalnya. Sehingga saya meminta waktu untuk saya mengenalnya sebelum keputusan menerima atau menolak perjodohan ini." "Berapa lama kamu perlu mengenalku?" ucap Dika yang sedari tadi tak terdengar suaranya. Padahal dialah aktor utamanya dalam masalah ini. "Bukan hanya aku yang perlu mengenalmu, tapi kamu juga perlu mengenalku... dan aku butuh waktu minimal 1 tahun untuk itu, bagaimana denganmu?" "Okey aku tidak masalah, kita punya waktu 1tahun untuk saling mengenal." "Tidak kami tidak punya waktu selama itu. Bukannya kalian 1 kantor, punya waktu setiap hari untuk saling mengenal dan 3 bulan waktu yang cukup untuk mengenal bukan? Setelah itu kalian menikah." ucap Om Hendra tak ingin di bantah. "Ma'af om saya..." "Saya tidak menerima bantahan, saya sudah tua, saya ingin melihat putra saya menikah dan menggendong cucu kalian. Ini juga wasiat ibu saya, Dan Kamu Vira, apa kamu tidak ingin membahagiakan orang tuamu, melihat putrinya menikah, dan menggendong cucu pertama mereka. Apalagi usia kalian sudah matang untuk menikah." Om Hendra yang lagi-lagi memotong protesku. Sungguh superior sekali tidak ingin di bantah. Apa seperti ini sikap seseorang yang diberikan kelebihan rejeki lebih oleh Allah? Dan jangan-jangan putranya juga seperti itu mengingat buah tidak akan jatuh dari pohonnya. Astaghfirullah, kok aku su'udzon gini sih. "Iya Vir.. teman-teman seusiamu sudah banyak yang sudah menikah. Benar kata Mas Hendra kami juga sudah ingin menggendong dan menimang cucu, Vira." Kini bunda berada di kubu Om Hendra. "Huft... baiklah akan kupikirkan sekali lagi." Sungguh tidak akan menguntungkan berdebat diposisi ini. Yang ada hanya akan membuat malu diriku dan orang tuaku di depan keluarga Om Hendra. Dan Om Hendra kalau tidak memberikan ku pilihan, mengapa dia bertanya apa aku bersedia dengan perjodohan ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD