1. Simi Si Cewek Aneh

1285 Words
Tadi Simi sudah menggosok gigi dan mencuci muka, Simi tidak perlu repot-repot membersihkan diri alias mandi karena emaknya pasti hanya akan menyuruh Simi pergi ke rumah sebelah. Rumah yang selalu memesan nasi uduk legendaris Emak Meriam, resep turun temurun dari almarhum eyang tercinta Simi yang kemungkinan besar tengah disiksa di alam barzah sebelum kiamat datang. Bukan Simi mendoakan yang buruk tentang eyangnya, tetapi kenyataan kalau dulu semasa hidup eyangnya sering melakukan hal-hal aneh membuat Simi tidak bisa berharap lebih pada Tuhan yang maha kuasa agar sang eyang diringankan hukumannya. Simi tidak ingin ikut campur urusan Tuhan dengan eyangnya, Simi hanya bisa berdoa ya sedikit saja sih karena kemungkinan diampuni juga sedikit. Kini, Simi tengah duduk santai di kursi depan rumahnya sambil menunggu sang emak membungkus nasi uduk yang akan Simi antarkan pada pembeli. Pekerjaan Simi memang hanya seputar itu saja, ya bisa dibilang Simi ini pengangguran banyak acara. Jika ditanya apa pekerjaan Simi, maka Simi akan menjawab bahwa ia adalah seorang pengacara (pengangguran banyak acara). Bukannya Simi tidak ingin mencoba bekerja di luar, Simi sudah mencobanya. Namun Simi yang sama sekali tidak memiliki bakat apapun pasti akan langsung dipecat sebelum masa kontrak habis, itu semua karena Simi yang tidak bisa sabar dalam menghadapi orang-orang yang membuatnya kesal. "Simi, ini anterin nasi uduk ke rumah Bu Yanie sama Bu Setyo ya? Terus ini ada titipan buat teman kamu itu si Jaya." Emak Meriam menaruh tiga plastik berisi nasi uduk legendaris buatannya di atas meja. "Hmm ... Iya, Mak." Simi menjawab dengan mata yang fokus ke arah layar ponselnya. Emak Simi yang mendengar kalau Simi hanya menanggapinya dengan cuek pun berdecak sebal, Emak Meriam paling tidak suka jika diabaikan dan orang yang sering mengabaikannya ini ya si Simi ini. Dengan tangkasnya Emak Meriam merebut ponsel Simi, Simi tersentak. Simi berusaha merebut ponselnya, tetapi Emak Meriam malah menyembunyikan ponsel Simi dibalik tubuhnya. "Mak balikin dong ponsel Simi, lagi seru-serunya nya ini, Mak." Simi kesal karena bukannya Emak Meriam mengembalikan ponselnya, wanita paruh baya itu malah mengantongi ponsel Simi di saku bajunya. "Mak enggak akan balikin ini ponsel, kalo kamu enggak segera pergi anterin ini pesanan!" ujar Emak Meriam tegas, Simi cemberut. Ia tadi sedang membaca sebuah cerita di aplikasi yang menyediakan baca gratis, tetapi dengan tidak ada rasa bersalahnya emaknya malah merebut ponselnya. "Mak, balikin. Dikit lagi deh, habisnya penasaran itu Mak. Janji habis ini langsung Simi anterin uduknya ke rumah ...." Simi lupa, tadi emaknya meminta ia mengantarkan nasi uduk itu ke rumah siapa ya? "Hayo tadi Emak bilang kamu harus anterin ke mana itu uduk?" tanya Emak Meriam yang sepertinya sudah tahu kalau Simi si pelupa sudah lupa padahal baru saja ia mengatakan itu. Ini sepertinya efek kebanyakan membaca novel, hmm sepertinya Emak Simi harus membatasi Simi agar Simi tidak terlalu pelupa gara-gara dunia perhaluan itu. "Hehehe ... Simi lupa, Mak. Tadi Emak bilang itu uduk mau dianterin ke rumah siapa, Mak?" tanya Simi dengan cengiran khasnya. "Besok-besok enggak Emak kasih kamu beli kuota ya, gara-gara novel kupretmu ini kamu jadi pelupa. Padahal kamu masih muda, Simi. Masa ingatannya malah kuatan Emak daripada kamu?" omel Emak Meriam membuat Simi memberengut dalam hati, Simi tidak berani memberengut terang-terangan karena itu bisa bahaya. Emaknya ini 'kan kalau memberi ancaman benar-benar dilakukan, Simi tidak mau kalau sampai emaknya tidak membelikannya kouta. Oh no! Kouta adalah hidup Simi, tanpa kuota hidupnya tidak akan berwarna. "Yah jangan dong, Mak. Kuota adalah hidup Simi, tanpa kuota hidup Simi tidak akan berwarna. Tanpa kuota juga Simi tidak akan bisa ngehalu lagi, tanpa kuota Simi tidak akan ...." Kata-kata Simi terhenti ketika Emak Meriam mengeluarkan ponsel Simi dari sakunya kemudian memberikan ponsel itu pada Simi. "Ini, sana langsung dianterin itu uduk. Pusing Emak dengar puisi aneh kamu," ujar Emak Meriam yang membuat hati Simi berbunga-bunga karena akhirnya si cinta ponsel kesayangannya sudah dikembalikan tanpa ada yang lecet ataupun memar. "Ah Emak, makasih banyak!" Cup, Simi mengecup pipi Emak Meriam. "Ini tadi si uduk dianterin ke rumah siapa, Mak?" tanya Simi. "Lain kali makanya kalo Emak lagi ngomong didengerin, jangan dicuekin. Anterin itu uduk ke rumah Bu Yanie sama Bu Setyo, terus satu lagi buat si Jaya." Dahi Simi berkerut. "Jaya, Mak? Jaya siapa?" tanya Simi lagi. "Masa kamu enggak kenal? Jaya itu 'kan teman kamu, yang sering ke sini loh. Yang udah buat kamu jadi suka halu enggak jelas." "Ih Emak! Maksud Emak Jayanti? Panggilannya bukan Jaya, Mak. Tapi Anti, marah nih orangnya kalo sampe tahu Emak ganti-ganti nama panggilan orang," ucap Simi. "Udah sana pergi, keburu dingin itu uduknya." "Simi pergi dulu, assalamualaikum Emak!" Simi langsung pergi dari hadapan emaknya. "Waalaikumsalam, hati-hati!" teriak Emak Meriam. "Hallo Kak Kartu AS! Gue pergi dulu, ya?" Simi berteriak pada kakaknya yang bernama Laras tetapi sering Simi panggil Kartu AS, sengaja kata LAR Simi penggal biar agak mirip dengannya gitu. Kartu AS dan kartu SIM bukankah cocok? Hehehe. "Asem banget gue dipanggil Kartu AS mulu sama tuh bocah, hei Kartu SIM! Kurang ajar terus ya lo jadi adik gue!" teriak Laras yang tidak dipedulikan Simi, Simi hanya melambaikan tangannya riang kemudian mempercepat langkahnya. "Assalamualaikum, Tante Yanie!" teriak Simi ketika tiba di sebuah rumah. "Waalaikumsalam, eh Simi. Bawa uduk ya?" Seorang wanita paruh baya keluar dari rumahnya begitu mendengar teriakan Simi. "Heeh, Tante. Seperti biasa ya, Tante. Bayarnya sama Emak aja, tugas Simi cuma nganterin uduknya." Simi menyerahkan plastik berisi beberapa bungkus nasi uduk pada Bu Yanie. "Ya udah kalo gitu Simi pamit ya, Tan?" "Eh kok buru-buru? Sini Tante mau ngomong dulu sama Simi." Bu Yanie menahan langkah Simi. "Mau ngomong apa ya? Soalnya Simi buru-buru." Simi nampak gelisah karena perasaannya tiba-tiba tidak enak. "Gini, Simi. Tante 'kan ada kelompok arisan gitu, nah Tante minta tolong dong sama kamu, bujukin ibu kamu ikut arisan Tante, ya?" Nah 'kan, sudah Simi duga. "Maaf, Tante. Bukannya Simi enggak mau bantu, cuma itu 'kan urusan Tante sama emak jadi Simi enggak mau ikut campur. Ya udah kalo gitu Simi pergi ya, Tan? Buru-buru soalnya. Assalamualaikum ...." Tanpa menunggu jawaban dari Bu Yanie, Simi pergi dari rumah itu. Simi dapat bernapas dengan lega, terkadang Simi malas jika emaknya sudah menyuruhnya mengantar nasi uduk ke rumah Bu Yanie. Ya ini dia alasannya, Bu Yanie ini paling semangat sekali mengajak tetangga-tetangganya ikut arisan yang ia selenggarakan. Emaknya 'kan bukan orang yang berada, jangankan ikut arisan, mereka dapat makan dengan cukup saja sudah sangat bersyukur. Kini Simi berjalan menuju rumah selanjutnya yaitu rumah Bu Setyo, Simi tidak perlu takut karena Bu Setyo ini tidak seperti Bu Yanie. Ya walaupun agak sedikit galak, tetapi agak mending lah. Simi bisa mengatasi kegalakan itu, setelah berucap salam, Simi melihat anak Bu Setyo keluar dari rumah. "Eh ada Kak Simi," sapa Dito-anak Bu Setyo yang masih duduk di bangku SMA. "Eh ada si ganteng, Kak Simi mau nganterin ini nih nasi uduk titipan emak. Bilangin ya sama ibu Dito," ucap Simi sambil menyerahkan kantung plastik itu. "Oke Kak Simi Cantik!" Simi langsung tersipu mendengar itu. "Ah Dito mah bisa aja, Kak Simi 'kan enggak cantik. B aja nih," elak Simi padahal dalam hati ia senang dipuji cantik. Dito hanya tersenyum manis mendengar perkataan Simi, gadis di depannya ini begitu unik dan terkadang membuat Dito sedikit tertarik. Sedangkan Simi, bisa-bisanya ia baper hanya karena dikatakan cantik oleh bocah ingusan seperti Dito. Sepertinya otak Simi bukan aneh lagi, tetapi sudah super duper aneh. "Ya udah kalo gitu Kak Simi yang cantik ini pergi dulu ya, assalamualaikum Dito Ganteng!" Kali ini Dito yang baper mendengar perkataan Simi. "Waalaikumsalam Kak Simi cantik," balasnya sambil senyum-senyum. Simi berjalan dengan ceria, tinggal satu rumah lagi yang perlu ia antarkan nasi uduk legendaris ala Emak Meriam. Sahabatnya yang sudah mengotori otak polosnya dengan berbagai haluan tingkat tinggi, tetapi Simi merasa senang kok dengan hal itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD