fourty third tale

1810 Words
Kanya berada di ujung emosi kali ini, tatapannya seakan menghunus hingga hati yang paling terdalam begitu melihat sosok sahabat yang paling ia percaya dalam hidupnya kini berada didepannya. Menunjukkan bahwa, yang membuat hidupnya kacau balau seperti ini adalah perempuan itu. Rasa kecewa yang tiada tara, bahkan Kanya tidak habis pikir kenapa perempuan itu tega melakukan hal ini. "Cukup mengejutkan, Valen..." Kanya menyipitkan matanya. Namun dengan wajah tidak berdosanya, Valen hanya tersenyum. "Ternyata keinginan lo buat ngerebut Raken nggak berhenti sampai di kejadian kemarin aja ya? Bahkan saat Raken udah mulai bisa menerima lo kembali lo masih menginginkan gue lenyap dari dunia ini. Serakah banget lo, Le. Manusia paling serakah dan gak tau diri yang pernah gue temuin di dunia ini." Kanya tersenyum miring melihat Valen gemetar, ia sungguh tau apa yang terjadi pada Raken setelah Raya kecelakaan. *Flashback on* Setelah menangis, ia membasuhkan dirinya di kamar mandi. Lalu saat ia melangkahkan kakinya ke pintu utama untuk pulang, ia melihat Valen dan Raken sedang berbicara sesuatu. Karena rasa penasaran yang memuncak, ia berusaha mendekatkan dirinya untuk mendengar apa pembicaraan mereka berdua. Kanya memposisikan dirinya dibalik dinding rumah sakit yang begitu kokoh, berusaha agar tidak ada satupun orang yang mengenali dirinya disini dan tidak menyadari bahwa saat ini ia sedang menguping pembicaraan Valen dan Raken. Meskipun samar-samar, tetap terdengar jelas olehnya. "Udah kamu jangan sedih lagi, disini ada aku, Ken." suara Valen mulai jelas terdengar, isak tangis yang entah mengapa terdengar tidak tulus dalam telinga Kanya. namun, Kanya tetap disana untuk mendengarkan segalanya. Ia berharap mendapatkan sesuatu yang bisa menjadi bukti untuk melawan semua ini. "Kanya dekat dengan kamu hanya untuk membalaskan dendamnya pada Dean. Aku nggak tau deh apa yang ada di pikiran Kanya, bisa-bisanya dia masih punya dendam sama Dean setelah membuat Dean pergi dari dunia ini. Motif dia cukup jelas dengan alasan-alasan yang masuk akal, tapi mata kamu di tutup sama cinta palsu dia agar kamu tidak melihat apa yang sebenarnya terjadi." Rahang Kanya jatuh, tangannya sudah mengepal dan bersiap untuk menonjok mulutnya busuknya itu namun lagi-lagi ia menahan diri untuk tidak melakukan apapun selain mendengarkan apa yang dibicarakan oleh Valen. Ia tidak akan menyia-nyiakan momen ini untuk mengetahui kebusukan Valen dalam pertemanan mereka. Kanya sama sekali tidak pernah menyangka sebelumnya, bahwa Valen berpotensi membuat hidupnya seperti ini. Kanya selalu berpikir bahwa Valen tidak akan mungkin berbuat hal yang seperti ini. Kanya merasa asing dengan sosok Valen sekarang. "Mendingan kamu putusin deh Kanya sekarang, sebelum dia makin menjadi-jadi untuk mencelakakan orang lain." suruh Valen lalu Raken memeluk tubuh Valen. “Aku kepikiran kayak gitu sih, Len. Video itu terlalu nyata, bahkan aku bisa langsung percaya sama video itu. Aku nggak bisa percaya lagi sama Kanya.. adik aku terlalu berharga untuk itu.” jelas Raken yang membuat hati Kanya terasa tergores saat itu. Kemungkinan besar, Raken sudah tidak memiliki niat untuk kembali percaya kepadanya. "Kalau kamu emang pengen kembali, aku rasa aku nggak keberatan menerima kehadiran seseorang yang telah pergi." ucap Raken dan membuat Kanya lemas dan kesulitan bernafas. Ternyata, hanya kesalah pahaman seperti ini mampu membuat Raken berpindah hati tanpa lebih dulu mempertanyakan kepada dirinya terkait kejadian yang sebenarnya. Karena bisa jadi, ini semua adalah rencana licik Valen. *Flashback off* "Setelah Bulan, Raya, dan Karina, kali ini siapa lagi yang bakal kalian bunuh untuk melampiaskan hobi kalian?" tanya Kanya, tajam, kesal dengan apa yang mereka lakukan. Bahkan rasanya ia ingin marah namun Kanya tahan sebab ingin mengetahui lebih dalam. Serta mengumpulkan bukti yang jelas agar bisa membawa kasus ini pada pihak yang berwajib. Terdengar suatu pijakan Kanya langsung dengan sigap mencekal tangan yang hampir membunuh dirinya di tempat ini, lalu Kanya menarik pisau itu dengan pelan lalu melemparkan pisau sejauh mungkin. "Hallo ketua osis kebanggaan guru-guru." sapa Kanya, yang begitu paham atas serangan mendadak seperti ini. Namun, cukup membuat terkejut karena seseorang itu adalah ketua osis di sekolahnya. "Ternyata selain pinter, rajin, dan selalu mematuhi peraturan, ternyata lo juga pandai membuat keadaan seakan-akan gue yang salah." lalu Kanya mengacungkan jempolnya didepan mukanya. Berbagai fitnah yang benar-benar sukses jatuh kepada Kanya, dan bahkan Kanya tidak memiliki pilihan apa-apa untuk membuat dugaan itu menjadi salah. Semua terlalu nyata, hingga Kanya tidak memiliki kesempatan untuk membantahnya. "Hebat! Lo dalang terbaik dari suatu pentas. Btw makasih loh udah bikin jempol gue jadi kayak gini, bikin gue diringanin dalam menulis catatan pelajaran." Sindir Kanya, dalam hati kesal bukan main melihat wajah Denta yang terlihat sama sekali tidak merasa bersalah. Bahkan laki-laki itu terlihat sangat jahat jika Kanya memperhatikan lebih dekat lagi. Tidak ia sangka sama sekali, bahwa Denta ikut merencanakan semua ini. "Nggak capek tuh bibir ngomong mulu? Mendingan sini deh gue cium biar bibir lo nggak kecapean." lalu Denta mendekatkan wajahnya ke wajah Kanya. Tinggal dua centi lagi maka bibir mereka akan menyatu, Bukh!.. Denta langsung jatuh dan meringis kesakitan saat Kanya memukul wajahnya dengan kekuatan penuh. Kanya merasa sangat jijik dengan Denta yang seenaknya saja berbuat tidak senonoh kepada dirinya. Makanya Kanya memberikan pelajaran kepada laki-laki itu. "Apa lo nggak tau kalau gue pernah belajar bela diri dan memanah?" lalu Kanya tersenyum miring. Kanya membalikkan badannya lalu mengambil sesuatu, alat panah. Kemudian, Kanya berdiri didepan kedua orang yang psikopat sambil menarik panahnya. Membuat mereka agak syok dengan apa yang baru saja terjadi. Tidak pernah terbayangkan bahwa Kanya dapat melakukan semua ini seorang diri. Ada sebuah keuntungan saat dirinya menyembunyikan keahlian selama ini, agar lawan tidak mempersiapkan diri, dan kalah telak seperti ini. "Udah lama gue nggak nyentuh ini, apa kalian mau jadi sasaran gue? Ayo angkat tangan siapa yang bersedia duluan." suruh Kanya, namun sama sekali tidak ada yang berani untuk angkat tangan. Dor!... Sebuah pistol yang di pegang oleh Valen menghantam tubuh Kanya, tepatnya di arah jantung. Terlihat Valen dan Denta tertawa melihat Kanya yang menjatuhkan alat panahnya serta meluruhkan tubuhnya di lantai. Namun, semua itu tidak berlangsung lama. Tawanya sekejap hilang saat pintu terbuka. Lalu segerombolan polisi datang, Kanya yang tadinya berpura-pura sakit akibat pistol, kini bangun dari lantai lalu tersenyum miring. "Kok lo gapapa?" tanya Valen dengan wajah pias, kini ia tidak bisa bertindak apapun karena ia telah di borgol oleh polisi. "Gue nggak sebodoh itu untuk menyerahkan kematian gue untuk kalian." jawab Kanya, ia memakai sebuah pakaian untuk melindungi dirinya dari kejadian yang tidak diinginkan, sebenarnya ini ide dari salah satu polisi disini, ternyata dugaan salah satu polisi benar, bahwa pelaku di depannya dusah merencanakan kematian Kanya. "Pak, ini pelaku yang saya laporkan dua minggu yang lalu, terlihat korban baru yang mereka bunuh berada di atas." lalu Kanya menunjuk ke arah tubuh tidak berdaya milik Karina, lalu setelah sebagian polisi menarik Valen dan Denta ke penjara, ia menghampiri jasad Karina. Kanya memandang Karina sedih. Bahkan diposisi ini, Kanya ingin melindungi temannya, namun ia tidak bisa datang tepat waktu. "Maafin gue nggak bisa nyelametin lo, Rin..." Kanya menyesal berangkat ke kantor polisi dulu sebelum ke gedung ini, Karina jadi sasaran mereka berdua. Kanya berdiam diri di gedung itu melihat Karina tidak berdaya yang sedang di periksa oleh polisi. "Nona Kanya, ini ada suatu kertas buat kamu yang berada di kantung jaketnya." Kanya menerima kertas itu lalu membacanya. Nya, kerumah gue, masuk ke kamar, ada dua surat di laci kanan atas. Lo pasti membutuh bukti yang kuat bukan? Yaudah ayo buruan kesana, makasih buat segalanya, makasih udah jadi sahabat gue selama setahun ini, gue sayang lo, Nya. Salam ke Luna ya, gue sayang kalian berdua. Kanya memasukan kertas itu ke kantungnya lalu segera pergi ke rumah Karina. Ia benar-benar marah dengan Valen karena telah bertindak sejauh ini sampai membuat banyak orang yang meninggal karena ulah perempuan itu. Sepertinya, ada yang tidak beres dengan perempuan itu. Sebab sikapnya yang sangat tidak seperti manusia yang wajar, dan ada sedikit keanehan tentang keberanian perempuan itu untuk membunuh nyawa yang tidak bersalah kepadanya. Tindakan yang benar-benar tidak bisa dilakukan oleh sembarangan orang. Kemungkinan besar, Valen memiliki suatu penyakit yang membuat dirinya seperti ini atau dengan kata lain, perempuan itu tidak waras. *** Setelah meminta izin pada salah satu pembantu dirumah ini untuk masuk ke kamar Karina, ia langsung lari ke lantai dua dimana kamar Karina berada. Bukti yang dimiliki oleh Karina akan sangat berguna untuk dibawa ke pihak yang berwajib sebagai suatu bukti yang tidak akan terbantahkan. Orang tua Karina sedang berada di rumah sakit setelah mendapatkan kabar dari pihak rumah sakit dan juga pihak kepolisian. Suasana duka sangatlah terasa apalagi saat Kanya masuk ke kamar Karina yang saat itu juga langsung membuat dirinya teringat tentang sosok Karina dan mulai merindukan kehadiran perempuan itu. Kanya menarik laci kanan yang atas, berdasarkan apa yang ada di kertas yang ia baca tadi. Benar, ada dua surat disini. Ada angka satu dan dua di atas surat tersebut, Kanya lebih dulu membuka yang pertama, sesuai intruksi yang diberikan. Ada sebuah flashdisk serta kertas penjelasan yang ditulis diatas materai. Kanya lebih dulu membuka apa yang ada di flashdisk tersebut. Ia mengambil laptop yang berada di atas kasur milik Karina, lalu membuka file yang ada disana. File yang begitu rinci berisi file foto-foto dan juga video-video yang meskipun terlihat sangat amatir masih bisa terlihat jelas untuk digunakan sebagai bukti. Pelaku utama : Denta Lindsey Dia adalah dalang dari semua kejadian sebulan setengah ini, ia telah mengirim teror kucing dengan kepala terpenggal, boneka dengan puluhan jarum, serta wanita yang tidak ia kenal di bunuh dengan cara sadis dan juga menggantungkan di pohon. Bukti-bukti serta video dan foto berada di bawah. Pelaku Kedua : Valencia Zrena Dia adalah otak dari semua yang direncanakan oleh Denta. Seperti mengirim beberapa teror yang menggunakan nama orang lain, dan juga telah menggunakan mobil orang lain untuk mencelakakan anak kecil yang tidak bersalah. Demi mendapatkan cintanya, ia melakukan apapun untuk membuat seseorang yang menghalangi rencananya agar pergi dari dunia ini, tangannya tidak segan-segan untuk membunuh manusia yang tidak berdaya. Saya, Karina. Dipaksa oleh Valen untuk melancarkan aksinya seperti menabrak anak kecil yang tidak bersalah menggunakan mobil milik Kanya, saya di ancam bahwa jika saya tidak membantunya maka ia akan menarik saham pada perusahaan ayah saya, dan jika saham itu di tarik otomatis keluarga saya akan bangkrut. Maka, demi kebaikan untuk keluarga saya, saya terpaksa menerima untuk membantu Valen melancarkan aksinya. Pelaku yang bersembunyi di balik layar : Gerald Samudra Ia yang mencari tau dimana keberadaan Kanya dan juga ia yang mengirim semua teror pada Kanya, diketahui ia adalah teman lama dari Denta. Ia membantu teman lamanya untuk membuat Kanya pergi dari dunia ini. Dibawah ini adalah bukti-bukti dari semua pelaku yang saya rekam tanpa sepengetahuan mereka bertiga, dan juga ada beberapa rekaman saat mereka memaksa saya untuk membantu mereka. Karina, Tangan Kanya gemetar melihat video, foto, serta rekaman mereka bertiga. Kanya menangis, bahkan disaat Karina tau bahwa ia akan mati, ia membuatkan laporan ini untuk dirinya. Sahabatnya itu, selamanya akan selalu Kanya sayangi… sampai kapanpun. Berjasa dalam hidupnya. Tapi pertanyaannya, siapa yang membunuh Karina? "Makasih Rin, makasih banyak..." lalu Kanya menangis se-senggukan di kamar Karina. ***  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD