twentieth tale

544 Words
"APA maksud kalian?! Ingin mencari perhatian satu sekolah?" tanya pa Zai dengan nada marah. "Maaf pa" ucap Denta. "Denta! Kamu ini ketua osis disini, seharusnya kamu mencontohkan hal-hal yang baik, bukan yang hal buruk seperti tadi!" tunjuk pa Zai ke arah Denta. "Saya minta maaf pa, saya akui saya salah" ucap Denta "Tapi pa, saya hanya membela kebenaran, Raken telah mengejek organisasi osis dengan menjelekkan kegiatan osis" lanjut Denta. "Apa itu benar?" tanya pa Zai pada Raken. "Itu sama sekali tidak benar! Saya tidak pernah mengatakan hal seperti itu! Denta sepenuhnya berbohong" ucap Raken tidak terima. "Raken, tolong ya, disini dilarang menggunakan nada tinggi, hanya saya yang berhak" ucap pa Zai. Denta mengangkat tangannya "Bapak percaya kan kalau saya selalu membela segala urusan yang menyangkut osis? Saya tidak terima, Raken yang tidak mengerti soal apapun mengejek organisasi yang sangat penting di sekolah ini" "Itu sama sekali nggak benar! Denta jaga ucapan lo, lo ngarang ya? Apa rencana busuk lo kali ini?!" bentak Raken pada Denta. "Raken, Denta tidak bersalah, dia hanya membela osis" putus pa Zai. "Tapi pa, itu sama sekali nggak benar" "Dante adalah ketua osis disini, tidak mungkin baginya jika ia berbohong, dia hanya membela yang benar" ucap pa Zai. "Tapi pa-" "Saya akan kasih kamu hukuman-" "What? Bapak percaya gitu aja sama ucapan Denta? Isn't fair!" ucap Raken tidak terima. "Ya? Kenapa tidak? Saya sudah mengenalnya cukup baik. Dan tolong, kamu sangat tidak sopan memotong ucapan saya" ucap pa Zai. Raken memberikan lirikan tajam untuk Denta, sedangkan Denta memberinya senyuman mengejek. "Besok panggil orang tua kamu kesini, saya perlu bicara dengan mereka" "Tapi pak, kedua orang tua saya sedang di luar negeri. Bagaimana jika kakak saya aja?" tawar Raken. "Pak, saya hanya memberikan informasi, bahwa Raken tidak memiliki kakak, dia hanya mempunyai adik, bernama Raya" ucap Denta dengan senyum kemenangan. Raken bergumam 's**t' yang hanya di dengar oleh Denta. "Tidak ada tawaran, bawa orang tua kamu menghadap bapak besok, dan itu sudah final" putus pa Zai tidak ingin di ganggu gugat. Lalu Raken menatap benci ke arah Denta. *** "KEN, kamu gapapa kan? Luka kamu aku obatin ya, belum di obatin kan dari tadi?" tanya Kanya di parkiran sekolah, bel pulang sudah berbunyi semenjak sepuluh menit yang lalu. Raken hanya tersenyum geli melihat Kanya yang mengkhawatirkan dirinya, lalu Kanya mencubit lengan Raken "Ih ditanya malah senyum-senyum, otak kamu geser ya gara-gara ka Denta?" tanya Kanya lagi. Raken justru tertawa mendengar ucapan Kanya. Lalu Kanya mencubit lengannya lagi "Aw, kenapa sih?" tanya Raken dengan sisa-sisa tawanya. "Kalau ditanya itu jawab, bukannya ketawa" Kanya mendengus sebal. "Tau gitu, aku nggak minta anak PMR buat obatin luka aku. Kalau kamu khawatir gara-gara aku terluka, aku rela deh nyari bahaya biar terluka" ucap Raken sambil tersenyum miring. "Kamu gila?" tanya Kanya tidak percaya. "Ya I'm insane, because of you" "Dih, aku rasa otak kamu beneran miring deh. Ih, ngeri" Kanya bergidik ngeri. "Pulang bareng yuk?" ajak Raken. Kanya menggeleng "No, aku nggak mau membahayakan diri aku sendiri dengan pulang bareng kamu" tolak Kanya. "Loh kenapa?" tanya Raken tidak mengerti. "Otak kamu kan agak geser, aku takut kamu nabrak pengendara lain dijalan" membayangkan itu membuat Kanya bergidik ngeri. Dan Kanya langsung meninggalkan Raken sendirian di lapangan yang sedang tertawa terpingkal-pingkal melihat raut wajah Kanya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD