thirtieth tale

1915 Words
"Tante bisa ngelihat Bunda?" tanya Kanya yang begitu bingung dengan situasi ini, tetapi tidak apa-apa Kanya mencoba bertanya. Siapa tahu benar-benar bisa melihat Bundanya, maka ia akan siapkan seluruh pertanyaan yang selalu ingin ia tanyakan kepada Bundanya sebab Kanya tau, jawaban yang akan didengar dari mulut Bunda akan selalu bisa menenangkan hatinya dan membersihkannya dari rasa penasaran. Reta menggeleng. "Mama nggak tahu, tapi Mama yakin ngelihat kondisi kamu sekarang, Bunda kamu pasti sedih loh ngeliat kamu kayak gini. Jangan nangis ya?" Reta mengangkat wajah Kanya yang sedang menunduk nangis dan membasuh air mata anak perempuan itu dengan kedua ibu jarinya. "Bunda?" Kanya memeluk batu nisan dengan begitu erat. "Maafin Kanya Bunda, gara-gara Kanya, Bunda jadi kayak gini." Kanya sangat sedih setelah mendengar cerita dari Reta yang membuatnya sadar tentang perilaku kakaknya selama ini padanya. Jangankan Milano, jika saja Kanya memiliki kesempatan untuk menyalahkan dirinya sendiri maka ia akan lakukan hal tersebut. "Bunda kamu menitipkan pesan sama mama, untuk menggantikan posisi Mevi. Bukan berarti menggantikan sosok yang pernah ada, melainkan untuk menemani kamu supaya kamu punya tempat berlindung dan tidak merasa sendirian di dunia ini. Karena masih ada Mama, meskipun tidak bisa seperti apa yang udah Bunda berikan buat kamu. Mama tetap akan berusaha semaksimal mungkin. Mama menerima permintaan itu, walaupun butuh waktu lama untuk menuruti permintaan Mevi. Tapi, Sayang. Mama nggak akan pernah bisa menuruti permintaan Bunda kamu kalau kamu nggak mau pulang ke rumah." Akhirnya Reta memiliki kesempatan untuk bisa membujuk Kanya pulang ke rumahnya, tidak menyangka akan terjadi. Reta kira Kanya sama sekali tidak ingin berbicara kepadanya, sungguh keajaiban jika Kanya mau pulang kerumah. "Suasana dirumah semakin panas, tidak ada tanda-tanda kehidupan, sekeras apapun Mama mengembalikan keadaan. Tetap nggak bisa, tanpa kamu. Kamu adalah pondasi dari rumah kita, tanpa kamu semuanya hancur sayang. Kamu nggak mau kan keluarga kita hancur? Peran kamu dirumah sangat dibutuhkan buat semuanya, Nya. Nggak ada kamu rasanya berbeda, kalau kamu nggak keberatan boleh nggak Mama minta kamu buat pulang kerumah? Mama khawatir kamu sendirian diluar sana." tanya Reta yang meminta izin kepada anak perempuan itu untuk pulang, apalagi melihat kondisi Kanya yang kini terlihat semakin kurus saja membuat dirinya sangatlah khawatir. Kanya menggeleng keras. "Kanya nggak berhak tinggal disana. Kanya bahkan penyebab Bunda meninggal." lirih Kanya, bukan tidak ingin pulang kerumah melainkan ada rasa bersalah yang mengganjal dan dirinya tidak memiliki alasan untuk bisa memaafkan dirinya sendiri yang mungkin butuh waktu. Reta menghapus air mata Kanya yang sedang menangis keras disana. "Jangan pernah menyalakan diri kamu sendiri. Semuanya sudah terjadi, Bunda sudah tenang disana. Ini takdir sayang, ini takdir. Semua bukan salah kamu, kamu bukan alasannya. Mama yakin, Bunda sedih kalau kamu berakhir nyalahin diri sendiri atas apa yang sebenarnya bukan salah kamu. Karena, Nya. Ada beberapa hal didunia ini yang tidak bisa kita hindari, kematian… setiap orang akan mengalami hal itu, bagaimanapun caranya Mama yakin pasti sakit. Apalagi untuk orang-orang yang ditinggalkan. Tapi Mama harap kamu nggak lagi nyalahin diri sendiri ya.." Reta menarik Kanya ke dalam pelukan, "Kamu pulang ke rumah ya?" bisik Reta sebagai bujukan terakhir karena dia tidak akan bisa memaksa lagi untuk pulang kerumah. Dalam diam Reta berharap bahwa Kanya akan menuruti permintaanya untuk pulang. Dalam pelukannya terasa bahwa kepala Kanya mengangguk, yang detik itu juga membuat Reta merasa senang. Namun dalam tangisannya, Kanya belum bisa terbiasa dengan fakta yang baru saja ia dengar. Ia masih terkejut dengan kenyataan barusan. *** Notifikasi dari Raken membuat Kanya menepuk jidatnya berkali-kali karena sedari tadi ia bahkan belum mengecek ponselnya. Bahkan saat Kanya lihat pada bagian baterai, baterainya berwarna merah dan sebentar lagi Kanya yakin ponselnya akan mati. Raken : Aku didepan apart kamu nih, tapi kok aku ketuk pintunya kamu nggak keluar-keluar, kamu lg mandi ya? 'Duh bales apa ya? Gamau bohong ah, Raken aja jujur melulu kalau ada apa-apa' batin Kanya sambil membenturkan handphonenya ke dahinya berfikir jawaban apa yang masuk akal untuk saat ini. Ia sungguh tidak ingin membohongi Raken sebab laki-laki itu tidak pernah melakukan hal tersebut kepadanya. Handphonenya bergetar yang mendadak membuat dirinya merasa panik, kenapa tiba-tiba Raken menelfonnya? Kanya kan jadi bingung. Raken's Calling... Kanya menggigit bibir bawahnya 'Angkat nggak ya? Angkat aja deh' batin Kanya yang akhirnya menjawab panggilan itu. "Hallo kenapa Ken?" "Kamu keluar dong, aku didepan pintu apart nih." Kanya membulatkan matanya. Bicara jujur apa tidak ya? Tanya Kanya dalam hati. "Em Ken, maaf aku nggak ngabarin sebelumnya. Aku lagi di rumah orang tua aku, aku lagi nggak ada di apart," "Kamu udah pulang? Alhamdullilah." "Iya Ken, maaf ya aku lupa ngabarin." "Iya nggak apa-apa kok, Nya. Yaudah nanti ketemu di sekolah aja ya, salam sama orang tua kamu." "Iya Ken, nanti aku salamin. See you". "See you too, Nya." Lalu Kanya membereskan seragamnya, terdengar ketukan dari kamarnya. Ia sedikit kaget karena belakangan ini tidak ada yang mengetuk pintu pagi-pagi, hanya ada alarm yang biasanya hanya Kanya matikan kembali karena sangat kencang dan kembali tidur tanpa menjalankan niatnya pada saat menyalakan alarm tersebut. "Anya? Ayo sarapan sayang." itu suara Reta, ya Kanya sudah berada di rumah Artha sekarang sebab kemarin Reta berhasil meluluhkan hati Kanya untuk kembali pulang. Saking senangnya, Reta memasakkan masakan sehat yang bergizi supaya anak perempuan itu tetap sehat dalam pengawasannya. "Iya.." lalu Kanya turun ke bawah mengikuti langkah kaki Mamanya. Kanya berhenti di tangga akhir, disana sudah ada ayahnya, Milano, dan juga Reta. Kanya ragu apakah dia akan bergabung atau memutuskan untuk langsung pergi ke sekolah. Tetapi tidak mungkin, Kanya sudah sepakat dengan Reta untuk pulang dan menetap disana, jikalau ia langsung pergi kesekolah akan aneh karena dirinya belum siap-siap. Artha berdiri dan menghampiri Kanya yang sedang melamun. "Ayo sayang, kita sarapan, dari tadi pagi banget sebelum matahari muncul, Mama udah masakin ini semua.” Kanya mengangguk dan duduk canggung bersama keluarganya, sudah lama ia tidak duduk disini, bangku kesayangannya yang berada di sebelah Artha dan berhadapan dengan Milano membuat dirinya berhasil masuk dalam dimensi masa lalu dimana mereka masih bercanda tawa saat makan bersama. "Kamu suka ayam goring mentega kan sayang? Nih Mama udah buatin buat kamu." Reta sebelum memasak sudah bertanya lebih dulu tentang makanan jenis apa yang Kanya sukai, ternyata anak perempuan itu sangat menyukai ayam goreng mentega sehingga ia langsung memasakkan hari itu juga. "Dan ini s**u vanilla, kamu suka kan?" tanya Reta sambil memberikan segelas s**u vanilla. Kanya mengangguk canggung, jujur saja ia sedikit terkejut bahwa Reta mengetahui makanan kesukaannya. Tiba-tiba saja pagi ini dirinya merasa sangat senang. "Iya, suka…" jawab Kanya "Makasih yaa." lanjut Kanya pelan sambil menyendokkan makanan kedalam mulutnya dan ternyata masakan Reta enak sekali, hampir mirip dengan restoran yang selalu ia datangi. "Ayo sarapannya dihabiskan ya." ucap Artha sambil tersenyum, ia sangat senang melihat Kanya berada disini dan sarapan bersama apalagi melihat Kanya dengan lahap memakan makanan yang ada dimeja sebab jujur saja saat Kanya datang untuk pulang kerumah ia khawatir dengan Kanya saat melihat tubuhnya yang sangat kurus, maka dengan melihat Kanya lahap memakan makanan membuatnya senang dan berharap bisa terus seperti itu. Milano yang dari tadi hanya diam dan menyimak keadaan pun menatap lekat mata Kanya. "Lo pulang?" tanya Milano sebab ia baru saja mengetahui fakta itu saat tadi pagi ia hendak untuk sarapan, Ayahnya yang bilang bahwa adiknya itu sudah pulang kerumah sejak kemarin. Karena dari kemarin ia bermain dengan teman-temannya dan begitu pulang ia tidak melihat kesekeliling rumah atau sekedar ke dapur untuk mengambil air minum melainkan langsung masuk kekamar dan tertidur pulas yang menyebabkan dirinya tidak notis terkait kepulangan adiknya. "Lan, jangan pakai lo-gue sama adik sendiri ya." tegur Reta karena mendengar hal itu, Reta mengetahui hubungan mereka kurang baik sehingga ia ingin memperbaiki hubungan mereka. "Iya ma." Reta dan Milano sudah cukup dekat, walaupun Milano terkadang masih cuek, namun dia menerima keberadaan Reta. "Kamu pulang, Nya?" tanya Milano lagi. Kanya mengangguk canggung. "Iya kak." "Yaudah, berangkat bareng aku aja." ucap Milano dan membuat Kanya tersedak karena terkejut, 'Tunggu-tunggu, tadi Ka lano bilang apa? Berangkat bareng? Dia lagi nggak ngigau kan?' batin Kanya sebab butuh ribuan purnama Milano ingin berangkat bareng kesekolah dengannya. Reta dengan sigap memberi air putih pada Kanya. Kanya tersenyum kepada Reta sambil bergumam terima kasih. Milano berdiri lalu mengajak Kanya untuk berangkat bersama begitu sarapan telah selesai. "Ayo berangkat, Nya. Udah selesai kan sarapannya?" tanya Milano sambil melihat piring Kanya yang sudah kosong. Kanya tersenyum lalu mengangguk, tidak ada yang lebih bahagia dari pada ini, mimpi apa dia semalam dapat ajakan berangkat bersama dengan Milano? Dalam hati Kanya jingkrak-jingkrak. Mereka berdua pamit pada Artha dan Reta. Lalu Milano membukakan pintu untuk Kanya. Kanya senang, tidak ada yang lebih senang dibandingkan berangkat bersama Milano hari ini. Karena dari tadi Kanya hanya tersenyum, Milano mendengus. "Jangan seneng dulu lo." Milano tidak lagi memakai aku-kamu kini suasana hatinya menjadi berbanding terbalik berbeda seperti tadi. Kanya menoleh. "Kenapa kak?" "Gue baik sama lo itu karena terpaksa." lalu Milano memberhentikan mobilnya dan menepi. Milano turun dari mobil lalu membukakan pintu keluar untuk Kanya, Kanya menaikkan alisnya. "Turun." suruh Milano. "Katanya mau berangkat bareng." ucap Kanya yang beneran kesal karena sikap kakaknya yang cukup menjengkelkan itu. "Itu cuma pura-pura, gue harus bersikap baik sama lo didepan Ayah sama Mama. Kalau nggak fasilitas gue ditarik." jelas Milano. Kanya yang tadinya terbang setinggi langit, dijatuhkan gitu aja hingga dasar bumi. Retak? Sudah pasti. "Turun." sentak Milano yang terlihat sangat tidak peduli. Lagipula apa yang bisa diharapkan dari seseorang yang sudah membenci diri Kanya, Kanya jadi sedih akan fakta tersebut. Kanya turun dan memandang Milano dengan tatapan ingin menangis namun tertahan, Kanya heran mengapa bisa kakaknya itu dengan tega menurunkan dirinya ditengah jalan seperti ini. Jika saja tau akan seperti ini mendingan Kanya berangkat sendiri dari rumah. Saat Kanya sudah turun, Milano tanpa pamit meninggalkan Kanya sendirian di pinggir jalan. Kanya berjalan sedikit ke tempat taksi, ia menggeram kesal. Kecewa dengan apa yang Milano lakukan. *** Karina dan Luna sedang berada di lapangan karena melihat Dafa tanding basket, sebenarnya Raken juga ikut tanding tapi Kanya sedang tidak mood untuk berada di lapangan. Perutnya keroncongan minta di beri asupan sekarang. "Tadi kenapa ditelfon nggak di angkat, Nya? Padahal kan aku mau ngajak bareng." tanya Valen, dia sedang bersama Valen sekarang dikantin. "Oh iya, maaf yaa aku silent jadi nggak kedengeran." lalu melanjutkan makannya. Dari kantin, terdengar suara riuh dari lapangan. Sepertinya pertandingan sudah selesai. Tapi Kanya masih tetap di kantin ngobrol dengan Valen. Lalu Raken datang tiba-tiba dan langsung meminum air mineral yang berada di genggaman Kanya. "Ih Raken, itu kan bekas aku." ucap Kanya. "Kenapa nggak nonton? Aku nyariin kamu tau." tanya Raken yang masih belum sadar akan keberadaan Valen, ia hanya fokus pandangan pada Kanya. Kanya menyegir dan mengatakan peace. "Maaf, Ken. Perut aku laper banget nih." Raken menghabiskan minuman milik Kanya, padahal tadi di lapangan banyak yang menyodorkan minuman untuknya tapi Raken memilih untuk menemui Kanya terlebih dahulu. Karena mereka belum bertemu dari tadi pagi. "Oh iya ada titipan dari mama buat kamu." kata Raken. "Titipan apa, Ken?" "Makanan sehat." Raken tersenyum pada Kanya. "Nanti pulang sekolah kamu tunggu aku di parkiran ya, soalnya titipan nya ada di mobil." pesan Raken. "Iya nanti aku tunggu." Raken mengangguk lalu mengacak-acak rambut Kanya lalu pamit pergi. "Eh, Ken tunggu." panggil Kanya. Raken menoleh dan kembali menghampiri Kanya "Kenalin ini Valencia, anak baru. Nah Le, ini Raken." ucap Kanya memperkenalkan Valen pada Raken. "Raken" panggil Valen. Raken hanya menggangguk cuek pada Valen, dan tersenyum pada Kanya lalu pergi tanpa kata. Tanpa disadari oleh Kanya, Valen sedih melihat Raken yang cuek padanya. Dan tanpa Kanya sadari, Raken shocked bertemu kembali dengan Valen. ***  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD