fourteenth tale

1516 Words
"Pertemuan dan perpisahan mengajarkan kita bahwa setiap hidup pasti ada yang datang dan pergi." *** HAL pertama yang Kanya lihat adalah ruangan putih, dengan isi yang serba putih. Kanya ingat bahwa saat dia selesai menelfon ka Genta, rasa sakit tidak bisa ia tahan lagi, hidung nya terus mengeluarkan cairan merah yang segar. Lalu setelah itu Kanya kehilangan kesadaran. "Kanya kamu udah bangun? Kamu harus kuat ya, kakak tau ini pasti rasanya sakit banget-" "Kak," Kanya menyentuh lengan Genta "Aku boleh buat permintaan?" tanya Kanya dengan mata memohon. "Kamu minta apa sayang?" tanya Genta lembut. Kanya tersenyum "Tolong bersikap ke aku seakan aku baik-baik aja. Aku akan makin sakit kalau kakak selalu mengingatkan aku dengan penyakit aku ka, aku mohon." pinta Kanya. Genta ingin menangis namun ia tidak mau membuat Kanya semakin mengingat bahwa dirinya tidak baik-baik saja, Genta menarik bibirnya membuat lengkungan senyuman "Oh iya kamu mau makan apa?" tanya Genta. Kanya menggeleng "Aku nggak lapar ka, ajak aku ke taman aja, aku bosan jika di sini terus." ucap Kanya. Genta mengangguk "Yaudah, yuk kita kesana, tapi kamu pakai kursi roda ya, tubuh kamu masih lemas kan?" Kanya mengangguk. Genta mengangkat tubuh Kanya dengan pelan-pelan memindahkan Kanya ke kursi roda, lalu mendorong kursi roda menuju taman rumah sakit. "Rumah sakitnya bagus ya," ucap Kanya, Genta adalah Direktur dari rumah sakit ini. "Tapi walaupun bagus, Kanya nggak mau tiap hari berada disini, disini bau obat." ucap Kanya sambil menutup hidungnya. Genta tertawa "Namanya juga rumah sakit, Nya. Ya bau obat lah, coba kalo toko bunga, pasti wangi bunga." ucap Genta geleng-geleng. Genta menatap Kanya "Apa pa Artha sama Milano tau tentang ini?" tanya Genta hati-hati. Kanya menggeleng pelan "Nggak ka." "Kita harus kasih tau ke mereka, ini bukan penyakit kecil lagi, Nya. Ini serius. Kakak telfon mereka ya-" "Jangan." potong Kanya, lalu Kanya menceritakan semua yang terjadi dirumah. Melihat sesuatu di mata Kanya, Genta memeluk Kanya "Semua hal yang terjadi pasti ada pelajaran nya, dan setiap luka pasti ada obatnya. Kamu harus kuat." ucap Genta menguatkan Kanya. Dalam hati Kanya berucap bahwa mulai hari ini ia tidak akan menunjukan air matanya pada siapapun. Ia harus kuat seperti yang di katakan ka Genta. Hapus semua air mata dan tutupi dengan senyuman, ia harus kuat karena esok telah di sediakan kebahagiaan untuknya. *** SAAT ini Milano terlalu cepat sampai di taman, jalanan yang sepi atau dirinya membawa terlalu cepat? Milano memutuskan untuk membeli air mineral di kedai dekat dari sini. Milano mendengar sesuatu saat melewati dua perempuan di samping nya "Aku lebih memilih bintang dari pada matahari, ya walaupun aku tau kalau matahari bisa menyinari dunia dan cahaya nya sangat bermanfaat bagi kita tapi aku lebih memilih bintang." "Kenapa?" "Karena bintang tidak terlihat pada terang, dan terlihat jelas pada gelap. Walaupun bintang sangat terlihat kecil, namun bintang mampu memperindah malam." Kata-kata itu? Mengingatkan dia pada Dean, ya Dean pernah mengatakan kata-kata tersebut, Dean mengatakan pada malam hari dan berkata bahwa ia ingin menjadi bintang. Milano menoleh ke belakang, mencari keberadaan gadis yang berbicara tentang bintang, namun gadis itu sudah tidak ada disana. Milano tidak mengingat jelas bagaimana wajahnya namun rambutnya pendek sebahu dan lurus. Karena bintang tidak terlihat pada terang, dan terlihat jelas pada gelap. Walaupun bintang sangat terlihat kecil, namun bintang mampu memperindah malam. Kata-kata itu kembali terngiang di kepala Milano, membuat dirinya merindukan Dean. *** SAAT semua sudah siap, Karina membawa Luna ke taman, sesuai rencana, Luna di bawa dengan penutup mata. "Aduh Arin, lo bawa gue ke mana sih?" "Udah Lun, lo maju aja terus kedepan, setelah lima langkah baru deh buka penutup mata itu." Luna memajukan langkahnya, dua, tiga, empat, lima. Lalu melepaskan penutup mata, ekspresi nya terkejut melihat Dafa di depannya sedang membawa se-bucket bunga. "Will you be my girlfriend, Luna Xevariel?" ucap Dafa sambil memberikan se-bucket bunga dengan tersenyum manis. Teriakan 'yes' 'terima' dari suara Faldy, Milano, dan Karina pun terdengar keras. Luna tersenyum lebar dan menerima bunga tersebut "Yes, i will" ucap Luna, lalu Dafa menarik Luna ke dalam pelukan lalu mencium pipi Luna. Luna terus menarik bibirnya dengan senyuman lebar, teman-temannya yang berada di sana mengucapkan kata selamat, dan sekarang mereka sedang makan-makan di taman, dengan canda-tawa yang menemani. *** KANYA sangat bosan terus-terusan berada di ruangan serba putih ini, bau obat menurut nya. Dilihatnya Genta telah tertidur karena menjaganya, terlihat dari garis wajahnya yang menandakan bahwa dia kecapean. Genta telah menyelesaikan dua kali operasi di rumah sakit ini, terlebih mengurus dirinya karena Genta tidak ingin orang lain mengurus adiknya, ia ingin memberikan perawatan terbaik terhadap adiknya. Setelah meminum obat, melakukan perawatan dari Genta, tubuhnya menerima itu, kondisi nya mulai stabil, rasa sakitnya mereda. Kanya dengan perlahan menurunkan kakinya, ia ingin menghirup angin malam, Kanya membawa alat infus keluar kamar dengan pelan, tidak ingin merepotkan Genta. Pelan-pelan Kanya berjalan menuju ujung koridor, disana ada jendela yang dari jauh terlihat keindahan malam hari. Kanya menghirup dalam-dalam angin yang menerpa dirinya, membuat dirinya semakin merasa hidup. Ia pusing dengan bau obat di kamarnya, sungguh, sedari kecil ia sangat membenci rumah sakit karena bau obat yang sangat menyeruak ke dalam hidupnya namun kali ini mau tidak mau ia harus berada di sini, namun Kanya ingin segera pulang, ia bosan disini. Kanya melihat bintang dan bulan yang berada di langit, membuat Kanya mengingat percakapan dirinya dengan Raken. Kayaknya gue mulai suka sama lo. Kanya menyentuh dadanya dan tersenyum "Aku ngerasain adanya kebahagiaan jika kita bersama, Ken. Tapi, apa aku ada rasa sama kamu?" tanya Kanya pada bulan. Sebuah tangan menyentuh pundaknya, Kanya menoleh, ternyata orang yang berpakaian sama dengan dirinya, pasien. "Kamu suka malam?" tanya seseorang yang menyentuh pundaknya, Kanya merasakan pundaknya dingin, tangan orang itu dingin, dinginnya menembus baju yang di pakai Kanya. Kanya mengangguk dan tersenyum "Iya, aku suka." "Kenapa?" "Karena malam itu gelap. Dengan gelap, bintang bisa terlihat. Dengan gelap, setiap masalah memiliki celah untuk keluar. Bintang nggak akan terlihat tanpa gelap." ucap Kanya. "Saya juga suka gelap, gelap selalu menenangkan jika dilihat. Malam selalu menyajikan sesuatu hal yang indah ya?" Kanya mengangguk. "Kamu nggak dingin malam-malam terkibas angin malam?" tanya Kanya. "Sebenarnya dingin, tetapi karena ada kamu di sebelah saya, tubuh saya menjadi hangat. Kamu seperti matahari." lalu ia terkekeh. Kanya ikut tertawa pelan "Aku Kanya, Kanya Armaya." ucap Kanya memperkenalkan diri. Ia menyambut sambutan tangan Kanya "Saya Gerald, Gerald Samudra. Saya senang melihat kamu tertawa, tawa kamu cantik." ucap Gerald. "Kamu lucu." ucap Kanya sambil tertawa. "Lucu kenapa?" tanya Gerald. "Kamu ngomong nya pakai saya-kamu, serasa kayak orang kaku." ucap Kanya tertawa. Gerald ikut tertawa melihat Kanya tertawa "Kamu pernah nggak pengen sesuatu yang belum pernah kamu capai?" tanya Gerald sambil menatap langit. Kanya mengangguk "Aku pengen banget membuat permintaan di lampion, lalu menerbangkannya, dan melihat lampion itu terbang di udara." ucap Kanya. "Kalau kamu? Pernah?" Gerald mengangguk "Saya ingin naik perahu saat malam, saya sangat ingin merasakan bagaimana sensasi naik perahu saat malam." ucap Gerald. "Ternyata kita punya keinginan yang sederhana ya, tapi belum pernah kecapai." ucap Kanya sambil tersenyum. *** RAKEN Lindsey added you by id line Raken Lindsey send a message Kanya menekan layar ponselnya untuk membuka chat dari Raken. Raken Lindsey : Kanya? Lo dimana? Gue ke apartment lo tapi lo nya nggak ada. Kanya membalas chat dari Raken. Kanya Armaya : Aku lagi di rumah paman aku, kemarin dia jemput aku di apartment. Kanya berbohong, ia tidak ingin orang lain mencemaskannya. Raken Lindsey : Sayangnya lo bukan pembohong yang handal ya, Nya. Kanya menggigit kuku yang panjang, bagaimana Raken bilang seperti itu? Apa Raken mengetahui semuanya? Kanya Armaya : Kamu dapet id line aku dari mana? Kanya sengaja mengalihkan topik agar Raken tidak bertanya lebih jauh. Raken Lindsey : Kemaren gue nanya sama receptionist, lo pingsan saat itu, apa yang membawa lo itu paman lo? Raken tidak menjawab pertanyaan Kanya. Kanya Armaya : Iya, paman aku. Raken Lindsey : Lo baik-baik aja? Kanya Armaya : Iya, everything okay. Raken Lindsey : Get well fast ya, gdnight. Kanya langsung mematikan handphonenya, tidak membalas chat dari Raken, 'perasaan aneh apa ini tuhan? Apa aku mulai menyukai Raken?' batin Kanya. *** PAGI-pagi ponsel Kanya sudah berdering, lalu Kanya mengangkat panggilan tersebut. Valencia's Calling "Hallo? Ada apa Le?" tanya Kanya. "Selamat pagi Kanyaa, aku punya kabar bahagia!" "Kabar bahagia apa?" "Zira udah siuman dari koma!" "Alhamdullilah, sekarang aku boleh ngobrol sama Zira nggak?" "Yah, Zira baru banget siuman, tapi jangan khawatir, dia baik-baik aja sekarang, kondisinya semakin hari semakin membaik. Aku seneng banget Zira udah nggak koma lagi." "Aku turut seneng Le, akhirnya Zira bangun dari koma." "Nya?" "Iya?" "Suara kamu kenapa? Kok lemes gitu? Kamu gapapa kan?" "Aku baru bangun tidur Ale, ya jelas aku lemes." "Oh iya hahahaha maaf ya aku nelfon kamu pagi-pagi, sangking senengnya nih." "Hahaha iya gapapa." "Yaudah, Nya. Kamu lanjut tidur lagi gih kayaknya kamu kecapean, aku mau nemenin Zira." "Iya Le, nanti kalo aku ada waktu luang aku kesana ya, salam buat Zira." "Sip." "Bye." "Bye." Kanya mematikan panggilan tersebut lalu kembali memejamkan matanya, Kanya memikirkan rumah. Apa yang terjadi dirumah? Sekarang pasti tante Reta ada dirumahnya. Apakah dengan adanya tante Reta, dirumah semakin membaik? Atau justru memburuk?. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD