twenty fifth tale

771 Words
Saat Milano memasang seatbelt dirinya sendiri, gadis itu malahan mengeluarkan lollipop dari tasnya dan dengan santai dia memakan lollipop itu "Lo nggak takut?" tanya Milano. "Takut kenapa?" "Ya bisa aja gue nyulik lo atau gimana gitu" Gadis itu malahan tersenyum "Feeling gue lo baik kok" Milano manggut-manggut lalu mendekatkan dirinya kepada tubuh gadis tersebut "Lo mau ngapain?" tanya gadis itu panik. Milano memutar bola matanya "Seatbelt" lalu Milano memasangkan seatbelt untuk gadis itu. "Makasih" ucap gadis itu ceria dan kembali mengemut lollipop tersebut. Milano heran, kepalanya sampe berdarah gitu masih ceria aja. "Kepala lo nggak sakit? Kita bawa ke dokter ya?" tanya Milano. "Sakit sih, nggak usah, ini mah luka kecil. Bawa gue kerumah gue aja deh" ucap gadis itu dengan wajah polos. Milano manggut-manggut dan menjalankan mobilnya, gadis itu menunjukan jalan ke rumahnya. "Udah sampe" seru gadis tersebut. Gadis itu turun dari mobil Milano "Ayo masuk" Milano mengikuti gadis itu masuk kerumahnya "En non itu kenapa dahinya non? Eh ada tamu ya non" "Iya bi, tadi aku di tabrak sama dia" melihat wajah seseorang yang dipanggil 'bi' tersebut panik, gadis itu langsung melanjutkan kata-kata "Nggak apa-apa kok bi, bibi lanjutin pekerjaan aja ya bi, aku bisa sendiri kok" lalu bibi itu mengangguk dan kembali melanjutkan pekerjaannya. "Nyokap bokap lo mana?" tanya Milano. "Kerja, udah ayo ikut gue" seru gadis tersebut. Gadis itu mengajak Milano ke taman belakang, lalu menyuruh Milano untuk duduk di salah satu bangku. Lalu gadis itu kedalam lagi untuk mengambil sesuatu. Gadis itu menyerahkan kotak yang berisikan obat-obat "Nih, obatin gue dong, kan lo yang nabrak" sahut gadis itu. Milano menerima itu dan mengobati luka yang ada di dahi gadis itu, yang di obati malahan menatap wajah Milano sambil tersenyum "Kenapa lo liatin gue?" tanya Milano risih. "Bola mata lo cokelat terang ya, bikin gue terhipnotis sama mata cokelat lo" ucap gadis itu sambil tersenyum lebar, Milano hanya mengangkat bahunya dan kembali mengobati luka tersebut. "Hey, tukeran mata yuk, gils gue pengen congkel rasanya" gadis itu sangat terpesona oleh bola mata Milano. "Kenapa lo nggak pakai softlens aja?" sahut Milano. Gadis itu menggeleng "Nggak mau, maunya yang kaya mata lo" Milano sudah selesai menutup luka di dahi gadis itu lalu ia beralih pada luka di lengan gadis itu. "Oh iya nama gue Bulan Faraya, nama lo siapa?" "Milano Arkine" Gadis itu bertepuk tangan dan berseru "Wah kayaknya panggilan kita sama! Pasti lo di pangilnya Lan kan?! Gue juga, gue dipanggil nya Lan!" Milano yang sedang mengobati lengan gadis yang bernama Bulan pun jadi terganggu. "Yaudah diem dulu, gue lagi obatin luka lo" Bulan kembali merentangkan tangannya dan Milano kembali mengobati luka di lengan Bulan. "Senyum dong, dari tadi nggak ada ekspresi nya banget. Liat gue nih, senyummmm" ucap Bulan sambil melebarkan senyumannya. Milano mendengus "Senyum mulu nggak baik, di sangka orang gila baru tahu rasa" Bulan memajukan bibirnya, cemberut "Ish lo mah, senyum itu ibadah tau" "Udah selesai" Milano merapihkan benda-benda yang berantakan "Udah ya gue pulang" "Eh ntar dulu dong, tunggu sini" tahan Bulan, Milano kembali duduk. Bulan datang membawa nampan "Minum dulu, sebagai tanda terima kasih" masih dengan senyuman lebarnya. "Nih lo suka kopi nggak?" Bulan mengulurkan secangkir kopi untuk Milano. Milano menerima itu dan langsung meminumnya "Pahit" "Yaiyalah pahit, duh Lan Lan. Itu belum dikasih gula, gue kira lo liatin gue aja udah manis" Milano mendengus lalu mengambil satu sachet gula di nampan. "Kopi itu kayak hidup ya, pahit. Tergantung cara kita menaburkan gula sabagai tanda kebahagiaan" ucap Bulan dan membuat Milano terbeku ditempat. Lalu Milano menatap intens wajah Bulan "Kopi emang pahit sih, tapi kalau sambil natap gue jadi manis kok" dengan senyuman lebar yang masih tercetak di wajah Bulan. 'Kata-kata itu, Dean pernah mengucapkan nya. Kalau dilihat-lihat, kayaknya ini cewek yang ngomong matahari sama bintang deh' batin Milano sambil menatap Bulan. "Lan?" panggilan Bulan membuat Milano kembali ke alam sadar. "Lo pilih jadi matahari atau bintang?" tanya Milano tiba-tiba. "Em gue sih lebih memilih bintang dari pada matahari, ya walaupun gue tau kalau matahari bisa menyinari dunia dan cahaya nya sangat bermanfaat bagi kita tapi aku lebih memilih bintang" "Kenapa?" "Karena bintang tidak terlihat pada terang, dan terlihat jelas pada gelap. Walaupun bintang sangat terlihat kecil, namun bintang mampu memperindah malam, bulan juga sih, tapi nggak tau kenapa gue lebih suka bintang" Milano menatap Bulan tanpa berkedip "Lo-lo Dean" lirih Milano. "Dean? Dean siapa? Heyy gue Bulan, Bulan Faraya" ucap Bulan masih dengan senyum konyolnya. 'Sadar Lan, Dean udah meninggal. Dia Bulan bukan Dean' batin Milano. "Gue pulang" tanpa menunggu persetujuan, Milano langsung keluar dari rumah tersebut. Berlama-lama ngobrol dengan bulan, hanya akan membuatnya teringat pada Dean dan mengais luka lamanya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD