fourty fourth tale

1841 Words
Perhatian perempuan itu teralih pada surat selanjutnya sehabis membaca surat pertama yang berisi tentang pernyataan Karina dan juga kumpulan bukti-bukti yang konkret. Ada rasa tertentu yang membuat hati Kanya tergores begitu memulai untuk membuka surat ke-dua, mencoba membuka dengan gemetar seakan takut aka nisi dari surat tersebut, entah ada perasaan apa yang membuat perutnya melilit. Kanya tidak pernah menyangka, bahwa dalam hidupnya… Karina menjadi seseorang yang paling berjasa didalam hidupnya. Jika saja tidak ada Karina, kemungkinan besar ia tidak akan bisa membalas Valen dengan bukti yang valid. Sebab bagaimanapun, Valen harus ditindak atas perbuatannya yang sangat menyeramkan. Bukan sesuatu hal yang biasa dilakukan oleh anak sekolah seusianya. Karina, beribu permintaan maaf ingin Kanya sampaikan sebab ia tidak bisa menolong nyawa sahabatnya itu. Jika saja ia dapat memutarbalikkan waktu, maka ia akan memaksimalkan lagi waktu yang ada agar bisa menyelamatkan Karina dari bahaya yang akan segera datang. Sahabatnya itu, akan selalu memiliki ruang tersendiri didalam hati Kanya. Sosoknya yang layaknya sinar yang terang membuat Kanya teriris setiap kali mengingat hal tentang Karina. Jika saja… ia bisa mendapatkan kesempatan untuk bertemu lagi dengan Karina… Maka ia akan mengucapkan beribu terimakasih kepada perempuan itu. Maaf dan terima kasih. Dengan perasaan yang sangat sedih, Kanya memulai untuk berani membaca surat kedua itu. Hai Kanya, Mungkin pas kamu baca ini aku udah ada di dunia lain, karena jika aku masih berada didunia yang sama dengan kamu pasti aku nggak akan nyusahin kamu hanya untuk membaca ini, aku sendiri yang akan kasih tau kamu secara langsung. Jangan nangis, Nya. Ini semua udah takdir, jangan nyalahin diri kamu karena telat nyelametin aku. Aku udah prepare semuanya, aku nyiapin semuanya karena aku tau apa yang akan terjadi kedepannya. Aku minta maaf pernah jahat sama kamu, pernah punya pikiran buat ngerebut Raken dari kamu. Pikiran aku sempit banget ya? Aku minta maaf, aku sama Luna pernah bikin kamu kecewa tanpa kamu ketahui, maaf kita berdua pakai topeng dibelakang kamu dan saat didepan kita bersikap layaknya baik-baik aja. Maaf banget, aku nyesel, aku tau Luna juga pasti nyesel, banget. Tapi, aku lagi kesel sama Luna dan belum sempat berbaikan karena dia nggak cerita apapun sama aku kalau dia mau jadi mommy, sampaiin permintaan maaf aku buat Luna ya? Semoga semuanya berjalan lancar. Kamu gunain baik-baik ya surat dan flashdisk pertama yang aku kasih, kamu bisa gunain itu sebagai bukti di kepolisian. Sekali lagi, aku minta maaf. Air mata Kanya berjatuhan, hidungnya memerah, ia masih tidak percaya bahwa sahabatnya telah pergi, pergi dari dunia yang ia pijak. Kanya bingung, mengapa orang baik yang ada di sekelilingnya selalu pergi lebih cepat darinya. Bahkan terkadang ia belum sempat untuk mengucap banyak rasa syukur karena telah dipertemukan dengan orang-orang baik itu. Derasnya air mata tidak kunjung reda, masih menatap tulisan Karina yang perlahan tidak terlihat sebab air matanya yang terus mengalir. Kesedihan itu terasa sangatlah nyata sebab ketika menyadari bahwa kita sama sekali tidak bisa bertemu kembali dengan seseorang yang telah pergi. Karina, terima kasih banyak. Ucap Kanya dalam hati dan menyimpan surat itu dengan baik. Yang selamanya akan Kanya simpan agar selalu mengingat jasa Karina dalam membantu dirinya. Dengan pelan Kanya membereskan surat-surat yang diberikan dari Karina untuk bukti, ia akan membawa surat itu pada pihak kepolisian. Kanya berharap semuanya akan segera selesai agar tidak ada lagi kejadian mengerikan yang terjadi pada kehidupannya juga orang-orang di sekelilingnya. *** Kanya berdiri dihadapan Valen dan terpisah oleh besi penjara. Setelah proses panjang yang ia lewati demi keadilan semua yang terjadi, akhirnya melihat Valen yang sedang ada di balik jeruji besi tersebut. Hukuman Valen dan lainnya berlangsung selama tujuh tahun. Perempuan itu masih tidak percaya bahwa Valen melakukan hal kejam itu, padahal sosok Valen yang ia kenal adalah sosok yang ceria dan baik kepadanya. Bagaimana bisa perempuan itu melakukan hal yang ia pikir tidak akan pernah bisa dilakukan oleh Valen. Terkadang, kita emang tidak bisa menilai bagaimana sifat seseorang hanya dari luarnya saja. Hati orang tidak pernah ada yang bisa mengukur sedalam dan segelap apa kenyataan dan aslinya. Untuk itu, kadang kita harus berhati-hati dalam mempercayai seseorang. Jangan sampai, seseorang yang memiliki sifat seperti Valen, hadir dalam hidup kita. "Kanya... Maafin aku, Nya. Keluarin aku dari sini..." sambil membenturkan kepalanya pada besi penjara, pemisah jarak antara Kanya dan Valen. Tangan Kanya terulur untuk menghapus air mata Valen namun Valen justru membentak Kanya yang membuat perempuan itu sangat kaget dengan apa yang baru saja ia lihat. "Tega lo, Nya! Gue ini sahabat lo! Kenapa lo tega masukin gue ke sini?! Gue bakal bales dendam sama lo! Inget itu!" matanya memerah sambil mengacungkan telunjuknya tepat pada wajah Kanya. Tangan Kanya kembali pada tempatnya dan menggigit bibirnya menahan isakan saat melihat kondisi Valen yang separah ini. Lalu detik kemudian Valen tertawa. "Hahaha... Gue bahagia... Hahaha." tubuh Kanya ditarik kebelakang dengan salah satu petugas disana. Kanya mengangguk mengerti lalu melambaikan tangan pada Valen dengan tetesan air mata yang tadinya susah payah ia tahan. Dari kejauhan Kanya mendengar jeritan, amukan, dan tawa dalam giliran detik. Sungguh miris kondisi sahabatnya sekarang, tapi ini jalan yang terbaik untuk semuanya. Kanya melangkahkan kakinya keluar dengan bahu bergetar menahan isakan. Ia tidak menyangka bahwa semua hal ini bisa terjadi didalam hidupnya. Tiba-tiba pandangan Kanya tidak stabil lalu ia memegang dahinya, sekelilingnya terlihat sangat buram sampai membuat dirinya pusing. Lalu muncul rasa sakit di area perut bawah, Kanya merogoh tasnya mencari obat pereda sakit. Namun, entah dimana keberadaan obat tersebut sampai Kanya tidak kuat dan menyender pada tiang yang ada didekatnya sambil mencari-cari obatnya. Sayangnya obat itu tidak terbawa olehnya, lalu ia mengambil ponsel dan segera menelfon Genta untuk keadaan darurat seperti ini, ia harus cepat dan segera menelfon Genta agar kondisinya tidak semakin parah. Saat sambungan sudah di angkat dan aktif, ia langsung mengucapkan. "Ka, perut aku sakit, aku ada di depan penjara seka-" belum selesai Kanya melanjutkan ucapannya, tubuhnya sudah tidak sadar. Disana, Kanya terjatuh dengan keadaan yang sudah tidak sadar. Sampai membuat orang-orang yang ada disekitar sana terkejut dan membawa Kanya menepi sambil berusaha untuk mensadarkan Kanya dengan cara-cara yang sederhana. Namun, Kanya masih tidak bangun juga. *** Kanya menerjapkan matanya dan melihat Genta di depannya, dirinya sudah berada dirumah sakit saat ini. "Apa yang terjadi, Ka?" tanya Kanya begitu panik, namun bersyukur bahwa Genta datang tepat waktu dan membawa dirinya kerumah sakit untuk pertolongan medis yang lebih baik. Genta menepuk kepala Kanya pelan, merasa sedih melihat kondisi Kanya yang semakin hari semakin memburuk. "Infeksi ginjal kamu sekarang makin parah, kemungkinan besar kalau nggak cepat di atasin bakal berubah jadi gagal ginjal." Mendengar hal itu membuat Kanya tersenyum pedih, ia sudah menyangka akan terjadi seperti ini. Usianya tidak lagi lama, hanya menunggu waktu.. mungkin ia segera pergi dari dunia ini. 'Setelah naik level ke gagal ginjal lalu tinggal ngitung hari untuk kematian ya kan?' batin Kanya nanar seakan sadar akan kondisi tubuhnya yang begitu sakit, tidak yakin bahwa dirinya akan diberikan hidup yang lebih lama dari biasanya. "Kenapa kamu nggak minum obatnya dan hanya minum obat pereda sakit?" Genta menyadari bahwa perempuan itu sama sekali tidak meminum obat dan hanya meminum obat pereda sakit karena kondisinya yang sangat lemah seperti ini. Kanya menghela nafas. "Percuma ka, obat itu semua cuma memperlambat kematian, ujung-ujung nya juga aku bakal ma-" Ucapan Kanya dipotong dengan Genta dengan meletakkan telunjuknya pada bibir Kanya, sebab perempuan itu selalu saja pasrah dengan keadaan dan sama sekali tidak mencoba yang terbaik dalam hidupnya. "Jangan dilanjutin, apapun penyakitnya, selalu ada solusi dan harapan untuk sembuh, tergantung bagaimana cara kita untuk berusaha untuk tetap kuat. Semua orang itu selalu mempunyai rintangan dalam hidup, dan mungkin ini adalah rintangan dalam hidup kamu. Dan jika kamu bisa melewati ini semua, tandanya kamu adalah orang yang berusaha." ucapan Genta membuat Kanya melebarkan senyumannya lalu berusaha membangunkan tubuhnya lalu memeluk Genta. "Makasih ka..." bibir pucat Kanya berusaha tersenyum dengan kata-kata Genta yang menguatkan dirinya. Lalu entah mengapa, perut bagian bawahnya benar-benar sakit, kepalanya pening. Saat itu, Kanya tidak mendengar suara apapun selain kesunyian. Genta panik, langsung memeriksa keadaan Kanya dan masuk ke dalam ICU. *** Kondisi Kanya mengalami penurunan drastis, namun detak jantungnya masih berdetak walaupun terkadang detaknya sedikit melemah. Sejak hari itu, Kanya hanya berbaring di kasur dan sama sekali tidak sadar dengan apa yang terjadi. Kondisinya benar-benar menurun, membuat Genta khawatir sangat apalagi saat melihat Kanya yang berbaring lemah tidak sadar diri disana. Genta yang sebagai dokter dirumah sakit ini pun sedih melihat kondisi keponakannya terbaring lemah, dan sudah tidak sadarkan diri selama tiga hari. Ia rutin mengecek keberadaan Kanya jika memiliki waktu luang, ia berharap bahwa Kanya segera sadar dan cepat sembuh. Karena melihat kondisi yang seperti ini membuat hatinya terasa teriris dan ikut terasa sakit. "Anya, bangun dong, kakak khawatir disini." bisik Genta pelan. “Nanti kalo Anya bangun… kakak beliin kamu es krim yang banyak. Yakin nih nggak mau bangun?” “Anya… kakak harap kamu cepat sadar. Nggak tega lihat kamu kayak gini.” Sungguh, Genta sangat sedih melihat kondisi Kanya, terlebih lagi tidak ada yang menanyakan kabar Kanya seperti apa, terlebih setelah kejadian beberapa hari yang lalu membuat semua orang seakan-akan menyalahkan Kanya. Jika dibayangkan, Genta sendiri tidak sanggup jika berada diposisi Kanya. Posisi itu terlalu berat untuk usia perempuan itu. *** Setelah seminggu mengalami masa-masa koma, Kanya sadar. Dan saat ini ia sedang melakukan cuci darah di rumah sakit. Artha dan Reta berkali-kali menelfon Kanya namun Kanya belum berani mengangkat panggilan tersebut karena ia masih lemas, bicara saja butuh tenaga sedangkan tenaganya terkuras habis karena mental yang sedikit melakukan cuci darah, ini pertama kalinya bagi Kanya untuk cuci darah. Kanya merasakan sangat lemas, sakit bukan main bahkan jika saja ada cara lain. Ia mungkin tidak akan bersedia untuk cuci darah lagi. Untuk Artha dan Reta, ia ingin sekali mengabarkan. Namun, kondisinya sekarang masih belum bisa untuk memberikan kabar atau sekedar mengangkat telfon dan mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja agar mereka tidak perlu khawatir. "Ka, apa ada cara lain buat sembuh? Tubuh Kanya nyeri semua ka, abis cuci darah." tanya Kanya pelan, hampir tidak terdengar jika saja Genta tidak memperhatikan gerak bibir perempuan itu. Genta duduk di ujung ranjang rumah sakit. "Satu-satunya jalan lain yaitu mencari pendonor ginjal, tapi dirumah sakit ini nggak ada stok ginjal sehat, Nya. Kakak udah coba mencari, namun sampai sekarang belum ada yang mendonorkan ginjalnya untuk kamu." Kanya menghela nafas pelan. "Ka, kalau sudah ada yang donorin ginjal buat aku, aku mau operasi di Singapore ya? Kalau operasi nya berhasil Kanya mau sekolah disana." pinta Kanya yang berniat untuk memulai hidup baru di negara yang baru. Genta menoleh. "Singapore?" seperti beo yang mengulang ucapan orang. Kanya mengangguk. "Kanya pengen menjauh dari sini, Kanya mau tinggal disana ka, sampai lulus kuliah." "Sampai kuliah bukan waktu yang sebentar, Kanya. Apa kamu yakin?" Genta mendekatkan dirinya pada Kanya. Kanya mengangguk mantap. "Iya ka, aku udah mikirin keputusan ini matang-matang, kakak bisa bantuin aku kan buat urus semua perpindahan setelah pendonor ginjal sudah ada?" Genta termenung, memikirkan apa yang akan terjadi nantinya, tentang resiko bebet bobotnya. "Please ka, tolong aku." Kanya memohon. Genta menghela nafas. "Kakak usahain, Nya." mendengar itu, senyum Kanya mengembang. ***  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD