twenty first tale

590 Words
"ADUH, Raken. Mamah nggak bisa ke sekolah kamu sekarang, mamah udah ada janji sama client. Lagian kamu ngabarin nya mendadak sih" Shelvi sedang menata rambutnya agar rapih sambil berkomat-kamit kepada Raken. Selalu seperti itu, client, janji, dan kerja. Raken heran dengan orang tuanya yang sangat mementingkan kerjaan dan uang, padahal kan Raken tidak sepenuhnya membutuh kan uang, dan Raya juga seperti itu, ia lebih butuh perhatian dan waktu. Raken menghela nafas cape "Yaudah kalau gitu, Raken berangkat dulu" setelah pamit, Raken segera keluar dari rumah ini. Raken sudah yakin itu, salah satu orang tuanya tidak akan menghadiri sekolah jika tidak ada kepentingan untuknya, mereka lebih memilih pekerjaan. Raken jadi teringat ucapan Denta sebelumnya. *Flashback on* "Ma-maksud lo?" "Gue tau lo nggak bodoh, Ken. Cewek yang telat bareng lo tadi, pacar lo kan?" Denta bertanya dengan memasang wajah ngeselin yang pernah aku lihat. "Itu sama sekali bukan urusan lo!" aku membentaknya, dia memang sepupu aku sih, tapi dia tidak berhak untuk ikut campur bukan? "Yaa sekarang mungkin bukan urusan gue, tapi setelah dengerin ucapan gue, mungkin akan jadi urusan gue nantinya" Denta tersenyum miring. Apa maksud nya? Aku yakin Denta memiliki rencana dibalik ini. "Maksud lo apa?!" aku kesal dengan Denta. Kenapa sih nggak langsung to-the-point aja, ngapain coba bertele-tele kayak gini. "Kanya kan? Dia adiknya Milano" aku berasa leherku terkena silet tajam, yang berhasil mencekat nafasku. Tunggu, Milano? Milano temen gue? Milano Arkine? Apa-apaan ini, aku telah mengenal Milano sejak lama. Namun, mengapa aku sama sekali tidak tau menau soal keluarga Milano "Lo bercanda?" aku berdecak, berusaha untuk menganggap perkataan Denta hanyalah candaan semata atau hanya untuk membangkitkan emosiku. Denta menaikkan bahunya "Terserah lo sih, mau percaya apa engga. Tapi, ya emang itu kenyataan nya. Kanya, adik kandungnya Milano. Dan dia penyebab Dean meninggal" Denta menekan kata 'Meninggal' di akhir kalimat. Lagi-lagi aku tergencang dengan kenyataan ini. Siluet tajam berhasil memotong saluran nafasku "Kalo di lihat-lihat, kayaknya lo ada rasa ya sama, Kanya-Kanya itu" tebak Denta. Aku kembali ke alam sadar, dan menghirup nafas sedalam-dalamnya "Bukan urusan lo!" kok lo tau sih Den? Lo cenayang? "Wah, wah, wah. Kayaknya seru deh kalau gue bermain-main sedikit sama Kanya-" Aku langsung menarik kerah seragam Denta dan membuatnya menghentikan ucapannya, tanganku sudah terkepal sempurna dan bersiap untuk menonjok Denta "Hentiin rencana busuk lo!" lalu aku melayangkan tinjuan pada pipi mulus Denta. "Kanya nggak ada hubungan nya dengan kematian Dean! Hentiin rencana yang ada di kepala sempit lo itu!" Setelah itu aku melepaskan tanganku dari kerah seragam Denta. Denta mengusap wajahnya kasar dan tertawa meledek "Kenapa? Tergencang ya sama kenyataan barusan? Lo mau ikut gue bales dendam sama Kanya nggak?" aku langsung menarik kerah seragam Denta lagi. "Calm down, Ken. Gue tau sih, lo nggak bakal mau ikut gue, tapi itu sih nggak penting, gue bakal lakuin itu sendiri. Ini pekerjaan mudah" "Berani lo sentuh Kanya, gue bakal lakuin hal yang sama sama Fara!" aku mengancamnya balik, Fara adalah kekasihnya, sudah di pastikan dia pasti sayang banget sama Fara. Terlihat kilatan amarah dari mata Denta mendengar nama kekasihnya di sebut olehku. Tanpa di tunggu, Denta langsung melayangkan tinjuan padaku. *Flashback off* Raken mencengkram setir mobilnya dan berharap bahwa kenyataan yang ia dengar dari mulut Denta kemarin, hanyalah sebuah kebohongan. Tapi, kalau di pikir-pikir lagi. Bisa jadi apa yang di ucapkan Denta itu kebenaran, ah kepala Raken benar-benar pusing memikirkan ini. Tapi satu tujuannya, ia harus mencari tau. Mencari tau kebenaran. Sejak Kanya membicarakan tentang keluarganya, Raken menemukan sosok Kanya yang rapuh. Dan entah perasaan dari mana, Raken ingin melindungi sosok rapuh tersebut. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD