thirty second tale

1866 Words
Saat ini, Kanya sedang berada di sebuah toko yang menjual beraneka macam barang-barang wanita termasuk boneka, bunga, aksesoris, dan lain-lain. Kanya ingin membelikan sebuah hadiah untuk Raya, adiknya Raken karena malam ini Raya ulang tahun, adik perempuannya Raken itu sangat menyukai boneka yang sangatlah besar dan membuat matanya tertarik saat melihat boneka besar yang ada ditoko ini. Saat Kanya ingin mengambil sebuah boneka besar, ada seseorang yang juga ikut mengambil boneka besar itu. Membuat Kanya menoleh dan kaget saat melihat seseorang yang ia kenal ada disebelahnya. "Loh Kanya, haiii!" Kanya tersenyum, tidak terlalu lebar sebab ia bingung harus bersikap seperti apa disituasi seperti ini. “Hai kak.” "Mau beli boneka ini?" tanyanya sambil menunjuk pada boneka yang sudah ia pegang ditangannya itu. "Niatnya sih mau liat dulu, cocok apa engga takutnya dia nggak suka." jawab Kanya sambil memalingkan pandangannya dan melihat kesekeliling toko dan sesekali menyentuh barang dan melihat-lihat agar pandangannya tidak hanya fokus pada orang yang ada disampingnya itu. "Oh buat hadiah seseorang ya?" Kanya mengangguk sebagai jawabannya. "Ka Dafa ngapain kesini?" tanya Kanya balik sebab tidak adil rasanya jika hanya Dafa yang mengetahui tujuannya untuk datang ke toko ini dan itulah sebabnya ia balik bertanya kepada Dafa. Dafa tersenyum manis. "Gue mau cari kado buat hari jadi gue sama Luna." jawab Dafa tanpa memikirkan bagaimana perasaan Kanya saat mendengar hal itu, meskipun saat ini ia sudah memiliki Raken dan menghilangkan perasaannya untuk Dafa. Tetap saja. Rasa memang sudah hilang, namun mendengarkan hal seperti ini membuat dirinya merasa nyesek entah untuk alasan apa. Kanya tersenyum canggung, ternyata hubungan Dafa dan Luna sudah berlangsung sebulan. Entah kenapa ada perasaan yang bergejolak didalam hati Kanya, apa karena masih ada rasa dengan Dafa? Entahlah Kanya pun tidak tau soal itu, yang jelas dihatinya sudah ada Raken sekarang. "Selamat ya kak." ucap Kanya yang tidak disangka dalam hidupnya, ia mengucapkan selamat kepada orang yang dulu pernah ia sukai. Hidup memang kadang tidak terduga seperti ini. Dafa mengangguk dan tersenyum saat mendegar ucapan selamat Kanya, setelah berterimakasih Dafa mengusulkan sesuatu. Selagi ada Kanya disini, sekalian meminta bantuan sebab kadang perempuan mengerti apa kemauan hadiah dari perempuan lainnya, apalagi Luna adalah temannya Kanya. "Nya bantuin gue cari hadiah yang bagus dong.." pinta Dafa, bagaimana sih rasanya saat mantan gebetan meminta kita mencarikan hadiah untuk pacarnya? Jika saja tidak bertemu secara tidak sengaja disini, Kanya pasti akan menolak dengan enggan. Namun sayangnya, ia berada tepat didepan matanya. Akan sangat tidak enak jika ia menjawab tidak mau membantu. Mau tidak mau, Kanya mengangguk, membantu seseorang tidak ada salahnya bukan? Anggap saja ia membantu seseorang yang sebelumnya tidak pernah ia kenal. Ya, lebih baik seperti itu. setelah kesepakatan Kanya untuk membatu Dafa, Lalu mereka mencari hadiah untuk Luna. Kanya tidak mencari lagi hadiah untuk Raya sebab ia memutuskan untuk membeli boneka yang besar tadi sebab setelah Kanya berkeliling di toko ini, hanya boneka itu yang terlihat sangat besar. Kanya sudah menemukan hadiah yang pas untuk Raya, sangat berharap bahwa gadis kecil itu akan menyukai pilihan hadiah dari dirinya. "Nya, boleh minta tolong lagi nggak?" tanya Dafa sambil cengar-cengir walaupun merasa tidak enak, Dafa merasa ingin meminta bantuan kembali kepada Kanya. Entah mengapa, terkadang permintaan tolong dari mantan gebetan sangat sulit untuk menolaknya. Kanya tidak punya alasan lain untuk menolak dan seolah dirinya merasa bahwa ia ingin membantu Dafa apapun permintaannya. Kanya mengangguk dan menaikkan alisnya. “Bantuin apa?” "Temenin gue ke rumah Luna, bantuin gue bikin kejutan buat dia, mau nggak?" pinta Dafa dengan wajah memohon sebab ia tidak begitu mengerti bagaimana membuat kejutan sebab selama ini ia tidak pernah merasa se-excited selain bersama dengan Luna. Kanya berpikir sejenak. Apa hanya dirinya yang merasa aneh disini? Jika membantu dalam memilih hadiah, menurutnya masih cukup bisa masuk akal untuk dibantu. Namun ini? Membantu bikin kejutan dan juga kerumah Luna? Kanya tidak habis pikir. "Mau ya? Ya? Please." mohon Dafa. Kanya tidak tega melihat wajah Dafa yanh memelas seperti ini, akhirnya Kanya pun mengangguk dan menemani Dafa untuk ke rumah Luna, itung-itung main ke rumah Luna saja sudah lama ia tidak bermain ke rumah Luna. Walaupun ada bagian dari dalam dirinya yang merasa bahwa hal ini tidak benar, seperti ada bagian yang salah dan cukup aneh untuk dijalankan. Dalam perjalanan, Dafa mencairkan keadaan menjadi sesantai mungkin, Kanya jadi nyaman duduk disini dan tidak merasa gusar sedikit pun. Padahal tadi ia sudah bingung sendiri harus bersikap seperti apa. "Eh tunggu ada yang telpon." lalu Dafa mengeluarkan handphonenya sebab getaran dering telpon yang sedari tadi bergetar. Ternyata telepon itu berasal dari Luna. "Ya Lun?" "..." Kanya tidak dapat mendengar suara Luna sebab Dafa tidak me-loudspeaker panggilan tersebut. "Aku lagi ada acara makan siang sama keluarga besar, kenapa?" "..." "Maaf Lun, aku nggak bisa acaranya selesai sore." "..." "Yaudah nanti sore aku ke rumah kamu." "..." Lalu Dafa mematikan panggilan. Begitu sambungannya telah terputus, ia kembali menoleh pada Kanya. "Kayaknya dia kesel deh, Nya. Gara-gara gue belum ngucapin apapun." Dafa terkekeh sebab sedari pagi ia tidak mengucapkan apapun kepada Luna walaupun pacarnya itu telah mengkode dirinya untuk ingat akan sesuatu yang terjadi hari ini. "Jadi dia nggak tau kalau Ka Dafa mau kasih kejutan?" Dafa tertawa. "Kalau dia tau, bukan kejutan dong namanya?" ah Kanya jadi malu, benar juga ucapan Dafa, memang benar sih jadi disini siapa yang salah? Dafa berhenti jauh dari rumah Luna, katanya untuk mempersiapkan kejutan. Dafa jadi terdiam saat melihat ada mobil di garasi rumah Luna 'Kayak kenal' batin Dafa, tapi Dafa menepis jauh-jauh pikiran buruknya. Dafa menyuruh Kanya untuk berdiri di belakangnya, Dafa sudah siap memegang boneka besar yang tadi dipilih Kanya serta bunga-bunga yang banyak juga dua kado yang berkotak besar, sangat manis bukan? Terlebih lagi Kanya membatu Dafa membawa sebuah kue yang lumayan besar. Dafa yang manis dan romantis. Dafa menekan bel berkali-kali namun tidak ada yang membuka pintu, terdengar suara gedebak-gedebuk di dalam. "Ya ada apa?" tanya seseorang yang baru saja membuka pintu. "Devan?" Dafa mengenali laki-laki itu dan laki-laki itu juga tidak kalah terkejut dengan Dafa. "Ada tamu ya sayang? Siapa..." Luna menghentikan ucapannya saat melihat Dafa di depan pintu dengan membawa banyak hadiah untuknya. Dafa menjatuhkan seluruh hadiah yang ia bawa saat mendengar Luna memanggil Devan dengan sebutan 'Sayang'. Sorot mata Dafa memandang Luna kecewa, Dafa langsung lari saat Luna memanggilnya. "Daf! Ini nggak seperti yang kamu lihat!" "Kita putus." hanya dua kata, namun menyesakkan. Luna berusaha mengejar Dafa namun sayang, Dafa tidak mendengar itu karena dia telah lari dari rumah Luna. Dan juga meninggalkan Kanya yang bingung harus melakukan apa, akhirnya dia memberikan kue yang berada di tangannya ke seorang yang bernama Devan. Tiba-tiba ada yang menarik tubuh Kanya, dan mengajaknya untuk segera pergi dari halaman rumah Luna. *** Raken sedang beristirahat dirumah tanpa melakukan aktifitas apapun, namun sedari tadi ada yang menekan tombol berkali-kali. Seingatnya tidak ada yang membuat janji dengannya hari ini, untuk kedua orang tuanya bisanya mereka akan mengabari jika tamu akan datang. Karena lumayan rishi mendengar bel berbunyi berkali-kali membuat dirinya bangkit dan turun untuk membukakan pintu. Terkejut bukan main, ternyata Valen yang datang kerumahnya. "Ngapain kesini?" ketus Raken, jelas saja ia tidak suka melihat keberadaan Valen didepannya. "Ya mau memberikan hadiah untuk adik ipar lah." ucap Valen sambil menunjukkan hadiah yang telah ia bawa. Ia baru saja membelinya tadi, dan langung kesini untuk memberikan langsung kepada Raya. Raken menutup pintu dan membiarkan mereka berdua berbicara diluar, Raken hanya tidak ingin Raya melihat Valen. "Mendingan kamu pergi dari sini! Raya udah lupa sama lo!" usir Raken. Valen malah tersenyum sok imut. "Kalau dia lupa, aku bakal berusaha buat Raya kembali inget sama aku. Sama kayak kamu, walaupun kamu bilang udah nggak ada rasa sama aku, aku juga bakal berusaha untuk membuat kamu kembali sama aku. Aku tau, Ken. Kamu masih suka sama aku dan nunggu aku buat balik." Valen yang sangat percaya diri membuat Raken mual sebab ia tidak seperti apa yang sedang Valen bicarakan. Raken berdecak. "Kembali? Sono gih kamu kembali pada-Nya." ucap Raken sengit dan terdengar sangat tidak suka dengan keberadaan Valen saat ini. Valen cemberut, wajahnya ia tampilkan merajuk supaya terlihat gemas padahal Raken sudah tidak mau lagi melihat hal itu. "Raken mahhh, nanti kalau aku mati, kamu kangen gimana?" Kalau saja Raken bisa berkata kasar, ia mungkin akan mengucapkannya saat ini. Namun tidak akan ia lakukan sebab masih berada disekitar rumahnya saat ini, bahaya jika Raya tidak sengaja mendengar hal tersebut. "Basi! Pergi dari sini!" usir Raken secara tidak halus. Bukannya pergi, Valen malah teriak-teriakan memanggil nama Raya. "RAYA! RAYA! KELUAR DONG, AKU BAWAIN HADIAH BUAT KAMU!" “Valen, udah gila lo ya.” Bahkan ia tidak memiliki keinginan untuk membekap mulut Valen saat itu. “Lo pergi sekarang!” Raken menatap Valen seolah Valen adalah orang sinting. "Kurang obat?" namun Valen hanya diam dan tidak peduli dengan apa yang Raken katakan. Lalu pintu terbuka, terlihat sosok Raya yang sangat antusias mendengar kata 'Hadiah'. Suara Valen sangat keras yang membuat Raya langsung keluar begitu mendengarkan hal itu. "Mana hadiahnya?" tanya Raya, Raya yang polos. Valen memperhatikan kado dan mengoyang-goyangkan kado tersebut ."Nih, kadonya" lalu Valen memberikan untuk Raya. "Kamu masih inget nggak sama kakak?" Raya menatap Valen dengan tatapan seperti menerawang, namun dalam tatapannya ia sama sekali tidak bisa mengenali perempuan itu. "Engga. Makasih ya kak kadonya, Raya mau maskeran dulu." lalu Raya membawa masuk kado tersebut meninggalkan Valen yang menggeram. Raken tertawa keras saat mendengar bahwa Raya bicara begitu dan langsung masuk begitu hadiah sudah ditangan. "Pergi sana!" usir Raken lalu masuk ke dalam rumahnya dan menguncinya rapat-rapat. Tidak peduli Valen yang mengetuk sangat kencang diluar. *** Tadinya sih, Milano mau menenangkan pikiran sambil nyantai di Cafe. Tapi, kenapa jadi ketemu kembaran bintang? Milano sangat risih dengan Bulan yang sedari tadi mengoceh tentang apapun. "Lan, lo kok murung gitu sih? Ada apa? Cerita dong sama gue." kata Bulan sambil mengunyah kentang goreng didepannya. "Berisik!" ketus Milano sambil memicing. "Nih ya, kalau lo punya masalah itu, keluarin aja. Gue siap kok jadi pendengar dan penasihat yang baik. Kalau punya masalah jangan di pendem sendiri, nanti kayak temen gue loh, jadi kurus." oceh Bulan yang bahkan sebenarnya tidak tau siapa teman yang sedang ia bicarakan. "Lo bisa diem nggak sih?!" bentak Milano dan membuat orang-orang di sekelilingnya melihat kearahnya sebab Milano menggunakan nada yang begitu keras. Bulan bukannya takut malah santai menyedot minuman yang ia pesan. "Nggak bisa, gue nggak bisa diem aja. Bete tau, mendingan kita ngobrol. Jangan galak-galak sama cewek, nanti nggak laku loh." Bulan memang tipe seseorang yang menganggap semua hal menjadi mudah dan simple. Sehingga untuk ukuran remaja seperti Milano bukan masalah besar baginya. "Apa lo kayak gini ke semua cewek? Jangan dong Lan, cewek itu hatinya halus, dibentak dikit dia bisa langsung mewek." lanjut Bulan yang agak khawatir dengan Milano, tetapi sepertinya sih mustahil laki-laki itu memiliki pacar atau bahkan teman perempuan. Milano menoleh. "Trus kenapa lo nggak mewek?" "Hati gue mah lebih kuat dari baja, dibanting dari ketinggian manapun nggak akan pecah. Apalagi dibanting sama lo, gue tau kok lo cuma butuh pelampiasan buat ngeluarin semuanya." ucap Bulan sok tau, namun entah mengapa untuk Milano, ia siap untuk menjadi telinga dan bahu paling nyaman didunia yang pernah Milano kenal. Sebab melihat kondisi Milano yang seperti ini cukup membuatnya merasa ingin membantu menyembuhkan sesuatu.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD