fourth tale

2148 Words
Ternyata sesak rasanya, melihat dia bahagia karena orang yang kita sayang. *** Sebenarnya Kanya masih bingung harus bersikap seperti apa terkait masalah foto tadi, namun Kanya berusaha untuk terlihat biasa saja. Karena sepertinya hanya dirinyalah yang sedang merasa tidak baik-baik saja disaat dua orang itu terlihat senang-senang saja. Kanya mengikuti langkah kaki mereka saat mereka masuk ke area Dufan, terlihat jelas Karina yang sedang asik bikin snapgram tanpa mengajak Kanya untuk ikut masuk dalam instastory-nya. Kanya berusaha ber-positive thinking dan memikirkan bahwa mungkin saja Luna tidak ingat dia dan sedang menikmati suasana yang ada. Saat mereka berjalan terlihat wahana Turangga-Rangga yang diketahui wahana untuk bersantai dengan duduk diatas kuda-kudaan dan memutari mesin itu. Seharusnya paling cocok jika naik wahana tersebut setelah naik wahana air, namun sepertinya tidak pun tidak apa-apa. "Kak Dafa, Luna! Coba naik itu yuk." Untuk memecahkan suasana, Kanya menunjuk ke arah wahana Turangga-Rangga. Luna hanya melirik sekilas cemberut, terlihat tidak tertarik sama sekali. "Lo aja deh, Nya. Nggak menantang adrenaline." Disebelahnya Dafa mengangguk, ikut menyetujui ucapan Luna. "Bener tuh kata Luna, itu nggak menantang, Nya. Kita cari wahana yang lebih menantang ya?" Entah apa yang terjadi dalam harinya kali ini, Kanya semakin merasa tidak baik-baik saja dan malah cenderung sangat bosan. "Okey." jawab Kanya akhirnya mengikuti. Sebenarnya Kanya tidak suka dengan tempat ini, karena tempat ini mengingatkannya pada seseorang yang ia sayangi. "Eh, naik ontang-anting yuk, lumayan buat pemanasan." ajak Luna sambil menunjuk wahana yang seperti ayunan, memutar diudara dan berbunyi 'ting' itu. Dafa mengangguk ceria. "Boleh tuh, lo mau ikut nggak, Nya?" Kanya berfikir, wahana ini lumayan seru, berputar diudara dan Kanya mengangguk setuju. "Ayok." Wahana itu pun mulai memutar dan semakin tinggi, mereka menikmatinya. Namun, ada beberapa yang Kanya sadari. Mengapa disaat Luna yang berbicara, seolah dunia berpihak baik kepadanya? *** Selepas meninggalka Faldy sendirian di apart, Raken pulang ke rumah orang tuanya dan langsung disambut dengan gadis kecil, Raya. Adik perempuan kesayangannya. "Kakak! Ayo kita jalan-jalan Raya udah rapih nih!" ucap gadis kecil berumur enam tahun yang memakai baju warna putih dan sepatu pink yang berkilau. Tadi sebelum kesini, Raken lebih dulu menyempatkan waktu untuk mengabari adiknya bahwa ia akan mengajaknya jalan-jalan, tentu saja tidak mengabari langsung karena adiknya itu belum begitu bisa menggunakan ponsel. Raken mengabari Raya melalui asisten rumah tangga yang membantu keluarganya mengawasi Raya di rumah. Raken tersenyum melihat antusias Raya yang kini ia langsung menggendong adiknya. "Raya mau kemana hari ini?"  Raya berfikir, caranya berfikir sangat menggemaskan menurut Raken, yang mana mau bagaimanapun Raya selalu terlihat menggemaskan di mata Raken. "Kemana aja deh yang penting seru!" jawab Raya dengan semangat. "Mama sama Papa mana?" tanya Raken sambil melihat sekeliling rumah dengan pandangannya. "Tadi Mama sama Papa pergi naik mobil." ucap Raya dengan muka polosnya. Selalu begitu, orang tuanya Raken dan Raya tidak pernah ada waktu buat anak-anak nya walaupun ini hari sabtu. Keduanya sama-sama bekerja, dan Raken memaklumi hal itu karena mungkin saja mereka memang sibuk, toh untuk urusan Raya.. Raken bisa menyisihkan waktu untuk mengajak adiknya bermain. Raken kembali tersenyum. "Ok, kita berangkat sekarang yuk?!"  Raken masih menggendong Raya sambil berjalan ke arah garasi. "Yeaayyy!" seru Raya girang. Raken hanya tersenyum sambil meletakkan Raya di jok dan membantu adiknya untuk memasang seat belt agar selalu aman sentosa.  Suara alunan lagu Love Yourself - Justin Bieber terdengar dalam mobil Raken, dan Raya bersenandung ria mengikuti alunan lagu tersebut, walaupun tidak paham pasti apa makna dalam lagu tersebut, gadis kecil itu lumayan hafal lagu itu karena sering di setel dimana-mana. Tetapi sejauh ini tetap baby shark yang terbaik menurut Raya. Raya mencolek lengan kakaknya yang sedang fokus menyetir di samping. "Kak Raken, kita mau kemana?" dengan mata yang membulat sangat lucu, di usia seperti Raya merupakan usia yang sedang tertarik dengan apapun yang ada, dia juga akan lebih sering bertanya di bandingkan orang dewasa. "Ayo tebak mau kemana?" tanya balik Raken. Raya berfikir keras. "Apa ya? Umhh.. Apa? Nggak tau ah, emangnya mau ke mana kak, Ken?" ucap Raya bingung. "Kali ini aku mau ngajak Raya ke Dufan!" ucap Raken, entah kenapa ia memilih mengajak Raya ke Dufan, apa karena disana ada Kanya? Mungkin keduanya benar, lantaran baru kali ini Raken mengajak adiknya bermain sangat jauh. Karena biasanya hanya bermain di sekitaran rumah, entah itu taman, taman bermain anak-anak, restoran ataupun mall. Jadi kemungkinan besar alasan Raken ingin pergi ke Dufan karena adik kelasnya itu. Sebetulnya, Raken berharap banyak agar dirinya secara tidak sengaja dapat bertemu dengan Kanya. Apalagi kalau ada Dafa, mungkin saja mereka bisa bermain bersama kan? Memang, Raken ini triknya sangat murahan.  Mata Raya langsung berbinar. "Yeayy!" namun detik berikutnya Raya langsung cemberut, seperti sedang menyadari sesuatu. "Tapi kak, emangnya aku boleh main disana? Aku kan masih kecil." Raya manyun, tapi unyu yang membuat Raken disebelahnya terkekeh kecil. Raken langsung mengacak-acak rambut Raya yang tipis dan lurus. "Boleh dong, tapi mainnya yang seru-seru aja, jangan yang extreame ya? Nanti pulangnya kita ke pantai, mau kan?" Raken menaikkan alis tebalnya. Raya langsung mengangguk dan kembali tersenyum menggemaskan. Beberapa jam telah berlalu, akhirnya adik-kakak itu pun telah sampai di tempat tujuan. Membawa adik ke tempat yang ramai cukup membuat repot, apalgi Raken hanya seorang diri. Dimana saat mereka sampai Raya langsung menariknya untuk mengajak Raken menaiki wahana Turangga-Rangga, lalu Biang Lala yaitu sebuah wahana yang berbentuk kincir angin. Saat berada di ketinggian. "Wah, bagus banget ka ngeliat dari atas sini, kelihatan semua." ucap Raya senang. Raken mencubit halus pipi Raya "Seru nggak?" "Seru banget!" ucap Raya seraya melihat pemandangan di bawah. Lalu sehabis menaiki wahana Biang Lala, Raken dan Raya mencoba wahana lainnya yang menyenangkan. *** Saat ini mereka berjalan menuju wahana Hysteria, wahana yang memacu adrenaline karena seolah-olah dilemparkan ke atas dalam waktu satu per sekian detik, setelah itu langsung dilemparkan kebawah dengan sangat cepat dan dilakukan secara berulang-ulang. "Anya, coba Hysteria yuk?" ajak Luna. Tubuh Kanya langsung mematung mendengar wahana itu, dan bayangan masa lalunya kembali menghiasi pikirannya. Luna mengibaskan tangannya didepan wajah Kanya. "Hello? Kanya? Lo gapapa kan?" tanya Luna khawatir. Merasa ada yang memanggil namanya, Kanya tersadar. "Eng-enggak apa apa kok, kalian aja deh yang naik, gue tunggu disini aja." Kanya berusaha bersikap tenang. "Kenapa? Wahana ini seru loh, nyesel ntar nggak naik ini." ucap Dafa. Kanya menggeleng. "Nggak mau, aku udah pernah nyoba kok. Kalian aja aku males ngantri." Kanya tersenyum dan tangannya mempersilahkan mereka untuk bermain tanpanya. Dafa mengangguk paham. "Okey, lo disana aja beli ice cream, ini antriannya lumayan panjang. Dari pada bete nunggu kita mending lo beli ice cream dulu." ucap Dafa sambil memberikan beberapa lembar uang. Kanya menolaknya. "Enggak usah ka, aku pake uang aku sendiri aja, aku ke sana ya?" Luna dan Dafa mengangguk "Okey, belinya sekalian dua aja, Nya. Kita mau nyoba dua kali soalnya." ucap Luna sambil berlari menuju antrian wahana. Kanya berjalan menuju tempat ice cream, hari yang cerah ini sangat cocok untuk membeli ice cream. Pasti menyegarkan tenggorokan. Ah membayangkannya saja sudah membuat Kanya meneteskan air liur, lebih baik ia segera untuk membeli ice cream sebelum air liurnya tumpah. Sangking buru-burunya, Kanya menabrak seorang anak kecil, anak kecil itu terjatuh dan mengaduh kesakitan. Sepertinya kakinya terkilir atau bahkan terluka. Kanya langsung berjongkok dan membangunkan anak kecil tersebut. "Aduh maaf ya kakak nggak sengaja, sini kakak lihat apa ada yang terluka?" Kanya seraya dengkul anak kecil itu dan meniupnya pelan-pelan. "Aduh, sakit ka." anak kecil itu meringis. "Kakak obatin ya?" izin Kanya dan anak kecil itu mengangguk. Kanya mengeluarkan kapas dan alkohol untuk membersikan luka anak kecil itu, lalu menempelkan sesuatu yang bergambar putri duyung untuk menutupi luka anak kecil itu. "Nah selesai, masih sakit nggak?" tanya Kanya lembut dan anak kecil itu menggeleng. "Kamu kesini sama siapa sayang?" Anak kecil itu menunjuk seseorang yang berada di belakang Kanya "Sama kakak." Kanya menoleh kebelakang, seseorang yang ditunjuk gadis kecil itu rupanya Raken. "Raken?" Raken langsung menghampiri adiknya. "Kamu kenapa Ray? Ada yang terluka? Dengkul kamu kenapa?" tanya Raken khawatir. "Tadi aku nabrak kakak itu, trus Raya jatuh.. dengkul Raya berdarah deh. Tapi kakak itu udah ngobatin luka aku kok." Raya menceritakan semua yang terjadi pada Raken. Kanya menghampiri Raken dan adiknya. "Kak Raken, maaf banget aku tadi nggak sengaja nabrak adiknya ka Raken." Kanya menundukan kepalanya meminta maaf. Raken menuntun Raya berdiri. "Gapapa kok, Nya. Makasih ya udah obatin adek gue." ucap Raken. "Btw, lo ngapain disini sendirian?" tanya Raken. "Aku kesini sama Luna, sama ka Dafa. Cuma sekarang mereka lagi naik Hysteria trus aku kesini mau beli ice cream, gara-gara aku terlalu terburu-buru jadi nabrak adik kamu deh, sekali lagi maaf ya aku bener-bener nggak sengaja." ucap Kanya sangat merasa bersalah. Raken tersenyum. "Gapapa, tenang aja. Adik gue juga terburu-buru gara-gara pengen beli ice cream, jadi begini deh." Raken melirik adiknya yang mengelus lukanya. Kanya berjongkok menatap adiknya Raken. "Kamu mau beli ice cream?" tanya Kanya dan Raya langsung mengangguk riang. "Ayo kita beli bareng?" ajak Kanya sambil menuntun Raya ke toko ice cream. "Mas, ice cream Vanilla satu sama-" sela Kanya menatap Raya. "Kamu mau rasa apa?" tanya Kanya kepada Raya. "Raya mau Vanilla juga ka." ucap Raya semangat. "Berapa mas?" tanya Kanya. "Tiga puluh ribu saja." ucap Mas penjual ice cream dan Kanya membuka tasnya untuk mengambil dompetnya. "Ini mas, kembaliannya ambil aja." Raken memberikan uang kepada penjual ice cream. "Eh, kenapa ka Raken yang bayar?" tanya Kanya. "Sebagai pengganti cheesecake." kemudian merogoh sakunya yang terdapat amplop berisi uang, sudah Raken sediakan karena ia pikir akan bertemu Kanya, dan ternyata benar. Kanya menerima amplop itu. "Makasih ya. Makasih juga buat cokelatnya kemarin." Kanya jadi teringat pada cokelat putih kemarin dan dia pikir ini adalah moment terbaik untuk berterima kasih dan Raken hanya menggangguk. "Tapi kamu tau dari mana kalo aku suka cokelat putih?" "Udah ketebak kali dari minyak wangi lo." Kanya memang setiap hari memakai perfume vanilla. Ia sangat suka wangi vanilla. Raya masih menikmati ice cream vanilla miliknya. "Ka Ken, ke pantai aja yu, Raya bosen disini." "Kakak ikut yuk, temenin aku, soalnya ka Ken nggak suka main air." ucap Raya mengajak Kanya. Kanya menatap Raken bingung, ia ingin menemani Raya tetapi ia kan disini untuk jalan dengan Dafa dan Luna, ia tidak enak jika harus meninggalkan mereka. "Terserah lo mau ikut apa enggak, tapi kita lebih seneng kalo lo ikut, iya kan Ray?" dan Raya mengangguk. "Tapi ka, aku nggak enak kalo harus ninggalin Luna sama ka Dafa." Kanya tidak enak hati. "Lo kirim pesan sama dia kalo lo mau kepantai." ucap Raken dan Kanya mengangguk, Kanya juga bosan disini, ia lebih menyukai ke pantai dibandingkan ke Dufan. To Dafa. Kak Dafa, aku titip Luna ya. Aku mau kepantai, ada urusan. To  Luna Lun maaf ya gue ke pantai dulu, ada urusan.  Lo baek-baek ya ama Kak Dafa. "Udah, yuk kita kepantai!" ucap Kanya. "Yeayyy!" seru Raya. Saat mereka bertiga sudah sampai di area pantai, mata Kanya dan Raya langsung berbinar. Raya menarik tangan Kanya untuk segera menikmati air pantai. "Awas Raya, kamu nggak bawa baju ganti. Cukup kaki kamu aja yang basah okay?" tanya Raken memperingati Raya. Raya langsung cemberut. "Yah Raya kan mau berenang." "Yaudah gini aja, Kalo baju kamu basah, pake jaket kakak. Mau nggak?" tawar Kanya sambil menunjuk jaket yang ia pakai. Mata Raya kembali berbinar dan langsung memeluk Kanya. Entah mengapa walaupun mereka baru kenal, tetapi Kanya merasa amat sangat cocok dengan Raya, mungkin karena kesukaan mereka sama. Raya kembali bermain air dipinggir pantai, sedangkan Kanya dan Raken hanya melihat Raya bermain air dari pinggir pantai. Hari mulai petang, matahari mulai turun dan langit mulai menggelap. "Raya, ganti baju yuk?" ajak Kanya. Lalu mereka pergi keruang ganti, Kanya meminjamkan jaket miliknya untuk Raya. Saat sudah selesai mengganti baju Raya, keduanya pun keluar dan didepan pintu sudah ada Raken yang menunggunya. Saat Kanya ingin berjalan ke arah utara Raken merentangkan tangannya menahan dan menghalangi Kanya yang ingin ke arah utara. "Kak Raken, aku mau jalan kesana." Raken tetap menghalanginya. "Kita lewat belakang aja ya." Raken menarik Kanya dan Raya. Saat mereka sudah sampai tempat parkiran, barulah Raken melepaskan tangannya dilengan Kanya. "Emang ada apa sih disana? Kenapa juga kita harus muter lewat belakang?" tanya Kanya dengan mata memicing. Raken masih mengatur nafasnya. "Gaada apa-apa sih, pulang yuk? Gue anterin, Raya udah ngantuk tuh." Kanya langsung menggeleng. "Nggak usah. Makasih ya, tapi aku pulang bareng Kak Dafa sama Luna aja, soalnya kan perginya aku bareng dia." Raken mengangguk pelan. "Oke, kalo gitu gue duluan ya sama Raya." ucap Raken sambil masuk mobil dan membuka jendela. "Makasih ya." lanjutnya. Kanya hanya mengangguk melambaikan tangan sampai mobil itu tidak terlihat lagi di matanya. Lalu Kanya membuka handphonenya. Ada notif dari Luna. From Luna  Ok. Nanti sore kalo lo udah selesai kita tunggu di pantai ya, sebelah timur, yang deket ruang ganti. Melihat pesan ari Luna, Kanya langsung masuk kepantai lagi, menuju pantai sebelah timur yang dekat ruang ganti. Saat Kanya sampai, Kanya terkejut melihat keadaan di pantai sebelah timur.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD