twenty second tale

570 Words
"MILANO, gue boleh nanya sama lo nggak?" panggil Raken. Milano menoleh "Nanya apaan, Ken? Tumben banget pakai izin segala" "Lo punya adik kan?" Milano mengangguk "Iya, gue punya" "Adik lo perempuan?" "Iya" jawab Milano singkat dan ingin percakapan ini segera berlalu. "Kok lo nggak pernah ngenalin gue ke adik lo sih? Kenalin dong Lan" pancing Raken untuk mencari informasi. "Apaan sih Ken. Adik gue jarang ada dirumah, dia sibuk. Nanti lah kalau sempet gue bakal kenalin" tanpa ada raut benci di wajah nya, Milano mengucapkan itu. Raken mengangguk, kalau hanya cara seperti ini, ia tidak akan mendapatkan informasi. "Yaudah deh" ucap Raken singkat, seperti nya ia harus mencari informasi dari Kanya langsung. Kalau bisa. *** "KAK" sapa Kanya saat berpas-pas an dengan Milano di koridor sekolah. Milano mendengar sapaan itu, namun ia memilih untuk berpura-pura tidak mendengar dan berjalan dengan santai. "Kak!" ini bukan menyapa lagi, tapi ini memanggil. "Ka Lano" Kanya mengejar Milano dan mengahadapkan tubuhnya di hadapan Milano. "Kak, apa kita bisa berhenti untuk berpura-pura tidak saling mengenal?" lirih Kanya dan tatapannya seakan memaksa Milano untuk memberikan jawaban. Milano berdecak "Ngapain lo disini, nggak inget perjanjian kita?" lalu Milano berjalan meninggalkan Kanya, namun Kanya menahannya. "Anya tau itu, Anya inget kak. Tapi kenapa? Kenapa kakak nggak ingin orang-orang tau? Anya capek ka harus berpura-pura seperti ini" tanya Kanya. "Karena lo bukan adik gue! Berhenti bersikap seolah-olah nggak ada yang terjadi di antara kita" bentak Milano. Kanya sudah menduga ini, ia sudah menyiapkan mental untuk menghadapi Milano. Kakaknya, kakaknya tersayang. "Kenapa kakak terima tante Reta? Apa kakak udah nggak sayang sama Bunda?" pertanyaan ini sudah ia pendam sejak lama. Milano menatap mata Kanya "Karena itu keputusan Ayah, gue nggak berhak untuk melarang kebahagiaan Ayah-" "Kakak berhak ka! Kakak anaknya, kakak putra sulungnya!" potong Kanya cepat "Apa karena kakak udah nggak sayang Bunda lagi? Apa kakak udah lupa sama kasih sayang Bunda? Apa-" "Rasa sayang gue ke Bunda nggak pernah pudar, Nya. Walaupun tante Reta berusaha untuk menggantikan posisi Bunda, tetep nggak bisa. Kasih sayang Bunda akan selalu ada, akan abadi dan tak tergantikan" potong Milano, lalu meninggalkan Kanya yang tidak tahan menahan air matanya. Mendengar itu dari mulut Milano, membuat nya terharu. Ternyata, Milano tidak sejahat yang ia kira, Milano masih memiliki hati yang murni. *** "GUYS, masa ka Dafa mau ngajak gue ketemu orang tuanya. Oh my god, gue nggak siap buat ketemu calon mertua" ucap Luna heboh. "Serius Lun? Bagus dong, itu tandanya ka Dafa serius sama lo" sahut Karina. Luna menggeleng cepat "Nggak, gue nggak siap lah Rin. Kita bahkan baru pacaran beberapa minggu, masa ia langsung mau ngenalin ke orang tua" "Aduh Lun, tinggal ketemu aja susah banget deh. Lo cuma dikenalin kok bukan dinikahin" sahut Karina. Kanya yang dari tadi hanya menyimak, kini memainkan handphonenya, melihat feeds **. Biasanya, ketika ada yang menyebut nama 'Dafa' hatinya selalu nyeri, tapi kali ini ia hanya merasa bosan. Luna menggigit kuku nya "Aduh gimana ya cara nolaknya, gue bener-bener nggak siap" "Kenapa nggak siap Lun? Bukannya lo sama ka Dafa saling mencintai? Kenapa lo nggak mau ketemu sama orang tuanya?" sahut Kanya. Entah mengapa, wajah Luna berubah jadi pucat "Em-iya sih ki-ta saling mencintai, gue cuma nggak siap aja" Kanya melihat Luna yang terbata-bata, membuat Kanya curiga. "Yaudah lo tinggal jujur aja ke ka Dafa kalau lo emang nggak siap" sahut Kanya, dan Karina mengangguk membenarkan. "O-oke gue coba" entah kenapa Luna gugup. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD