third tale

3445 Words
Hal yang paling menyakitkan dapat terjadi, saat kita mencintai seseorang, tetapi seseorang itu mencintai yang lain. *** Hari ini hari minggu yang mana sudah jelas akan menjadi hari yang paling di tunggu-tunggu, bukan hanya karena hari libur tetapi juga hari dimana Kanya akan berjalan-jalan dengan kak Dafa. Tetapi beberapa kali alarm sudah menyala, perempuan itu tak kunjung bangun hingga suara ketukan pintu kamarnya terdengar samar-samar pada indra pendengaran Kanya, lalu pintu terbuka. "Neng Anya, Bangun Neng, itu ada temen eneng diruang tamu." ucap Bibi Ara. Pengasuhnya yang sudah ia kenal sejak kecil.  Kanya merentangkan tangannya dan menguap. Kebiasaan Kanya ketika baru bangun tidur, tidak bisa langsung bangun begitu saja ketika dibangunkan oleh orang lain. "Haduh bi Ara, ini kan hari minggu.. kenapa bangunin aku pagi buta gini." lalu Kanya mengucek matanya, berusaha berpindah tempat dari alam mimpi yang terasa masih sangat nyaman. "Aduh neng bukannya begitu, itu dibawah ada temen neng Anya.. katanya dia udah ada janji sama eneng" bi Ara sambil menunjuk-nunjuk kearah bawah. Tepatnya tamu tersebut sedang menunggu Kanya di ruang tamu sendirian. Kanya menguap lagi, masih belum juga terkumpul nyawanya. "Siapa sih bi? Perasaan Anya nggak ada janji hari ini." "Namanya Dafa, neng." Satu nama itu mampu membuat dirinya langsung membulatkan matanya dan beranjak dari tempat tidur. Ia lari untuk melihat kearah ruang tamu, dan benar disana sudah ada Dafa yang menunggunya. Kanya langsung menepuk kepalanya. "Bisa-bisanya gue lupa kalo hari ini kan kak Dafa ngajak gue jalan."  Karena baru bangun tidur, Kanya tidak bisa langsung turun menyapa Dafa dengan keadaan masih kusut dan rambutnya yang serba acak-acakan. Dia akhirnya kembali ke kamar lagi. "Bi, bilangin kak Dafa ya.. tunggu sebentar Anya lagi rapih-rapih." ucapnya sambil berlari dan cepat membuka lemari untuk memilih baju yang akan ia pakai. Bi Ara tersenyum. "Itu pacar neng Anya yah?" goda bi Ara. "Ish bi Ara, bukan. Itu mah cuma temen Anya." Kanya menggeleng, memberi tahu bahwa itu salah besar. "Temen apa temen?" goda bi Ara lagi. "Bi itu temen aku temenin dulu ya bi, aku mau mandi dulu takut dia nunggu lama." ucap Kanya mengalihkan obrolan dan bi Ara hanya tertawa.  Pengasuhnya jelas tahu bahwa Kanya tidak menganggap tamu itu hanya sebagai teman saja. Karena di lihat dari semburat senyum dan pipi yang kian merah saat hendak melihat Dafa tadi, bi Ara paham bahwa ternyata anak perempuan itu mungkin saja sedang menyukai seseorang. Dan seseorang itu adalah Dafa. Tebakannya seratus persen benar, karena sebelum pergi ke kamar mandi.. Kanya lebih dulu menyalakan ponselnya. Ada pesan yang mampu membuat harinya kini bisa jadi hari paling cerah yang pernah ada didalam hidupnya. Siapa lagi kalau bukan Ardafa Fadika. From Dafa. Kanya, hari ini jadi kan? Gue udah didepan rumah lo, belum bangun tidur ya? Kanya menepuk kepalanya lagi dan meletakkan ponsel ke sembarang arah, memilih untuk tidak menjawab pesan Dafa dan segera mandi. Selesai mandi, Kanya memilih memakai baju tangan pendek berwarna putih yang ada rombai-rombai dibawahnya dan bergambar tengkorak serta celana hot pants yang tidak terlalu pendek. Ia memakai jaket crop terlebih dahulu, kemudian memilih memakai sepatu sneakers berwarna putih yang senada dengan bajunya dan memakai tas ransel kecil berwarna hitam. Simple merupakan yang terbaik. Sengaja juga Kanya memilih pakaian yang bisa masuk di momen apapun dan tempat apapun. Kanya turun dari kamarnya, buru-buru untuk meminta maaf kepada Dafa yang saat itu sedang duduk di ruang tamu. "Maaf ya, kak.. tadi aku kesiangan. Udah nyalain alarm tapi nggak denger." Dafa tersenyum dan menggeleng pelan. "Nggak apa-apa kok, Nya. Gimana kalo kita langsung berangkat sekarang aja? Kita kan belum jemput Luna."  Kanya hanya mengangguk. "Oh iya orangtua lo mana, Nya? Gue mau pamit dulu nih." Orang tuanya. Sebetulnya tidak ada satupun yang salah dari pertanyaan Dafa, hanya saja Kanya agak begitu sensitif jika ada seseorang yang bertanya terkait keluarganya. Karena dengan begitu ia harus memulai untuk menjelaskan dari awal hingga akhir, karena jika tidak.. mungkin akan segera terjadi wawancara mendadak terkait kehidupan pribadinya yang jelas Kanya malas untuk menjawab itu semua. Akhirnya Kanya hanya mampu tersenyum yang jusrtu terlihat miris. "Langsung aja yu? Kasihan Luna nunggu lama. Hari ini di rumah cuma ada aku sama bi Ara doang." Dafa mengangguk paham dan segera keluar menuju mobilnya untuk menjemput Luna. Saat sudah sampai di rumah Luna, terlihat bahwa Luna sudah ada di depan rumahnya dan melambaikan tangan. Ternyata perempuan itu memang sudah siap dan menunggunya sejak tadi. Kanya mungkin jadi satu-satunya orang yang lupa terkait agenda hari ini. Luna masuk kedalam mobil. "Kalian lama banget sih, katanya jam 7 harus udah ready tapi ini mah udah jam 8 kali." ucap Luna sambil memperlihatkan jam tangannya, kesal. Bagi siapapun menunggu adalah hal yang paling membosankan. Dafa tertawa. "Maaf Lun, Anya bangun-nya lama banget, padahal bibinya udah bangunin dia tiga kali." Kanya melotot dan mencubit lengan Dafa. "Enak aja." dan terdengar suara 'aw' yang keluar dari mulut Dafa. "Gue udah bangun tadi, tapi ketiduran lagi. Bibi Ara banguninnya cuma ketok pintu, mana dengar aku." alasan Kanya yang jelas saja di buat-buat, aslinya ya memang kesiangan dan tidak dengar apa-apa. "Alasan lo kurang masuk akal, coba lagi lain kali ya!" ledek Dafa sambil bercanda. "Ish! Kok bisa tau sih?" "Lo itu nggak bisa bohong, Nya. Kelihatan jelas HAHAHA." Pagi ini sepertinya Dafa tertawa terlalu kencang sampai-sampai membuat Luna disampingnya tampak tidak bersemangat melakukan apapun. Karena Kanya menyadari hal tersebut akhirnya ia beralih untuk berbicara pada Luna. "Maaf ya Lun, bikin lo nunggu lama. Gue lupa kalo hari ini ada janji jadi gue nonton film sampai tengah malem. Jadi pas alarm bunyi gue nggak begitu dengar, padahal udah paling full." ucap Kanya sambil cemberut. Berusaha agar bisa mengembalikan mood Luna yang kelihatan sangat tidak baik saat itu. "Iya" jawab Luna jutek. Mobil pun berjalan menuju area jakarta. Sejujurnya Luna kesal karena dia menunggu lama, dan belum lagi ia terlanjur bangun pagi hari di saat ia tidak bisa menghubungi Kanya. Luna bisa tahan dengan apapun tapi jika perihal menunggu entah kenapa rasa kesal semakin menjadi-jadi. "Yah Lun, jangan ngambek dong, kita kan mau have fun." rayu Kanya dan mencoba agar Luna tidak cemberut. Luna masih cemberut. "Emangnya kita mau kemana sih?" "Kita mau ke Dufan." ucap Dafa dan mata Luna langsung berbinar.  Tepat sekali, dunia rekreasi selalu jadi tempat penyegaran terbaik bagi siapapun yang sedang suntuk dalam kepahitan dunia. Entah magic apa yang di katakan oleh Dafa, perkataan itu mampu membuat perempuan itu kembali tersenyum dan moodnya pun kembali baik. Luna langsung berseru 'yes'. "Ka Dafa tau aja, aku pengen refreshing." Kanya dan Dafa langsung terkekeh. "Luna, Luna." ucap mereka sambil geleng-geleng dan Luna hanya menyegir. Setidaknya paginya Luna kini bisa bersinar terang seperti matahari pagi. Tetapi siapapun tidak akan pernah menduga bahwa alasan dari dirinya kembali tersenyum bukan  karena taman rekreasi, melainkan seseorang yang mengucapkan. *** Saat Raken terbangun dari tidurnya ia langsung membangunkan Faldy. "Fal, Fal! Dafa sama Milano kemana? Tumben udah nggak ada." sambil mengoyang-goyangkan tubuh Faldy. Karena begitu Raken mencoba mengedarkan pandangan saat baru bangun tidur tadi, yang tersedia di ruangan ini hanyalah Faldy seorang. Di bangunkan pagi hari, apalagi hari minggu.. Jelas akan membuat siapapun kesal. Terpaksa bangun dari mimpinya, akhirnya Faldy mengerang sadar. "Nggak tau. Dafa kan kemaren bilang, dia mau jalan sama gebetannya. Kalo Lano nggak tau deh tuh anak kemana." Lalu kembali memejamkan matanya dan mengeratkan selimut naik hingga batas dadanya. Mereka sedang berada di apartment nya Milano, setiap hari libur mereka menghabiskan waktu bersama. Kadang mereka menginap di apartment Raken, rumah Faldy, rumah Dafa, ataupun apartment Milano. Mereka selalu bergantian setiap minggunya. Awalnya karena ada acara khusus namun beberapa kali keseringan hingga lama kelamaan mereka membuat jadwal sendiri terkait nginap menginap demi mempererat tali persahabatan. "Gebetan? Siapa?" tanya Raken penasaran. Padahal Faldy berniat untuk kembali tidur karena ia pikir Raken akan segera pergi dan berhenti menganggunya hanya karena pertanyaan yang sebenarnya tidak ada pentingnya. Dengan mata yang masih terpejam Faldy terpaksa menjawab. "Yang anak kelas 10 itu, Ken. Luna."  Raken menyeritkan alisnya. "Lah kemaren dia bilang, dia mau jalan sama anak kelas 10 yang namanya Kanya." Raken ingat betul karena Dafa bicara langsung padanya, dan kenapa bisa berbeda dengan apa yang laki-laki itu katakan pada Faldy? "Dafa sih bilang ke gue kalo dia sengaja ngajak Kanya soalnya dia deketnya sama Karina. Kan si Luna agak judes gitu, jadi Dafa deketin Kanya supaya Dafa bisa deket sama Luna." jelas Faldy muter-muter. Kali ini matanya sukses terbuka, sudah tidak ada lagi sisa sisa kantuk yang bisa membawanya kembali pada tidur. Raken masih bingung. "Maksudnya gimana sih, Fal? Lo ngomong muter-muter gitu." Faldy mengucek matanya dan menghela nafas. Tidak paham kenapa Raken sangat amat penasaran akan itu. "Jadi Kanya cuma dimanfaatin doang sama Dafa biar si Dafa deket sama Luna. Ngerti nggak? Semacam buat pancingan aja." "Kok Kanya mau dimanfaatin?" tanya Raken bingung. Faldy bangun dari tempat tidurnya. "Aduh Ken. Emangnya lo nggak tau kalo Kanya suka sama Dafa?" tanya Faldy dan Raken menggeleng. "Yaampun, Ken. Lo tuh cuek banget sih sama keadaan sekitar, keliatan banget dari cara dia ngeliatin Dafa. Pokoknya tiap gue lewat sama Dafa, entah itu di kantin kek, lorong kelas kek, lapangan kek. Pandangan dia cuma tertuju sama satu orang aja. Dafa."  Raken masih bingung dengan ucapan Faldy, Raken memang cuek dengan keadaan sekitar. Tetapi kalau menyangkut seseorang bernama Kanya, agaknya cukup membuat dirinya merasa penasaran. Apa mungkin karena insiden kue keju kemarin?  Karena sudah bangun total, Faldy memilih untuk turun dari tempat tidurnya dan minum air putih. "Lo tumben banget, Ken. Nanya-nanya tentang Dafa, biasanya Dafa jalan sama lima perempuan juga lo nggak peduli." sela Faldy sebentar sambil meneguk air putih itu dalam dalam. "Atau jangan-jangan lo suka ya sama Luna? Apa Kanya?" tebak Faldy menggoda. Raken mengibaskan tangannya. "Nggak jelas lo. Gue cuma heran aja ada perempuan yang nggak nyadar kalo perasaan dia itu cuma di manfaatin untuk sekadar pengen deket sama sahabatnya. Apa iya se-enggak tau itu? Kayak.. Nggak mungkin aja." elak Raken yang sebenarnya hanya mencari-cari alasan saja. Untungnya Faldy beneran menganggapnya serius, ia menjawab sambil terkekeh. "Lo kaya nggak tau aja gimana gelagat Dafa, lo kenal dia berapa tahun bro? Dafa itu paling pinter diantara kita narik pesona perempuan. Kayak apa ya, dia tau letak mana yang bisa bikin cewek-cewek suka banget sama dia. Lo liat aja gimana dia nyebar senyuman." Raken mengangguk, memang benar Dafa lah yang paling jago dalam hal perempuan, dia sering gonta-ganti pacar kayak ganti kaos kaki. Dan rata-rata mantannya super duper cantik, tetapi sayangnya nggak ada yang betulan di seriusi oleh dia. "Trus mereka jalan kemana?" tanya Raken yang masih belum tuntas mempertanyakan. "Kemaren sih Dafa bilang dia mau ke Dufan." Raken menyeritkan alisnya. "Ke Dufan? Pagi-pagi gini?" Faldy mengangkat bahunya. "Maybe, kali aja dia ke pantai dulu baru ke Dufan." Raken mengangguk. "Gue mandi duluan ya, gue mau kerumah, gue udah janji ngajak adik gue jalan-jalan." ucap Raken dan langsung beranjak ke kamar. "Juancook! Bangunin gue pagi-pagi, mana di introgasi, di tinggal sendirian pula!" Mendengar itu, Raken hanya tertawa sambil melambaikan tangannya pada Faldy yang saat itu melayangkan jari tengah kepadanya. *** Dafa, Kanya dan Luna sampai di Ancol Taman Impian pada pukul 09.13. Karena ini masih pagi, mereka memutuskan untuk ke pantai terlebih dahulu. Alasannya cukup sederhana, mereka baru saja mampir untuk sarapan dan jika langsung masuk dan menaiki wahana khawatir akan membuat mereka muntah-muntah. Dan untuk meminimalisir hal tersebut terjadi, mereka memutuskan untuk pergi ke pantai lebih dulu di pagi hari ini. Kanya jadi seseorang yang berlari paling awal menuju pantai. Entah sudah berapa bulan, Kanya tidak mengunjungi pantai dan kebetulan sekali hari ini dia bisa.. rasanya senang. "Dafa, Luna. Lama banget sih jalannya, cepetan kesini cuacanya lagi bagus banget nih." ucap Kanya dengan riang. Luna geleng-geleng melihat kelakuan sahabatnya, walaupun umurnya sama dengan Kanya, kelakuan Kanya mirip sama anak kecil. Kanya sudah menceburkan kakinya pada pinggiran pantai. Bisa ditebak, kalau Kanya bawa baju ganti, pasti dia sudah nyebur seluruh badan. "Lo jangan heran kak sama kelakuan Kanya, dia kalau udah ketemu sama air, lupa segala hal." Dafa terkekeh melihat Kanya yang hampir memasukkan kakinya ke dalam air. "Lucu juga ya, Kanya. Kalo senyum gitu makin keliatan cantik."  Mendengar itu entah kenapa Luna langsung bungkam dan menghentikan langkahnya.  Dafa menghampiri Luna yang tertinggal dibelakang. "Lo kenapa Lun? Ucapan gue ada yang salah?" tanya Dafa khawatir. Luna menggeleng dan segera mengatur mimik wajahnya menjadi sebahagia mungkin. "Ah, eng-enggak kok kak gue nggak apa-apa." Luna sedikit, agak... gugup. Dafa menegakkan tubuhnya dan menatap Luna. "Yakin gapapa? Biasanya perempuan kalau bilang gapapa itu berarti ada apa-apa." ucap Dafa sambil menaik-turunkan alisnya. Luna salah tingkah dan mengibaskan tangannya. "Ah mitos itu mah, udah ah aku mau ke Kanya." Luna berjalan cepat ke arah Kanya dan meninggalkan Dafa. Dafa tersenyum melihat tingkah Luna, Dafa berlari menghampiri Luna dan mencekal halus pergelangan tangan Luna. Luna membalikkan badan. "Cie salting." lalu Dafa mengacak-acak rambut Luna. Luna menepis tangan Dafa yang berada di rambutnya. "Apaan sih, ka Dafa nggak jelas deh." dan Luna meninggalkan Dafa lagi. Dafa mengejarnya lagi dan mencubit halus hidung Luna. "Jangan ngambek dong, ntar keriput lo." ucap Dafa sambil tersenyum manis dan Luna tidak bisa menyembunyikan senyumannya lagi. Luna mencubit pinggang Dafa dengan sadis. "Bisa berhenti senyum nggak? Kasihan jantung gue." ucap Luna sambil terkekeh. Dafa tertawa. "Tapi lo nggak mati kan?" "Tau deh." ucap Luna dengan jutek, lalu detik kemudian mereka kembali tertawa entah untuk apa. "Lun." panggil Dafa. Berhenti tertawa dan kali ini terdengar sangat serius. "Apa?" "Mau tau sesuatu nggak?" Luna hanya mengangguk. Melihat Data yang sudah serius seperti ini membuatnya sedikit... baper? "Sebenarnya gue kesini niatnya mau ngajak lo, tapi berhubung lo susah banget buat di chat. Akhirnya terpaksa gue ajak lo kesini lewat Kanya." jelas Dafa pada akhirnya yang membuat Luna terkejut didepannya. Luna berusaha berpikir positif tapi kenyataan sama sekali tidak mendukungnya untuk seperti itu. "Kenapa niatnya ngajak gue?" "Karena.. gue suka sama lo?" Apakah ini pengakuan? Luna jelas saja terkejut. "Kenapa diam aja? Ada seseorang yang lagi lo suka atau lo jaga perasaannya?" Luna menggeleng. "Nggak ada." "Berarti gue boleh?" "Boleh apa?" "Suka sama lo." Luna tidak pernah menduga hari ini akan terjadi. Di pinggir pantai seseorang sedang tersenyum miris melihat Dafa dan Luna. Ya, dia Kanya. Hatinya terasa teriris melihat kebahagiaan mereka. Untuk pertama kalinya Kanya ingin berada di posisi Luna. Padahal mereka kesini bertiga dan alasan kenapa Dafa menyuruhnya untuk mengajak temannya supaya ramai. Tetapi kenapa justru hanya dia yang di abaikan seorang diri dan merasa sangat sepi? Kanya beranjak menuju pasir pantai, ia duduk sambil menikmati cerahnya hari serta angin laut yang menerpanya. "Hey bengong aja lo, Nya. Tadi keliatannya seneng banget." ucap Luna tiba-tiba duduk di sebelahnya yang cukup mengagetkan dirinya. "Ngagetin aja lo. Enggak kok, udah lama gue nggak ngeliat pantai. Ngeliat pantai nyejukin mata ya, Lun. Coba deh lo rentangin tangan dan tutup mata lo dan rasain angin yang berhembus seperti menembus kulit lo. Ini bener-bener surga dunia, Lun. Mungkin ini terdengar norak tapi buat gue yang jarang liat pantai, gue ngerasa healing aja gitu. Kayaknya gue harus berterima kasih banyak sama kak Dafa yang udah kepikiran ngajak gue kesini." ucap Kanya sambil memejamkan matanya dan merentangkan tangannya. Perasaan Luna entah kenapa seperti tidak suka. "Gue yang harusnya berterimakasih, kalo nggak ada gue bukannya hari ini nggak bakal ada?"  Pertanyaan Luna saat itu membuat Kanya terkejut. "Bercanda, Nya! Makanya gue ikut, biar lo seneng. Gimana awal hari ini? Seru kan?" Luna secepat kilat tertawa dan menepuk pundak Kanya, melihat Luna yang melakukan perubahan suasana secara drastis sejujurnya saja membuat Kanya merasa canggung sampai-sampai dia terpaksa tertawa hanya untuk mengimbangi perasaan Luna. Luna mengikuti ucapan dan gerakan yang Kanya bicarakan tadi yang bertepatan dengan Dafa yang datang menghampiri mereka berdua. "Kalian lagi yoga?" tanya Dafa. Kanya dan Luna langsung menoleh ke arah sumber suara. "Enak aja, kita itu lagi nikmatin suasana tau!" kata Kanya. Luna melipat tangannya. "Makanya jangan sok tau." Luna menjulurkan lidahnya. Dafa berdecak. "Mumpung cuacanya lagi bersahabat, foto aja yuk?" ajak Dafa yang sebenarnya jalan-jalan terasa akan kurang komplit jika tidak disertai dengan adanya foto-foto. "Boleh tuh fotoin kita dulu dong." "Boleh tuh fotoin kita dulu dong." Kanya dan Luna mengucapkan hal itu secara bersamaan. Akhirnya mereka berdua bergaya sok candid, lalu saling merangkul dan saling menatap. Ala-ala seperti seseorang yang sedang menikmati suasana tetapi tetap mengatur mimik wajah supaya hasilnya terlihat cantik. Kemudian tidak berhenti sampai disitu, masih banyak gaya lain yang membuat Dafa memotret banyak foto kali ini. "Gantian dong." ucap Dafa sambil memberikan kameranya pada Luna. Karena di banding Kanya, hasil foto yang berasal dari Luna jauh lebih bagus karena terkesan lebih.. apa ya.. monochrome. Karena sedari dulu Luna memang suka dengan foto-foto yang seperti itu. Kanya berjalan mengikuti Luna, ingin ikut melihat bagaimana cara perempuan itu memotret seseorang. Tetapi langkahnya berhenti ketika mendengar keluhan dari Dafa. "Lah kok gue foto sendiri sih?" kesal Dafa. Luna memandang Dafa jengah. "Ya sama siapa lagi, orang nggak ada yang mau foto sama kak Dafa." Dafa langsung memasang muka memelas. "Kanya, temenin gue foto dong." ucap Dafa dan Kanya mengangguk dan beranjak menuju Dafa. "Ambil angelnya yang bagus ya, Lun." ucap Dafa memperingati. Luna memandang Dafa jengah. "Lama deh kak! Buruan gaya, panas nih." keluh Luna. Dafa merangkul pundak Kanya dan memasang senyuman manis. Bunyi klik sudah terdengar, Dafa melepaskan rangkulannya dan beranjak menuju Luna untuk melihat hasil jepretannya. "Pinter juga lo ngambil gambar." puji Dafa. "Yaiya lah aku kan photographer handal." ucap Luna menyombongkan diri. Sedangkan Kanya masih terpaku ditempat awal, ia masih belum bisa mencerna apa yang terjadi barusan. 'Tadi ka Dafa ngerangkul gue? Demi apa? Gue nggak mimpi kan?'  batin Kanya bertanya-tanya. Entah apa yang terjadi dalam hidupnya saat ini. Beberapa menit yang lalu bisa jadi momen paling menegangkan dan juga paling membahagiakan yang pernah ada di hidupnya. Ini mungkin terdengar seperti di lebih-lebihkan, tetapi mau bagaimanapun.. bisa satu frame dengan gebetan merupakan sebuah kebahagiaan yang sederhana namun luar biasa efeknya. "Nya, gantian deh lo fotoin gue sama Luna." pinta Dafa sambil menyodorkan kameranya. Kanya menggeleng. "Nggak bisa kak, nanti kalo gambarnya jelek gimana?" "Nggak apa-apa lah, kan gue nya udah ganteng. No problem..." ujar laki-laki itu yang terdengar sombong. Tapi mungkin kurang tepat jika mengatakan dia sombong karena Dafa memang beneran ganteng, jadi untuk sombong pun di rasa cukup di perbolehkan. "Hitung, Nya. 1...2..." "Tiga..." Pada saat Kanya memencet tombol klik, mereka berdua berganti gaya. Sama seperti Dafa melakukan kepadanya tadi. Merangkul Luna, tapi kali ini terlihat jauh lebih erat dan entah kenapa ada bagian dari dalam diri Kanya yang retak. "Gimana? Bagus nggak?" tanya Luna yang langsung mengambil alih kameranya dan melihat foto yang baru saja di ambil oleh Kanya. Sedangkan Kanya masih saja berdiam diri di tempat tanpa ada yang menyadari perasaan hatinya saat itu juga. "Kak Dafa! Bagus juga jepretan Kanya. Liat deh.." Sedangkan dalam diam, Kanya hanya mampu sibuk berantem dengan pikirannya. Baru saja tadi ia melayang tinggi, sekarang seperti sudah di hempaskan ke bumi. Seperti lagu. "Woy, Nya. Lo mau berdiri terus disana apa mau ikut ke Dufan?" tanya Luna. Ternyata mereka sudah selesai dan hendak pergi dari sana namun Kanya baru saja menyadari. Kanya menghentikan lamunannya dan langsung berlari menghampiri Luna dan Dafa lalu Mereka masuk ke area Dunia Fantasi. *** Di tempat lain, ada laki-laki yang sedang menatap batu nisan dengan sendu. Deanna Frena  Lahir : 05 Mei 1999Wafat : 16 Agustus 2016 Laki-laki yang bernama Milano berjongkok disebelah batu nisan, ia menaruh bunga mawar putih disana. "Selamat ulang tahun ya, Sayang. Maaf baru kesini sekarang. Semoga kamu tenang disana, aku selalu berdoa yang terbaik buat kamu. Seharusnya ini adalah ulang tahun kamu yang ke tiga selama kita berpacaran, tapi tahun ini kita berada dialam yang berbeda." ucap Milano sambil meneteskan air mata. "Tapi kamu nggak usah khawatir, walaupun kita sudah berbeda alam. Cinta aku ke kamu nggak bakalan berbeda, tetap sama, bahkan mungkin bertambah setiap harinya." Milano mengelus batu nisan. "Aku kangen kamu, Deanna. Aku kangen ngabisin waktu bareng kamu. Dulu saat kamu datang ke hidup aku, hidup aku yang abu-abu menjadi warna-warni. Hidup aku yang gelap menjadi terang, kamu datang dengan membawa sejuta kebahagiaan dan aku menjadi laki-laki yang paling beruntung memiliki kamu. Lucu yah kalau inget yang dulu-dulu, kalo aja aku bisa kembali ke masa lalu aku pasti akan menjadi laki-laki yang paling bahagia didunia." ucap Milano sambil membayangkan masa lalunya bersama Dean. "Tapi itu semua cuma angan-angan, Deanna. Semua yang sudah terjadi nggak bisa disangkal ataupun dikembalikan. Mungkin dengan cara ini lah kita dipisahkan, tapi aku yakin ini sudah takdir dan nggak ada yang bisa menolaknya. Dan aku selalu berdoa semoga nanti kita dipersatukan kembali di akhirat, Aamiin." doa Milano dengan tulus. Milano menghapus air matanya. "Aku pergi dulu ya, nanti aku main lagi kesini. Tenang disana ya" ucap Milano sambil mencium batu nisan. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD