thirty fourth tale

1844 Words
"Jelas nggak. Masih perlu banget ditanya lagi?" sinis Raken sebab ia benar-benar sudah tidak memiliki rasa apa-apa lagi dengan perempuan itu. Tidak pernah ada terlintas dalam pikirannya bahwa ia ingin kembali dengan Valen setelah berhasil untuk move on. "Aku tau Ken, rasa yang kamu punya buat aku itu masih ada. Kanya cuma dijadikan pelampiasan aja kan?" duga Valen yang benar-benar kejam. Saat mendengarkan hal tersebut membuat Kanya terhanyut dalam pikirannya sendiri, bahwa dugaan Valen mungkin saja benar adanya. "Pelampiasan? Setelah dua tahun apa itu namanya pelampiasan? Nggak Len! Kalau aku mau mencari pelampiasan, aku sudah mencari itu setelah kamu ninggalin aku." Raken tidak pernah sekalipun memiliki niat yang jahat terhadap Kanya, lagipula Kanya terlalu baik untuk dijadikan pelampiasan dari seseorang seperti Valen. "Tapi-" "Please Len, aku udah bahagia sama Kanya. Kamu nggak mau kan jadi pencundang dengan merusak kebahagiaan orang lain?" Valen terdiam, Raken berbalik, menemukan sosok Kanya yang menyimak semua percakapannya yang seketika membuat Kanya seperti sedang mempergoki pacarnya yang sedang selingkuh dan saat ini ia bingung harus bersikap seperti apa. Kenapa pula Kanya harus setidak pandai ini dalam bersembunyi. Raken langsung berlari ke arah Kanya, sedangkan Valen berlari ke arah yang berlawanan entah bertujuan kemana Raken tidak perduli, justru ia benar-benar khawatir sebab Kanya telah mendengar semuanya. Takut jika Kanya salah menanggapi apa yang sudah ia dengar. "Kanya, aku bakal jelasin semuanya." Namun Kanya justru bersikap layaknya tidak ada yang terjadi barusan, dan tersenyum begitu Raken berdiri tepat didepannya. "Ken maaf ya kemarin aku nggak kerumah kamu buat ngasih kado buat Raya, nih kadonya maaf juga karena aku nggak bisa ke rumah kamu sekarang, aku ada janji." Kanya memberikan kotak hadiah untuk Raya yang sudah ia siapkan sejak kemarin. "Nya, aku rasa aku perlu jelasin ini sama kamu. Aku nggak ada perasaan apapun sama Valen dan nggak akan pernah ada niat untuk balik sama dia.” Kanya tersenyum. "Iya Ken, aku percaya kok." Untuk kali ini, Kanya merasa bahwa ia akan percaya terlebih dahulu kepada apa yang laki-laki ini ucapkan kepadanya. Ia juga tidak ingin memperpanjang bahasan saat ini sebab ia belum siap. Raken memeluk Kanya, tidak peduli sedang dimana sekarang mereka berada, hanya dengan itulah mereka dapat menyalurkan perasaan mereka, tidak perlu janji manis ataupun pelakuan manis, cukup kepercayaan. Kepercayaan adalah kunci dari sebuah hubungan yang awet. Di sisi lain, seorang gadis sedang menahan rasa cemburunya melihat pemandangan didepannya. *** Saat Kanya ingin pulang, ia justru bertemu Valen di gerbang sekolah. Bingung harus bersikap seperti apa namun Kanya menyapa duluan, ia tidak ingin jika hanya karena masalah lelaki mereka jadi tidak bisa berteman lagi. "Hai Len." sapa Kanya yang tiba-tiba menjadi canggung kepada sahabatnya itu. "Nya, aku mau ngomong sesuatu sama kamu." sambil menatap Kanya sangat serius, tidak seperti Valen yang biasanya. "Tapi nggak disini." lanjutnya. Kanya mengecek jam tangan nya, ia harus segera ke rumah sakit sekarang. Tidak mungkin jika dia mengikuti Valen. "Maaf Le, aku ada janji. Disini aja ya?" tanya Kanya halus berharap supaya Valen setuju jika harus bicara disini saja. "Okey, di mobil gue ya?" Kanya mengangguk lalu masuk ke mobil Valen. Saat mereka telah sampai dimobil membuat diri Kanya merasakan efek suasana yang begitu dingin padahal AC mobil baru saja dinyalakan saat mereka masuk. Valen menghela nafas dengan sengaja. "Kanya." panggil Valen untuk memulai percakapan. Kanya menunggu Valen berbicara dan hanya menanggapi dengan alis yang terangkat saja. "Kamu denger semuanya tadi?" tanya Valen lalu Kanya hanya menggangguk jujur, ia memang mendengar semuanya. "Seperti yang kamu dengar, aku masih cinta sama Raken." Kanya masih diam tanpa membalas kata-kata Valen, ia masih menunggu Valen berbicara. "Aku nggak bisa lupain dia." Lanjutnya yang membuat Kanya bingung kenapa hal seperti ini harus disampaikan kepadanya, jika sahabatnya itu masih mencintai Raken, bukankah seharusnya ia bicarakan pada Raken saja secara langsung? "Kamu sahabat aku kan?" Kanya mengangguk sebagai jawaban. Valen melanjutkan, "Kamu sahabat aku yang rela melakukan apapun demi aku kan?" kali ini Kanya hanya bungkam tidak mengangguk ataupun berkedip. Ia mungkin memang sahabat dekatnya Valen, namun untuk melakukan sesuatu demi sahabat, ia rasa perlu dipikirkan terlebih dahulu apa tujuan yang harus ia lakukan tersebut. Jika merugikan dirinya sendiri, Kanya tidak bisa dengan gamblang akan melakukan itu demi Valen. "Lepasin Raken demi aku." seketika Kanya tidak bisa menghirup oksigen, bukankah ini tidak seharusnya menjadi begini? Valen memohon sambil mengoyang-goyangkan lengan Kanya. Kanya hanya bisa diam, tidak menjawab. Kanya sangat menyayangi Valen, tapi dia juga tidak ingin melepaskan Raken hanya demi Valen. Tapi Kanya juga tidak mau egois dengan membiarkan Valen menderita, tapi Kanya juga tidak mau dirinya tersiksa jika harus melepaskan Raken. "Tolong, lepasin Raken." pinta Valen lagi. Kanya melepaskan tangan Valen di lengannya dengan pelan. “Len, kalo kamu emang anggap aku sebagai sahabat, nggak seharusnya kamu minta hal kayak gini ke aku. Raken sumber bahagia aku, Le. Dan dengan mudahnya kamu minta aku untuk lepasin kebahagiaan aku?” Kanya benar-benar tidak sanggup lagi dengan percakapan ini. “Nya—“ "Udah kan? Aku pergi dulu ya Le, aku ada janji dan sekarang hampir telat. Aku duluan ya Le." potong Kanya dan langsung turun dari mobil meninggalkan Valen yang menggeram frustasi. Kanya benar-benar tidak mood dalam obrolan tadi. Jelas saja siapapun akan marah jika diminta untuk melepaskan orang yang kita sayang. *** Kanya segera pulang ke rumah setelah ke rumah sakit untuk jadwal berobatnya, syukur kondisi tubuhnya membaik. Kanya duduk di taman belakang, tempat yang bisa membuat Kanya merasakan bahwa Bundanya masih ada disini. Sebab hari ini benar-benar menjadi hari yang sangat menjengkelkan baginya. Kanya berjalan ke lapangan kecil untuk bermain basket, Kanya men-dribble bola itu dan berkali-kali memasukannya ke ring, namun nihil. Bola basket itu selalu saja tidak ingin masuk kedalam ring. Lalu seseorang dibelakangnya membantunya memasukkan bola. "Makanya, kalau ngerasa pendek itu nggak usah gaya-gayan mau main basket." sindirnya. Kanya cemberut, itu Milano pastinya karena Kanya menghirup perfume yang sangat khas dari kakaknya dan juga suara dan nada sinis yang jelas hanya dimiliki oleh pria bernama Milano itu. "Sini gue bantuin." Milano membantu Kanya memegang bola, lalu mengajari Kanya cara melempar bola. Dengan bantuan Milano, bola yang Kanya lempar masuk ke dalam ring. Sejujurnya Kanya tidak pernah bisa memasukkan bola basket kedalam ring jika tidak dengan bantuan Milano. "Yeayy masuk!" pekik Kanya girang. Lalu Kanya mencoba memasukan bola basket itu tanpa bantuan dari Milano. Mungkin kali ini adalah keberuntungan yang tidak disengaja sebab jarang sekali terjadi didalam hidupnya. Bola itu berputar diatas ring, Kanya sudah ingin teriak karena geregetan, namun bukannya masuk kedalam ring, justru bola itu meleset keluar. Kanya langsung cemberut. "Yah." "Udah nggak usah main basket, main bekel aja sana." usir Milano sebab melihat Kanya yang sampai saat ini masih tidak ahli dalam memasukkan bola kedalam ring. "Sana deh, gue mau main." Lanjutnya kembali dengan sifat sinisnya. Kanya makin menekukkan wajahnya, ia sudah kebal dengan perlakuan Milano. 'Andai lo tau, Nya. Gue pengen banget main basket sama lo, kayak waktu kita kecil.' batin Milano. 'Tapi keadaannya nggak memungkinkan, makin kesini gue sadar, kematian Dean sepenuhnya bukan salah lo, tapi gue telat menyadarinya.' Milano bisa merubah pikirannya tentang Kanya sebab teringat dengan apa yang ia lihat kemarin, membuat dirinya kembali memikirkan bahwa kesalahan ini mungkin saja bukan berasal dari Kanya. *Flashback on* Saat Milano baru pulang sejak ia bertemu dengan Bulan, ia tidak jadi langsung masuk kedalam rumah sebab ada yang sangat mencolok perhatiannya di teras depan rumahnya. Ia melihat ada kotak hitam yang lumayan besar dengan setangkai bunga di atasnya serta kertas post kecil dibawah bunga itu. For you, Kanya. Itu tulisannya, Milano pikir ini dari penggemar rahasianya Kanya atau kiriman dari Raken. Tapi, Milano tau bahwa Raken tidak tau lokasi rumahnya, Raken hanya mengetahui lokasi apartment nya. Jadi kemungkinan besar, Raken bukanlah seseorang yang mengirimkan kotak hitam dan setangkai bunga tersebut. Karena ingin tau, Milano sengaja membuka kotak itu. Perlahan, Milano membuka itu. Baru saja Milano membuka setengah dari kotak itu, ia langsung melempar kotak itu. Kaget, dengan apa yang ada di dalam kotak itu. Benar-benar tidak menduga jika sesuatu itu ada didalam kotak tersebut. Bangkai kucing yang kepalanya terpisah dengan tubuhnya, serta tali seperti menggantung diri di leher kucing yang telah dipotong. Orang gila mana yang telah mengirimkan hal mengerikan seperti ini? Apalagi Milano diam-diam menyukai kucing dan sering memberikan makan kepada kucing-kucing yang ia temui dijalan. Melihat kucing yang tidak berdosa diperlakukan seperti ini oleh manusia membuat dirinya merasa sangat jengkel. Mata Milano mengarah pada isi surat yang berada di bawah bangkai kucing tersebut, dengan hati-hati Milano mengambil kertas itu. Kertas yang berwarna putih, terkena bercak-bercak darah dari kucing yang malang tersebut. Milano membuka itu. Pilih dibunuh atau bunuh diri? ‘Apakah ini ancaman pembunuhan? Untuk adiknya?’ Batin Milano yang benar-benar syok padahal baru membaca satu baris pertama dalam surat tersebut. Kanya yang malang, padahal kematian Dean bukanlah salahmu, kamu hanya menyuruhnya untuk melakukan transpaltasi ginjal, itu saja. Terlebih Dean meninggal, itu karena cangkok ginjal yang berada ditubuhnya gagal, ginjal itu tidak cocok dengan tubuhnya. Hanya saja, aku sangat membencimu karena kamu telah menyuruh Dean untuk melakukan operasi bodoh itu. Mengapa kamu menyuruh Dean untuk cepat mati, Kanya? Apakah kamu memiliki dendam pribadi padanya? Oh jika kamu memiliki dendam padanya. Aku akan membalas dendam itu, kamu tau hukum alam kan? Nyawa dibayar Nyawa! Kamu tinggal memilih, ingin dibunuh seperti kucing itu atau bunuh diri?! Milano merobek-robek kertas itu, surat itu memang benar-benar ancaman pembunuhan, ada apa yang terjadi pada hidup Kanya? Siapa yang mengirimkan kotak itu pada Kanya? Mengapa dia sangat membenci Kanya sampai ia ingin membunuh Kanya? Bahkan dirinya yang sangat benci dengan Kanya, tidak akan tega jika harus membunuh Kanya. Sejauh apapun Milano menebak-nebak siapa pelaku yang secara tidak memiliki adab mengirimkan adiknya kotak mengerikan itu, ia tidak pernah mendapatkan jawabannya. Melihat dan membaca surat itu membuat Milano berpikir ulang untuk menyalahkan Kanya atas kematian pacarnya sekaligus merasa sangat bersalah tentang perlakuannya kepada Kanya selama ini. Bisa dibilang, terlalu kasar dan Milano sangat ingin meminta maaf kepada Kanya saat itu juga. Seluruh perkataan yang menyakiti Kanya yang pernah Milano lontarkan kepada perempuan itu… terlalu banyak hingga membuat diri Milano bingung harus meminta maaf sebanyak apa. Sebab jika Milano dan Kanya bertukar posisi, Milano yakin ia akan membenci sosoknya selama-lamanya. *Flashback off* Kanya tidak pergi dari taman belakang, ia hanya duduk di ayunan favorite nya. Melihat Milano yang sangat lihai dalam mendribble bola. Sungguh sebuah keajaiban dalam hidupnya sebab laki-laki itu tidak mengusirnya dari sini, karena biasanya ia tidak pernah diizinkan hanya untuk sekedar menonton permainan basket Milano seperti ini. "Neng Anya... Ada kirimin buat eneng." panggil bi Ara sambil membawa kotak berwarna pink berukuran medium yang ia temui di ruang tamu dan melihat ada tulisan bernama Kanya, bi Ara langsung membawa masuk dan memberikan kotak tersebut kepada Kanya. Kanya langsung berdiri dan menghampiri bi Ara ."Wah... Kado dari siapa bi?" tanya Kanya yang mengambil alih kotak tersebut dari tangan bi Ara. Bi Ara memberikan kotak itu pada Kanya. "Tadi bibi lagi nyapu halaman depan, eh didepan gerbang ada kotak, ada nama neng Anya." Dan begitu Kanya lihat, memang benar tertulis namanya disana. "Yaudah makasih ya bi." ucap Kanya sambil memperhatikan kotak tersebut dan menebak-nebak berisi apa kotak tersebut.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD