twenty fourth tale

532 Words
RAKEN berjalan kesana-kemari, seperti setrikaan. Raken mengusap wajahnya kasar, Kanya sedang berada di ruang ICU. Raken hanya bisa berdoa, semoga Kanya cepat sadar. Lalu dokter keluar dari ruangan tersebut, Raken langsung menghampiri dokter "Dok, dok, gimana keadaan Kanya?" tanya Raken panik. "Keadaannya membaik, kamu keluarganya?" "Bukan dok, saya pacarnya" aku Raken. "Yasudah, hubungi keluarga dari saudari Kanya. Saya hanya akan berbicara dengan keluarga nya" ucap dokter tersebut dengan serius, omong-omong Raken membawa Kanya ke rumah sakit milik keluarganya Faldy. "Memangnya Kanya sakit apa dok?" "Maaf, tapi saya tidak bisa memberi tau. Saya hanya bisa memberi tau pada keluarganya" saat Raken ingin bertanya lagi, dokter tersebut telah meninggalkan nya. 'Gimana mau hubungin keluarganya, dia bahkan tinggal sendiri di apartment' batin Raken. Lalu Raken melihat suster keluar dari ruangan. "Suster, apa saya boleh masuk?" Suster itu mengangguk "Boleh, tapi jangan lama-lama ya" Raken hanya menggangguk dan segera masuk ke ruangan itu. Saat satu langkah, Raken melihat Kanya terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Wajahnya sangat pucat, lalu Raken menghampiri Kanya. Raken menggenggam salah satu tangan Kanya. "Anya... Ayo cepet sadar, aku nggak tau harus hubungin siapa, kamu nggak pernah ngenalin aku sama salah satu keluarga kamu" ucap Raken, logikanys berfikir bahwa ia harus menghubungi Milano. Namun, Raken masih ragu. Lalu Raken mengeluarkan handphonenya dan menghubungi Milano. "Ya kenapa Ken?" "Lo bisa ke rumah sakit sekarang nggak?" "Siapa yang sakit?" "Kanya" Milano terdiam di sebrang sana. "Trus, apa urusannya sama gue?" "Udahlah Lan, adik lo belum sadar disini" "Adik? Ngaco lo, adik gue bukan Kanya" "Berhenti berpura-pura Lan, gue tau semuanya" "Ngaco lo, Ken" Milano langsung memutuskan telpon sepihak. Raken menghela nafas berat dan kembali menggenggam tangan Kanya "Anya, pasti berat banget ya jadi kamu. Ayo bangun, Nya. Kamu pasti bisa ngelewatin semua ini, Aku sayang kamu, Nya" Raken memejamkan matanya lalu terasa tangan Kanya menggenggam nya juga. Raken langsung melebarkan matanya, Kanya sadar, dia membuka matanya, dan dia tersenyum. "Aku juga" lirih Kanya pelan, namun Raken mendengar nya. Raken membalas senyuman Kanya, bahkan disaat dia baru sadar, Kanya masih mampu tersenyum. Lalu dokter datang dan bicara pada Raken "Kamu boleh keluar dulu? Saya mau mengecek kondisi Kanya" ucap dokter tersebut pada Raken. *** MILANO duduk dengan gusar, setelah menerima telpon dari Raken. Milano mengambil kunci mobil dan menjalankan mobilnya menuju rumah sakit. Tanpa Raken kasih tau keberadaan nya, Milano sudah mengetahui, Kanya pasti berada di rumah sakit milik keluarganya Faldy. Mengingat Raken akan selalu ke situ saat keluarganya sakit. Entah kenapa jika menyangkut Kanya, ia selalu merasa benci, Kanya selalu berhasil mengingat kan tentang kematian Dean. Karena pikirannya tidak fokus, Milano menabrak seseorang yang ingin menyebrang. Milano langsung keluar dari mobil, didepannya ada seorang perempuan berambut sebahu dan lurus. Mengingat rambut itu, Milano teringat sesuatu. Gadis itu meringis kesakitan, dahinya terbentur dan lengannya lecet-lecet. Milano mengulurkan tangannya, gadis itu tersenyum menyambut uluran tangan Milano. Mereka bertatapan beberapa detik, tatapan Milano beralih ke dahi gadis itu. "Dahi lo luka" Gadis itu menyentuh dahinya sendiri "Terluka ya? Pantes aja sakit" lalu gadis itu mengusap pinggir luka. Milano menurunkan tangan gadis itu dari dahinya "Jangan kayak gitu, nanti infeksi" ucap Milano "Ayo ikut gue" gadis itu menurut dan mengikuti Milano, lalu duduk dengan tenang di mobil Milano.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD