thirty first tale

1848 Words
Karena insiden dikantin yang cukup tidak terduga bagi keduanya, Valen merasa cemas dan mencari-cari keberadaan Raken sebab ia memiliki beberapa penjelasan yang ingin ia sampaikan kepada laki-laki itu. Valen tidak ingin menunda waktu lagi, ia rasa lebih cepat akan lebih baik untuk menjelaskan seluruh alasan yang mungkin menjadi sebuah kesalahpahaman yang sampai saat ini masih tercipta dan berlangsung selama ini. Tentang sebuah perpisahan yang sebetulnya tidak betul-betul berpisah sebab tidak ada alasan apapun dibaliknya, seolah-olah pergi tanpa jejak apapun dan meninggalkan bekas luka yang sangat mendalam bagi Raken. “Raken.” Panggil Valen begitu melihat Raken setelah ia mencari ke seluruh tempat disekolahan ini. Dengan nafas yang tersenggal ia memanggil nama lelaki itu. Raut wajah Raken sangat terlihat jelas bahwa laki-laki itu terkejut atas kedatangan Valen yang tiba-tiba. Jujur, pada saat tadi ia bertemu kembali dengan Valen saja ia rasanya ingin menghilang saja dari muka bumi ini agar tidak bertemu dengan Valen. Apalagi sekarang, perempuan itu benar-benar ada didepannya dan memanggil namanya. “Raken, aku rasa aku perlu bicara sama kamu.” “Nanti aja ya, aku ada janji. Nggak bisa bicara sekarang.” Sebenarnya itu hanya alasan Raken saja karena ia tidak memiliki janji oleh siapapun saat ini, menurutnya menghindari Valen adalah langkah terbaik yang bisa dilakukan untuk saat ini. Saat Raken hendak pergi dari sana, Valen menahan lengannya. “Sepuluh menit, aku cuma butuh waktu sepuluh menit untuk bicara sama kamu.” “Nggak bisa, Len.” “Lima menit, plisss.” Raken menghela nafas, sebab sepertinya Valen benar-benar ingin bicara padanya entah untuk hal apa. Dalam helaan nafasnya, Raken mengangguk pelan dan mempersilahkan Valen untuk bicara kepadanya. “Untuk semua perbuatan yang pernah aku lakuin dulu, aku minta maaf.” Entah kenapa air matanya tiba-tiba saja mengalir dengan sendirinya. Valen saat ini benar-benar merasa bersalah kepada laki-laki didepannya. "Raken maafin aku, aku punya alasan dibalik itu semua—“ “Alasan apa? Kamu aja waktu itu pergi tanpa alasan.” Raken memotong perkataan Valen dan sedikit terdengar sewot dan tidak terima tentang perlakuan Valen dimasa lalu. "Dua tahun Len, dua tahun. Bayangin gimana rasanya di tinggal tanpa alasan, selama dua tahun Len." ketus Raken yang menjadi teringat kembali dimana Valen dengan tiba-tiba saja menghilang dari muka bumi, tidak bisa dihubungi sama sekali dan seluruh teman yang kenal Valen sama sekali tidak mengetahui dimana keberadaannya. "Maaf, Ken. Tapi perasaan aku nggak pernah berubah bahkan sampai sekarang, aku masih saying sama kamu." Air matanya kian menurun dengan deras saat membahas tentang perasaannya yang tidak pernah berubah sama sekali semenjak ia pergi dari kehidupan Raken. "Sayang? Setelah apa yang kamu lakuin ke aku, itu yang di namakan sayang? Kalau kamu emang sayang, kamu nggak akan pernah ninggalin aku dengan cara kayak gitu, Len." Raken benar-benar marah, perasaan yang tidak pernah ia keluarkan selama ini akhirnya bisa tersampaikan dengan jelas pada seseorang yang kini berada tepat didepannya. "Maaf." lirih Valen akhirnya yang mendadak bingung harus bicara apalagi sebab pembelaannya sepertinya tidak akan cukup untuk bisa Raken maafkan. "Maaf? Apa dengan kata maaf luka yang pernah kamu kasih itu ilang? Nggak kan?" tegas Raken yang mengucapkan fakta sebab ia belum bisa sembuh dari luka yang pernah Valen berikan kepadanya. Valen makin menangis keras mendengar hal itu, sepertinya ia menyakiti Raken terlalu perih. "Aku minta maaf, Raken. Aku tau aku salah, aku sadar. Tapi kita bisa balikan kan? Aku masih cinta sama kamu, kamu juga kan? Kamu masih cinta sama aku kan? Kamu belum bisa berpaling dari aku kan? Iya kan?" desak Valen yang tiba-tiba saja menjadi ingin mengajak Raken balikan. Raken mendengus mendengar perkataan itu, heran mengapa bisa-bisanya setelah apa yang sudah diperbuat dan mengharapkan dirinya untuk bisa kembali secepat ini. "Balikan? Setelah apa yang terjadi? Kamu egois! Kamu nggak pernah mikirin perasaan orang lain, Len. Selalu kayak gitu, kamu nggak pernah mau pusing-pusing untuk memikirkan perasaan orang lain. Kamu egois!" ketus Raken yang begitu kesal dengan sikap perempuan itu saat ini. Valen menggeleng namun Raken melanjutkan ucapannya untuk kembali menegaskan bahwa dirinya tidak ingin Valen kembali hadir dalam hidupnya saat ini. "Dan aku udah nggak ada perasaan apapun sama kamu, udah nggak ada tempat lagi buat orang masa lalu. Dan aku mohon dengan amat, jangan pernah lagi kamu muncul di depan aku tiba-tiba kayak gini. Kamu nggak berhak untuk kembali." ucap Raken sambil meninggalkan Valen yang sepertinya terlihat tidak terima tentang apa yang sudah Raken ucapkan. "Aku masih cinta sama kamu Raken! Aku bakal lakuin apapun untuk membuat kamu kembali ke sisi aku!" teriak Valen meskipun punggung Raken kian menjauh dari pandangannya dan sepertinya Raken pun tidak memiliki niatan untuk kembali dan berbicara lagi kepadanya dan hal itu membuat Valen kesal dan melampiaskan seluruhnya pada tangisannya. Dibalik dinding yang tidak terlihat oleh keduanya, Kanya melihat itu semua. Mendengarkan dengan detail tentang percakapan mereka. Sungguh dirinya tidak pernah mengetahui fakta ini meskipun ia dengan Valen sudah berteman sejak lama. Saat mendengarkan hal tadi, tanpa sadar air matanya mengalir, Kanya menghapus air matanya lalu pergi ke parkiran. "Lama banget, Nya. Kamu kemana aja?" tanya Raken saat Kanya sampai di mobil Raken. Kanya menyembunyikan semua pertanyaan yang ingin ia tanyakan dibalik senyumannya. "Tadi aku ke kamar mandi dulu, maaf ya kamu jadi nunggu lama." ucap Kanya yang bersusah payah tersenyum dan bersikap layaknya tidak pernah mendengar apapun sebelumnya. "Iya gapapa kok." Raken mengambil kotak di belakang. "Nih titipan dari Mama, nanti di angetin aja kalau mau makan." Raken memberikan kotak makan untuk Kanya yang berisi makanan sehat yang dibuat langsung oleh Mamanya Raken. Kanya menerima kotak itu dan mengucapkan terimakasih. Lalu Kanya membuka pintu mobil. "Mau kemana?" tanya Raken bingung sebab Kanya langsung keluar setelah ia berikan kotak makan. "Pulang." "Bareng aja, Nya." ajak Raken yang membuat Kanya bingung sebab ia tidak ingin dirinya bersama dengan Raken dulu saat ini sebab perasaannya sedang sangat kacau. "Yaudah." Setelah berbagai pertimbangan, Kanya kembali masuk dalam mobil karena ia takut jika tidak pulang bareng dengan Raken saat ini maka laki-laki itu akan mengira dirinya tidak ingin bersama atau lebih parahnya Kanya tidak bisa menyembunyikan fakta bahwa ia mendengar dengan jelas seluruh percakapan Valen dengan Raken tadi. Kanya bicara pada Raken bahwa ia ingin ke apartment saja, selain tidak ingin Raken tau keberadaan rumah Artha, ia juga ingin sendiri sekarang sebab ia perlu berpikir sejenak tentang fakta yang baru saja hadir dalam pikirannya. Mereka hanya diam, mereka sedang memikirkan hal lain. Masing-masing bergulat dengan pikiran mereka masing-masing. *** Kanya terus mengaduk-aduk secangkir cokelat hangat sampai cokelat itu tumpah sedikit demi sedikit, Kanya terlalu terhanyut dalam pikirannya. Memikirkan tentang apa hubungan Raken dan Valen, apa mereka mantan? Mengapa Valen tidak pernah bercerita dengannya? Apa benar Valen adalah sahabat dekatnya? Tetapi ia bahkan tidak mengetahui apapun tentang Valen termasuk tentang keberadaan Raken yang sepertinya pernah hadir dalam hidup sahabatnya itu. Kanya mengingat percakapan saat Raken bertanya pada dirinya soal orang yang meninggalkan Raken tanpa alasan. Apakah orang yang di maksud Raken adalah Valen? Apalagi ini, mengapa sulit bagi Kanya untuk hidup tenang dan bahagia? Tangannya terkena cipratan cokelat panas yang ia aduk sedari tadi membuat Kanya sadar lalu memekik karena tangannya terasa panas "Awh." Handphone Kanya bordering dan terkejut saat orang yang ada dipanggilan tersebut adalah Valen, orang yang sedari tadi membuat pikirannya sangat kacau. Valen's Calling... "Ya Le, kenapa?" "Tadi kamu pulang sama siapa?" "Sama Raken, Le." "Oh yaudah deh." lalu Valen memutuskan telpon sepihak. Sangat terdengar dari nada bicaranya bahwa perempuan itu seperti sedang kesal dengan sesuatu. Karena tidak pernah sama sekali Valen bicara seperti itu kepadanya. Kanya menatap layar handphonenya dengan tatapan aneh, apa maksudnya Valen menelfon nya? Dan hanya bertanya seperti itu? Kanya kembali berdebat dengan pikiran dan hatinya. *** "Kamu dari mana saja sayang? Kok jam segini baru pulang?" tanya Reta yang berada di depan pintu menunggu Kanya pulang. Hari sudah malam, Kanya baru pulang ke rumah. "Maaf, tadi Kanya main dulu ke rumah temen." alibi Kanya yang untung saja dapat diterima oleh Mamanya dan langsung dipersilahkan untuk masuk kerumah. "Yasudah, yang lain sudah nunggu kamu tuh dimeja makan. Yuk kita kesana." ajak Reta. Kanya mengikuti Reta menuju meja makan. Kanya duduk di tempatnya lalu melihat makanan yanh tersaji, disana makanannya berminyak dan bersantan. Kanya tidak boleh makan itu. "Kamu mau makan apa? Mau mama ambilin nggak?" tanya Reta. Kanya menggeleng. "Nggak usah, Kanya mau makan yang lain. Maaf ya Kanya ada bekal yang belum Kanya maka.n" lalu Kanya pergi ke dapur untuk menghangatkan makanan dari mamanya Raken ke dalam microwave. Benar-benar makanan sehat, yang hanya ada sayuran disana. Kanya membawa piring itu ke meja makan, dan bergabung untuk makan bersama. "Loh kamu sekarang makannya sayur?" tanya Artha. "Bukannya kamu paling anti sama sayuran?" lanjut Artha. Kanya mengunyah makanannya. "Iya Ayah, Kanya sekarang suka sayuran. Kanya kurang suka makanan yang berminyak dan bersantan." jawab Kanya. Masakan buatan mamanya Raken seperti masakan Bunda, enak sekali. Ia sangat ingin berterimakasih kepada Mama Raken saat ini karena telah repot-repot memberikan makanan yang sehat kepadanya. "Ayah minta ya?" pinta Artha, Kanya mengangguk, bekal yang di berikan oleh mamanya Raken memang banyak sekali bahkan jika dimakan sendirian tidak akan habis dalam waktu tiga minggu. "Enak banget sayurannya. Buatan siapa ini?" tanya Artha yang merasa bahwa bekal yang Kanya bawa sangat mirip rasanya oleh masakan istrinya dulu. Kanya tersenyum. "Buatan mamanya temen Kanya, Yah." jawab Kanya tanpa menyebutkan nama namun dalam hati ia ingin bicara terimakasih yang banyak pada Raken dan Mamanya. "Wah sayuran saja rasanya sedap." Artha sangat menyukai masakan mamanya Raken, memang tidak diragukan bahwa masakan mamanya Raken sangat mirip dengan masakan Bundanya Kanya dan membuat dirinya teringat dengan hal itu. *** Kanya sedang berada di taman belakang, karena sedari tadi ia tidak bisa tidur, jadi dia memutuskan untuk ke taman belakang halaman rumahnya. Banyak sekali bunga-bunga disini, Bunda yang menanamnya dan selalu dirawat oleh tukang kebun semenjak Bunda tiada. Kanya duduk di ayunan kayu yang sangat nyaman. "Lo pacaran sama Raken?" tanya Milano yang tiba-tiba datang dan bertanya kepadanya membuat Kanya terkejut. Kanya diam, tidak ingin menjawab pertanyaan Milano mengingat apa yang Milano lakukan tadi pagi padanya, ia masih kesal. "Dia yang cerita sama kita-kita." lanjut Milano masih menunggu jawaban langsung dari Kanya. Kanya masih diam dan menganggap Milano tidak ada. "Jauhin dia, Nya." suruh Milano yang seperti tidak suka dengan hubungan asmara yang sedang dijalani oleh adiknya. Kanya langsung berdiri. "Maksudnya?" "Lo sama sekali nggak pantes buat Raken, lo itu adalah orang yang seharusnya dihindari. Karena berdekatan dengan lo memicu kematian." ketus Milano, Milano mengucapkan itu dengan santai tapi bagi Kanya ucapan itu seperti pedang yang sangat menyakitkan. Lagi dan lagi seolah tiada henti, Milano mengucapkan hal-hal yang membuat dirinya merasa sedih. "Gue ingetin sekali lagi, jangan lupa tentang lo yang menyebabkan orang yang gue sayang meninggal! Inget itu! Lo penyebab semuanya." lalu Milano meninggalkan Kanya yang sangat rapuh di ayunan tersebut. Hati Kanya retak, sangatlah retak dengan kenyataan yang sedikit demi sedikit menghampiri dirinya. Ia tidak sanggup lagi jika hatinya ada yang membanting, hanya dalam satu bantingan lagi, sudah di pastikan hati Kanya akan sangat hancur. Rasa benci kakaknya itu seolah menjadi kesedihan baginya, sebab dirinya merasa bersalah atas semua hal yang sudah terjadi dan Kanya tidak pernah bisa menghilangkan rasa bersalahnya itu. ***  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD