twenty ninth tale

1810 Words
"Kalian udah kenal lama ya?" tanya Luna saat melihat interaksi antara Kanya dengan Valen yang ia rasa sangat dekat dan kemungkinan besar mereka sudah kenal lama lebih dari Kanya kenal dengan orang-orang yang ada di sekolah ini, termasuk dirinya. "Iya, lumayan lama Lun." Kanya yang dari tadi hanya diam kini angkat bicara, mereka memang sudah kenal lama, cukup lama hingga membuat mereka merasa sudah saling mengenal satu sama lain. Karena Luna tidak menjawab apa-apa, ia menoleh pada Valen"Oh iya kamu mau makan apa Le?" tanya Kanya karena ini hari pertama Valen bersekolah disini dan juga Kanya ingin mengikuti pesanan Valen sebab dirinya merasa tidak mood untuk makan, tetapi perutnya tentu saja tetap harus diisi dan tidak boleh kosong, sehingga membuat dirinya perlu memaksakan makan walaupun kondisinya sedang tidak ingin makan. "Batagor aja deh sama es teh." kata Valen begitu melihat kearea sekeliling, ia sengaja memilih batagor sebagai pilihan sebab makanan itu ringan dan tentunya lumayan mengenyangkan perutnya. "Yuk pesen." ajak Kanya lalu Kanya dan Valen memesan pesanan mereka. Luna dan Karina memesan yang lain, sebab tadi Kanya dengar mereka belum sempat sarapan pagi tadi sehingga membut perut mereka sangat keroncongan, sepertinya mereka memilih makanan yang lebih berat. Mereka sempat terpisah saat memesan jajanan namun kembali bersama saat menyantap jajanan tersebut. Lalu mereka berempat berbincang bersama sambil menyantap makanan masing-masing. Sepertinya Valen cocok bergabung dengan teman-teman Kanya, Valen yang easygoing memang mudah untuk akrab dengan seseorang. Begitupun teman-teman Kanya yang tipikal tidak memilih-milih siapa yang akan menjadi teman dan selalu membuka pintu bagi siapapun yang ingin bergabung mengobrol. Mungkin ini adalah sebuah jalan dimana, mereka bisa bersahabatan bersama. Karena baik dengan Valen ataupun yang lainnya, Kanya merasa berteman dengan mereka adalah suatu kesempatan baik karena berkat keberadaan mereka, kehidupannya tidaklah sunyi lagi, ada tawa canda mereka yang selalu setia untuk didengar. *** "Sampai kapan kita membiarkan Kanya kabur?" tanya Reta pada Artha. Cukup kesal karena beberapakali ia mencoba menghubungi anak itu tidak ada respon baik yang terdengar dengan kata lain, panggilan dan pesan hanya diabaikan oleh Kanya. "Dia belum siap dengan semua yang terjadi. Biarkanlah dia menyiapkan diri." Sebagai Ayah, sejujurnya ia bingung harus bersikap seperti apa, dilain sisi ia juga ingin Kanya pulang kerumah ini. Karena untuk ukuran anak perempuan apalagi masih sekolah, tinggal diluar sendirian merupakan sesuatu hal yang sulit untuk dilakukan. Apalagi sepengetahuannya, anak itu tidak membawa apa-apa. "Tapi mas, Kanya anak kamu. Kamu nggak bisa menelantarkan anak kamu sendiri." Reta sangat ingin keadaan rumah menjadi membaik, tidak semakin panas seperti ini. "Aku nggak menelantarkan kok, aku selalu mengirimkan uang ke rekeningnya." Artha juga ingin Kanya kembali ke rumah, namun ia tidak mau memaksa Kanya. Artha tidak mau Kanya tersiksa jika di paksa. Sebab dilihat dari sisi anak itu, Artha mengerti bahwa tidak semua hal bisa berjalan sesuai dengan apa yang ia inginkan. Reta menghela nafas. "Apa Kanya membutuhkan uang? Nggak mas. Yang Kanya butuhkan adalah perhatian dari orangtuanya. Kalau kita diem aja kayak gini dia bakal berpikir kalau kita tidak perhatian dan tidak khawatir jika dia tidak berada dirumah." jelas Reta. "Dia gadis remaja, sendirian di luar dan entah dimana dia tinggal, dan kita masih santai dirumah dan berpikir bahwa dia akan baik-baik aja?" tanya Reta membuat Artha bungkam. Ya, perkataan Reta terdengar masuk akal dan benar. Bagaimana jika nanti Kanya berpikir bahwa selama ia pergi tidak dicari olehnya dan mengira bahwa tidak ada Kanya dirumah ini pun sebetulnya tidak apa-apa. Jauh dari lubuk hati Artha jelas tidak menginginkan hal itu terjadi karena bagaimanapun Kanya tetap anak perempuannya. "Pergaulan diluar sana sangatlah bebas. Apa kamu mau Kanya rusak gara-gara pergaulan bebas? Apa Mevi nggak sedih disana melihat anaknya tidak dianggap?" tanya Reta. "Aku sadar, akulah yang memicu keadaan menjadi seperti ini. Dan mulai saat ini, aku akan mencoba membujuk Kanya untuk pulang." lalu Reta keluar dari rumah untuk menjemput Kanya di sekolah, Reta tahu walaupun Kanya pergi dari rumah, Kanya tidak akan meninggalkan sekolah. Jadi rencana Reta adalah, ia akan mencoba mencari ke sekolahan Kanya. sebetulnya sudah terpikirkan sejak jauh-jauh hari namun ia bingung harus melakukannya kapan karena Ayahnya Kanya yang begitu acuh atas kepergian Kanya dari rumah. Ia sudah tidak bisa lagi membiarkan hal ini terjadi, ia perlu untuk membujuk Kanya untuk pulang kerumahnya. *** "Kanya, bereskan buku-buku mu lalu bawa tasmu ke ruang kepala sekolah." suruh guru yang sedang mengajar di kelasnya sehabis menerima pesan bahwa anak yang sedang ia ajar, Kanya. perlu untuk mendatangi ruang kepala sekolah. Kanya bertanya. "Ada apa ya bu?" Kanya yang sedari tadi diam karena fokus menjawab pertanyaan tugas yang sudah ia catat di bukunya pun bingung karena harus segera pergi keluar kelas, apalagi ia disuruh membereskan buku dan pergi keruang kepala sekolah. Ia sudah mengira-ngira, apakah ia melakukan kesalahan sebelumnya? Apakah ini adalah simbol bahwa ia perlu keluar dari sekolah ini? Tapi Kanya rasa, ia tidak membuat masalah apapun akhir-akhir ini. "Saya kurang tau, saya hanya di beri informasi bahwa ada yang ingin bertemu kamu di ruang kepala sekolah." "Yasudah bu, saya kesana ya." pamit Kanya segera membereskan barang-barang yang ada dimejanya dan segera berangkat pergi dari sana. Kanya berjalan menuju ruang kepala sekolah lalu mengetuk pintu tersebut. "Masuk." ucap seseorang di dalam sana mempersilahkan Kanya untuk langsung masuk saja karena pintunya tidak terkunci. Kanya membuka pintu, lalu masuk. "Ada yang ingin bertemu dengan kamu." lalu kepala sekolah menunjuk seseorang dibelakang Kanya. Kanya menengok ke belakang, lalu menutup mulutnya karena terkejut. "Tante ngapain kesini?!" ketus Kanya. Jika saja ia tau bahwa Reta yang memiliki urusan dengannya, Kanya akan membolos saja walaupun perlu melompati pagar dibelakang sekolah yang sangat tinggi itu. "Mama mau ngajak kamu ke suatu tempat, kamu ikut ya?" tanya Reta lembut, dalam hati berharap bahwa anak perempuan itu memberikan dirinya kesempatan untuk menjelaskan seluruh kesalahpahaman yang terjadi hingga membuat anak gadis itu pergi dari rumah untuk waktu yang cukup lama. Kanya menggeleng keras. "Nggak! Tante pergi! Aku nggak mau ikut tante!" Kanya tidak kuat mendengar Reta menyebut dirinya sebagai 'Mama' mendengar itu seperti tamparan bagi Kanya untuk mengingat bahwa Reta sudah menjadi istri Artha yang berarti dia adalah Mama barunya. Ia hanya berpikir bahwa, Mama yang sesungguhnya adalah Bunda. Dan selamanya akan begitu, tidak akan pernah bisa posisinya tergantikan oleh siapapun. "Kanya, dia mama kamu. Kamu ikut dengan dia ya? Ibu udah izinin kamu tidak mengikuti pelajaran." ucap kepala sekolah. Terlihat sekali bahwa sebelum Kanya datang, mereka sudah merencanakan ini semua, sepertinya Kanya kurang memprediksi bahwa hal ini akan terjadi. Namun ia tidak bisa membiarkan sekolahnya absen selama itu, ia tetap harus pergi sekolah. Tatapan Reta melembut dan membuat Kanya jadi lemas, lemas karena mengingat bundanya. "Ayo sayang, ikut mama ya? Sekali ini aja" pinta Reta benar-benar memintanya untuk ikut dengan sungguh-sungguh. Diam-diam ia berharap bahwa Kanya memberikan dirinya kesempatan untuk menjelaskan semua yang telah terjadi. Tubuh Kanya gemetar dan menggigit bibir bawahnya. "Ma-mau kemana?" tanya Kanya. Reta mendekatkan dirinya pada Kanya lalu mengusap rambut Kanya, membuat Kanya menahan nafas dan memejamkan matanya ."Kita ke suatu tempat, mama yakin kamu suka, mau ya sayang?" tanya Reta lembut dan entah kenapa Kanya mengangguk setuju. Sebab dirinya merasa bahwa, tidak ada salahnya juga mencoba untuk mengobrol dengan mama barunya itu. Ia pun penasaran akan dibawa kemana dirinya nanti, karena dari nada suara Reta, sepertinya ada hal serius yang akan dibicarakan saat ini juga. Kanya perlu bersiap-siap akan hal tersebut. *** "Makam Bunda?" tanya Kanya. Reta mengangguk sambil menatap gundukan tanah makam bundanya Kanya. "Dulu mama dan Mevi adalah teman di SMA, dia adalah gadis yang sangat baik. Dia sering menolong banyak orang, hatinya lembut, selembut kapas." Reta memulai bercerita, berharap bahwa Kanya mendengarkan dengan seksama dan anak perempuan itu tidak salah paham dengan cerita yang hendak ia ceritakan. "Waktu itu, waktu mama melayat ke rumah kamu. Artha memberikan suatu surat untuk mama. Ternyata dari, Mevi. Kami berteman baik sebelum Mevi meninggal, kita sering belanja bersama. Dan kamu mau tau isi suratnya?" Kanya mengangguk, sudah pasti tanpa perlu ditanya ia sangatlah ingin tau apa yang ada dalam surat tersebut. "Mevi, Bunda kamu. Meninggal karena penyakit jantung, dan Bunda berpesan sama Mama untuk menjaga kamu, karena kamu adalah putri dari Artha dan Meviana, Mevi sangat sayang sama kamu, bahkan saat-saat terakhir dia masih mengingat kamu. Dia sangat takut kalau kamu tidak bisa mengurus diri nantinya, dan untuk itu Bunda kamu berpesan sama mama untuk menjaga kamu. Untuk mendidik kamu selayaknya anak remaja pada masanya." Kanya meneteskan air matanya, ternyata Bunda menyayanginya lebih dari apapun. Mendengar cerita dari Reta membuat dirinya mengingat kembali bagaimana Bunda hadir dalam hidupnya. Membuat dirinya kian merindukan sosok Bunda. "Tapi, kata Ka Milano. Aku penyebab Bunda meninggal." lirih Kanya kembali mengingat entah sudah berapa kali kakaknya mengucapkan hal itu, hingga sampai saat ini masih terekam dengan jelas bagaimana ucapan kakaknya. Reta menggeleng keras. "Bukan, Mevi meninggal karena penyakit jantung, Nya." Mendengarkan hal tersebut membuat dirinya sesak. Bagaimana mungkin, bundanya meninggal karena penyakit jantung? Kanya kesulitan bernafas. "Jangan bohong, ucapkan yang sebenarnya, dan kenapa aku nggak mengingat apapun tentang kematian Bunda? Kenapa aku hanya mengingat saat pemakaman Bunda saja? Kenapa tante? Kenapa?" Kanya sudah lama ingin bertanya ini, tapi ia tidak tau harus bertanya pada siapa. "Sebenarnya...." Reta tak kuasa menahan tangis mengingat Mevi. Kanya mengguncangkan bahu Reta pelan. "Sebenarnya kenapa tante? Kasih tau aku." Reta sangat tidak ingin menceritakan hal ini, tapi ia hanya bisa memakai cara ini agar Kanya bisa kembali ke rumah. "Kamu tau kenapa setiap kamu melihat wahana hysteria tubuh kamu ada yang aneh?" tanya Reta sambil menangis, melihat Kanya seperti ini membuat ia tidak ingin melanjutkan cerita. Kanya mengangguk. "Kenapa tante?! Kenapa?!" Reta menghirup nafas panjang. "Saat itu, kamu sangat ingin di temani Mevi naik itu, padahal pada saat itu keadaan Mevi kurang baik, terutama jantungnya, akhirnya Mevi setuju menemani kamu naik wahana itu" Reta meneteskan air matanya. "Dan saat wahana berada di atas, Mevi tidak sadarkan diri akibat serangan jantung. Lalu semuanya langsung membawa Mevi kerumah sakit." Reta menghirup dalam-dalam ."Dan saat di perjalanan." nafas Kanya memburu, begitu pula Reta. "Mobil ayah kamu kecelakaan, menabrak sebuah truk didepannya." lagi-lagi Kanya membekap mulutnya, tangisnya kini tidak bersuara namun airnya mengalir deras. "Kepala kamu terhantam oleh kaca mobil, kepala kamu terhantam keras dan membuat kepala kamu mengalami pendarahan hebat." Reta menangis se-senggukan. "Dan kamu, hilang ingatkan tentang apa yang terjadi hari itu. Dokter bilang memori kamu yang hilang hanya yang terjadi pada hari itu, selebihnya kamu masih ingat semuanya." jelas Reta. "Tapi percaya sama Mama, kamu bukanlah penyebab Mevi meninggal, Mevi meninggal karena serangan jantung. Percaya sama mama, Kanya" Kanya menggeleng keras. "Nggak tante, aku pembunuh?! Aku yang bikin Bunda meninggal! Coba aja aku nggak maksa Bunda buat naik wahana itu keadaannya nggak akan jadi seperti ini... Bunda nggak akan meninggal! Seharusnya Anya yang meninggal! Jangan Bunda!" Kanya kalap dan menyalahkan dirinya sendiri. Reta memeluk Kanya "Jangan pernah bilang bahwa kamu adalah pembunuh. Bunda kamu pasti tersiksa mendengar itu. Sadar Kanya, ada Bunda kamu disini, Mevi ada disini. Dia sedih melihat kamu seperti ini."  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD