fifth tale

1984 Words
"Katanya cinta selalu membawa kita pada kebahagiaan. Namun tidak, tidak ada cinta yang sempurna tanpa adanya luka." *** DISANA Luna dan Dafa sedang berpelukan dan saling memandang, Dafa menyelipkan rambut Luna yang menghalangi wajahnya ke belakang kuping "Lun, kalo gue bilang gue cinta sama lo, lo percaya nggak?" "Ka Dafa kenapa ka? Kesambet setan ancol?" tanya Luna agak gugup. Dafa tetap menatap Luna serius "Gue sehat, gue nggak kesambet apapun. Gue serius Lun, mungkin ini terlalu cepat. Tapi gue emang udah rencana dari awal kalo gue udah suka sama lo semenjak lo masuk kesekolah untuk pertama kalinya." jelas Dafa. Luna melepaskan tangan Dafa di tangannya "Tapi ini salah ka, kamu nggak seharusnya punya perasaan sama aku." Luna mengalihkan pandangannya menatap sunset. Dafa menangkup pipi Luna, dan Luna kembali menatapnya "Kenapa?" tanya Dafa minta penjelasan. "Karena Kanya, sahabat aku cinta sama ka Dafa!" Dafa kembali menggenggam tangan Luna "Ya tapi gue cintanya sama lo Lun! Kanya itu cuma gue manfaatin biar gue bisa deket sama lo!" Lalu entah apa lagi yang mereka berdua katakan, Kanya sudah membalikkan badannya. Ia sudah tidak tahan lagi untuk mendengarkan yang selanjutnya, ini adalah kenyataan yang tidak ingin ia lihat dan dengar dengan mata kepalanya sendiri. Kenyataan bahwa Dafa hanya mendekatkannya hanya untuk memanfaatkannya. Kanya memilih pulang sendiri dibandingkan pulang bersama mereka berdua, bisa-bisa nanti ia tidak bisa menahan rasa sakit hatinya. *** SAAT Kanya masuk ke dalam rumahnya, ia melihat ada sesuatu yang janggal di meja makan rumahnya "Kanya, sini sayang kita makan malam bareng." ajak Ayahnya Kanya, Artha. Disampingnya ada wanita yang ikut makan malam bersama ayahnya dan kakaknya, Milano. Kanya menatap tajam wanita itu. Kanya memutuskan untuk bergabung dengan mereka, ia penasaran mengapa wanita itu gabung bersama keluarganya. "Kanya, mau makan apa sayang? Ada banyak makanan tuh, kamu belum makan kan?" tanya Artha. Kanya tidak menanggapi pertanyaan ayahnya, moodnya sedang buruk saat ini akibat melihat Luna dan Dafa sore tadi. Kanya mengambil mie dan cah jamur, agak aneh memang tapi Kanya mengambil sesuai kemauan dirinya. Kanya makan dalam diam, tanpa suara dan sendok bertabrakan dengan piring, sama halnya Milano, sedari tadi tidak mengucapkan apapun. "Kalian diam aja, enak nggak? Ini masakan tante Reta loh." mendengar Artha mengucapkan itu langsung membuat Milano terbatuk-batuk dan Kanya langsung melepaskan sendok dan garpu. Kanya langsung menatap tidak suka tante Reta "Anya nggak nafsu." ketus Kanya, ia langsung pergi kekamar walaupun Ayahnya memanggil namanya berkali-kali untuk kembali bergabung. "Kanya! Hargai tante Reta! Kamu diajarin siapa nggak sopan gitu!" marah Artha. "Udahlah Mas, biarkan dia menenangkan diri. Dia butuh waktu untuk menerima semuanya." ucap tante Reta menenangkan Artha. Milano hanya diam tidak acuh. Kanya menutup kamarnya dan menguncinya, ia langsung lemas dan terjatuh begitu saja, dan menangis kesal. Ia berjalan ke figura foto almarhum Bundanya. "Bunda... Kenapa Ayah jahat? Kenapa Ayah kayak gitu Bunda?" Kanya mengusap figura itu. Kanya terus menangis kesal dengan semua yang terjadi hari ini, ia butuh angin, ia butuh sendiri, tapi bukan dikamar, ia ingin keluar dari rumah ini, sekarang. Kanya membasuh wajahnya agar tidak terlihat pucat, sebenarnya ia belum makan dari tadi pagi, dan tadi baru saja makan tiga sendok. Kanya merapihkan seragam yang akan digunakan untuk hari senin, selasa, rabu, dan seterusnya. Serta pakaian harian, tidak lupa pula dompet serta isinya didalam, dan handphonenya. Ia mau pindah dari rumah ini. Kanya turun dari kamarnya sambil menggendong ranselnya, ia langsung keluar rumah saat ini juga. Disana sudah tidak ada orang, entah kemana orang-orang rumah, tapi ini sebuah keberuntungan untuk pergi dari rumah ini tanpa ditanya-tanya. Ia tidak pergi menggunakan mobilnya, ia lebih memilih jalan kaki sampai gang dan mencari taksi. *** SAAT ini Kanya berada di apartment nya, sama dengan Milano, ia pun memiliki apartment sendiri yang di beli saat SMP dari hasil uang jajannya yang ia tabung. Dan yang terpenting, tidak ada yang tau kalau ia memiliki apartment, tidak ada satu orang pun yang tau. Setelah menarun ranselnya di apartment nya, Kanya memilih untuk jalan-jalan keluar untuk mencari angin. Rasa sakit hati masih menjalar dihatinya, rasa kesalnya terhadap Ayahnya sangatlah besar. Kanya duduk di sebuah bangku taman yang berada di dekat apartment, pemandangannya ada sebuah danau. Biasanya di tempat ini sangat ramai oleh pasangan kekasih karena ini malam minggu. Tapi malam ini mendung, agaknya akan turun hujan dikit lagi, Kanya tidak peduli jika akan badai sekalipun, ia butuh ketenangan sekarang. Kanya menatap ke arah langit, langit yang sangat gelap, malam ini tidak ada bulan ataupun bintang yang bertebaran. Semuanya tertutup oleh awan hitam pekat yang siap menurunkan anak-anak hujan. Kanya masih tetap diam menatap langit, lalu tetesan-tetesan hujan mulai turun. Perlahan-lahan hujan pun sangat deras. Kanya sudah kuyup saat itu, ia melampiaskannya bersama hujan. Ia sengaja menunggu hujan terlebih dahulu untuk menangis, agar air matanya disamarkan oleh hujan. Kalau biasanya ia menari-nari dibawah derasnya hujan, kali ini hanya diam dan membiarkan air matanya turun bersama derasnya hujan. Tiba-tiba ada sebuah payung yang menghalanginya bersama sang hujan, Kanya tidak menoleh, ia hanya diam dan menepis payung itu agar tidak menghalangi dirinya. Kanya masih menahan isakannya dengan menggigit bibir bawahnya. Lagi-lagi payung melindunginya lagi dan sang punya payung pun buka suara "Tolong jangan nolak, nanti lo bisa sakit." ucap seseorang dibelakangnya. Kanya menoleh untuk melihat si pemilik payung, tanpa kata-kata Kanya langsung pergi meninggalkan si empunya. Seseorang mencekal halus pergelangan tangan Kanya "Anya, lo nangis?" tanya seseorang saat Kanya menatap wajahnya. Kanya langsung menepis tangan seseorang itu, "Bukan urusan ka Ken!" bentak Kanya kesal. Raken kembali mengejar Kanya yang lari "Bibir lo pucet, Anya." ucap Raken khawatir. Kanya menatap sengit Raken "Peduli setan bibir aku pucet! Aku pengen sendiri! Tinggalin aku sendirian!" kesal Kanya. "Kenapa sih lo suka sendirian? Disini sepi, Kanya. Nanti lo kenapa-kenapa." ucap Raken yang payungnya sudah entah kemana, Raken juga kuyup karena hujan yang mengguyurnya. "Kadang lebih baik sendirian, nggak akan ada yang bisa nyakitin aku." lirih Kanya "Dan satu lagi, aku biasa kok sendirian disini, kamu nggak usah khawatir." Kanya bergetar karena kedinginan. Raken khawatir dengan muka pucat Kanya "Tapi ini hujan, Kanya. Muka lo pucet, nanti lo sakit." "Aku nggak bakalan sakit cuma karena hujan, Ken. Hujan selalu bisa nyamarin air mata aku" ucap Kanya sambil memejamkan matanya. "Hujan emang bisa nyamarin air mata, Nya. Tapi hujan nggak bisa nyamarin luka di hati lo. Hujan datang buat nemenin lo, Nya. Nemenin lo untuk meluruhkan semua rasa yang mengganjal didalam hati lo" ucap Raken, tetapi Kanya hanya diam. Kanya kembali ke tempat duduknya yang semula, Raken mengikutinya dan ikut duduk disebelah Kanya. Kanya tidak peduli keberadaan Raken, ia kembali terhanyut dalam kesedihannya. Raken mulai kedinginan, dan lama kelamaan Raken terjatuh kesamping, terjatuh ke tubuh Kanya. Kanya mendorong tubuh Raken agar tidak menyender kearahnya, bukannya duduk tegap. Raken justru terjatuh ke tanah yang becek, Kanya langsung panik "Raken! Ka! Ka Raken! Lo kenapa?!" tanya sangat panik. Kanya menepuk-nepuk pipi Raken "Ka! Ka Raken! Jangan bercanda! Bangun!" tapi Raken tidak bergerak sama sekali, bibirnya sangat pucat kedinginan. *** DI kediaman rumah Artha, orang-orang sibuk mencari keberadaan Kanya. "Bi Ara udah cari ke seluruh ruangan?" tanya Artha panik. Bi Ara mengangguk takut "I-iya pa, bibi udah cari ke seluruh ruangan tapi neng Anya enggak ada." ucap Bi Ara takut. Artha menonjok dinding "Kemana anak itu?! Di luar hujan deras." ucap Artha sedikit khawatir. Tante Reta menenangkan Artha "Mungkin dia di rumah teman sekolahnya." ucap Reta pelan. Reta belum pulang karena saat ia akan diantar pulang oleh Artha, Reta ingin berpamitan terlebih dahulu dengan Kanya, tetapi saat mereka masuk kedalam kamarnya disana tidak ada Kanya, dan terlebih diluar hujan deras. Artha menunjuk Milano "Lano! Coba telfon adik kamu sekarang!" perintah Artha dengan tegas, ia sangat khawatir pada putri nya. Milano mencoba menghubungi Kanya, tapi handphone Kanya tidak aktif "Nggak aktif Yah," ucap Milano. "Udah lah Yah, ngapain khawatir sama dia, palingan juga nginep di rumah temennya." ucap Milano santai. Kekhawatiran Artha memudar "Reta, malam ini kamu menginap disini saja ya," dan Reta mengangguk "Bi Ara, tolong siapkan segalanya di kamar tamu untuk Reta." perintah Artha dan bi Ara langsung menjalankan tugasnya. Artha memasuki kamar Kanya, Artha beranjak ke meja belajar Kanya, disana ada figura foto istrinya, Meviana. Artha mengelus-elus foto almarhum istrinya. *** RAKEN menerjapkan matanya, perlu beberapa detik untuk beradaptasi dengan cahayanya "Gue dimana?" tanya Raken. Kanya sedang mengaduk-aduk secangkir cokelat panas "Di apartment aku." Raken langsung bangun dan berposisi diduduk di sofa, Kanya tidak membawanya kekamar karena cukup privasi. "Siapa yang gantiin baju gue?" tanya Raken panik. Kanya menunjuk telunjuknya ke dirinya dengan santai "Aku." Raken langsung menyelimuti tubuh nya takut "Bagian mana aja yang lo liat? Seriusan lo, Nya?" ucap Raken benar-benar khawatir dan takut. "Pakaian yang diganti ya aku liat semua lah." ucap Kanya santai. Raken langsung mengganga lebar "Gi-la. Ini mimpi kan? Kenapa lo yang ganti Anya. Ini kan privasi tau, lo bener-bener, Nya. Astaga naga dragon bol, udah nggak suci lagi gue!" Kanya langsung tertawa keras, Raken menyerit "Kenapa lo ketawa?" tanya Raken waspada, ia takut jika adik kelasnya ini mempunyai penyakit psikopat. Kanya masih tertawa geli "Ka Raken percaya aja! Ya enggak lah, yakali aku gantiin baju ka Raken." lalu melanjutkan tawanya lagi sambil memengangi perutnya dan menghentakkan kakinya. Raken menyerit "Lah kalo bukan lo, siapa dong?" Kanya kembali serius "Tadi aku panggil satpam buat angkat kamu ke sini dan gantiin baju ka Raken, baju kamu juga bajunya satpam yang aku pinjemin." jelas Kanya. Raken hanya manggut-manggut dan menghela nafas lega, nasib baik bukan Kanya yang menggantikan bajunya, kalo tidak, kiamat dunia. Kanya menyodorkan secangkir cokelat hangat untuk Raken "Nih minum, biar tubuhnya anget. Lagian gaya-gayaan nyuruh Anya buat berenti biar nggak sakit, eh malah ka Raken yang pingsan." ucap Kanya dengan senyum meremehkan. Raken meminumnya perlahan "Gue nghak pernah hujan-hujanan di tengah malem, tadi itu dingin banget, emangnya lo nggak kedinginan?" Kanya menggeleng "Enggak lah, aku kan sering hujan-hujanan tengah malam." Raken menyerit "Sering? Ngapain?"  Raken bingung, mana ada orang yang sering hujan-hujanan tengah malem gini. "Setiap ada hujan tengah malem, aku selalu keluar buat main hujan-hujanan. Rasanya tenang banget " ucap Kanya semangat. "Kalo tadi, lo lagi ada masalah?" tanya Raken hati-hati. "Hoaammm, udah malem nih, Anya tidur dulu ya, ka Raken tidur disofa aja"  Kanya mengalihkan obrolan dan segera masuk ke kamarnya. *** KEESOKAN paginya saat Kanya keluar kamarnya disambut oleh aroma masakan "Siapa nih yang masak? Wangi amat." tanya Kanya pada dirinya sendiri. Kanya berjalan ke arah aroma itu, ternyata Raken sedang ada didapurnya "Eh Anya, udah bangun lo?" tanya Raken, oke ini pertanyaan nggak penting, jelas-jelas Kanya sudah berada didepannya. "Ka Raken masak apa?" bukannya menjawab, Kanya malahan tanya balik. "Lo nggak usah panggil gue dengan embel-embel kakak deh, Nya. Panggil gue 'Ken' aja." ucap Raken yang masih fokus memasak. Kanya melihat apa yang dimasak Raken "Ya nggak sopan lah ka, ka Raken kan kakak kelas aku, beda dua tahun lagi, aku kan masih kelas sepuluh." ucap Kanya. Raken tertawa "Yaelah Anya, beda dua tahun doang, udah ah panggil 'Ken' aja biar nggak kaku." ucap Raken. "Oke deh, Ke-n" ucap Kanya agak hati-hati. "Kamu belum jawab pertanyaan aku deh, kamu masak apa, Ken?" tanya Kanya. "Nasi goreng, lo suka nggak, Nya?" tanya Raken. "Seharusnya nggak usah repot-repot kali Ken, aku kan bisa sarapan roti" ucap Kanya ngak enak hati. "Lo kan udah bantu gue semalem, jadi gue masakin sarapan buat lo" ucap Raken sambil memplating dan meletakannya di meja makan. Kanya mengikuti Raken ke meja makan "Aku cobain ya?" tanya Kanya. Raken mengacak-acak rambut Kanya "Itu emang gue bikinin buat lo" ucap Raken. Kanya langsung melotot "Sebanyak ini?" Raken mengangguk "Kamu nggak makan?" tanya Kanya. "Aku nggak biasa makan nasi pagi-pagi" ucap Raken. Kanya langsung menuju kulkas "Oh iya, aku punya cheesecake nih, kamu mau ini ngak? Katanya kamu biasa makan cheesecake kalo sarapan" ucap Kanya sambil memberikan kue ke Raken. "Lo tau aja, makasih ya" ucap Raken. "Terima kasih kembali, ayo makan" sahut Kanya. Saat itu Kanya merasakan getaran yang aneh dari dalam dirinya, Kanya bertanya-tanya pada dirinya sendiri, dirinya mengapa? ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD