twenty sixth tale

1847 Words
Melihat Kanya yang sedari tadi tersenyum manis membuat Raken memiliki keinginan untuk mengelus kepala Kanya. Merasa kepalanya terelus dengan pelan membuat Kanya yang sedari tadi hanya diam sambil tersenyum pun angkat bicara dan merasa ingin mengucapkan terimakasih kepada Raken "Makasih ya." "Makasih buat apa?" tanya Raken pelan, yang sebetulnya bingung sebab Kanya mengucapkan itu secara tiba-tiba. "Buat semuanya." seru Kanya sambil tersenyum lebar karena merasa bahwa seluruh perbuatan Raken untuknya, ia perlu mengucapkan terimakasih kepada laki-laki itu. "Oh iya, Ken. Kapan aku bisa keluar dari rumah sakit ini? Aku nggak betah lama-lama di rumah sakit." lanjut Kanya bertanya, sejak dirumah sakit ia menjadi merindukan beraktifitas diluar atau hanya sekedar duduk dibangku taman dekat rumahnya. Selain itu, ia juga merindukan makanan diluar, sebab makanan rumah sakit rasanya terlalu hambar. "Nanti ya kalau dokter udah izinin pulang, memangnya kalau kamu udah di izinin keluar kamu mau kemana dulu?" tanya Raken sambil menatap mata Kanya intens, sebetulnya ia juga menginginkan Kanya untuk segera dapat pulang dari dokter. Kanya tersenyum meledek. "Emmmm maksudnya kamu mau ngajakin ngedate ya?" mendengar itu membuat wajah Raken terlihat pias yang membuat Kanya tidak bisa menahan tawanya. "Ahahaha hayo ngaku, kenapa mukanya pucet gitu, kuping kamu juga berubah jadi tomat tuh." "Kanya, kalo kebanyakan ketawa nanti sakit lagi lho. " peringat Raken saat melihat Kanya tertawa keras, sengaja Raken berbicara seperti itu karena ia segera ingin mengganti topik. Lagi dan lagi, rasanya Kanya ingin berterimakasih kepada Raken, karena berkat kedatangan dan juga tingkahnya membuat dirinya dapat tertawa seperti ini. "Nanti kalau aku udah di izinin keluar dari sini, kamu bawa aku ke tempat yang bagus ya?" pinta Kanya saat itu, dengan bayangan dalam kepala sudah membayangkan tempat-tempat yang ingin ia kunjungi. Raken tersenyum lebar, sebab tanpa dipinta pun dalam benaknya sudah terpikirkan untuk mengajak Kanya ketempat yang bagus terdekat. "Kalo kamu sembuh aku pasti bawa kamu ke suatu tempat kok, syaratnya harus sembuh dulu." Mendengar itu membuat Kanya berseru, setidaknya ada hal yang menyenangkan yang dapat segera datang dalam hidupnya. "Besok aku bakal sembuh kok, percaya deh." "Yakin?" Raken menaikkan alisnya, turut senang jika Kanya memiliki semnagat yang kuat untuk dapat sembuh. Kanya mengangguk mantap. "Yakin dong." "Yaudah nih minum air minum dulu, kata dokter kamu harus sering-sering minum air mineral." Raken mengambil air dan mengulurkan sebuah gelas berisi air putih. Kanya menerima itu dan langsung meminumnya. "Kamu di apartment sering makan junk food sama soda ya?" tanya Raken mengingat Kanya lebih sering membeli makan diluar daripada masakan rumah. Kanya sedikit berpikir. "Kadang-kadang sih, kalau lagi nggak ada bahan makanan. Aku delivery." "Kamu jangan keseringan makan junkfood apalagi soda. Kalau nggak ada persediaan, kamu telfon aku aja. Nanti aku bawain makanan sehat buat kamu." Raken sengaja menawarkan sebab ia begitu khawatir dengan kondisi Kanya saat ini, perempuan itu butuh memakan makanan yang sehat dan air mineral yang banyak. "Nggak usah ah nanti ngerepotin." "Ngerepotin apanya Anya saying…" Raken memanggilnya begitu, ia tidak merasa direpotkan oleh siapapun, bahkan jika diizinkan ia ingin mengirimkan makanan setiap hari untuk Kanya dan memastikan perempuan itu makan sehat setiap hari. Panggilan itu membuat telinga Kanya memerah. "Ya-ya takutnya kamu keberatan." "Aku nggak akan merasa keberatan dan merasa direpotin, kamu pacar aku, Nya. Nggak ada salahnya untuk meminta bantuan sama aku, apapun itu." Dalam hati, Raken justru sangat senang jika pacarnya tidak merasa sungkan kepadanya karena ia sangat tidak masalah jika Kanya meminta bantuan kepadanya. Jangan bertanya bagaimana kondisi pipi Kanya detik ini, jelas memerah yang melebar sampai pada kedua telinganya. Raken tertawa melihat wajah Kanya yang memerah, "Kenapa? Kok mukanya merah gitu?" Kanya pun menutupi wajahnya dengan kedua tangannya "Ih nyebelin." Ia sama sekali tidak paham mengapa tiap kali dirinya merasa malu ataupun tersipu, wajahnya seperkian detik langsung memerah dan itu terlihat sekali, seperti memakai blush on yang begitu tebal. Raken pun menurunkan pelan kedua tangan Kanya. "Udah gitu aja, ngeliat wajah kamu yang blushing gitu jadi favorite aku sekarang" sambil terkekeh geli. Kanya pun salah tingkah, bingung harus bicara apa. "Kamu punya suatu keinginan yang belum tercapai?" tanya Raken kembali serius dengan pertanyaan acak yang ia tanyakan. "Ada sih, apa ya?" masih dengan sisa semburat merah di pipinya. "Aku sih pengen banget nerbangin lampion, kalau kamu?" tanya Kanya balik.  Menerbangkan lampion menjadi salah satu mimpinya sejak dulu karena konon katanya jika mengucapkan keinginan atau menuliskan keinginan pada lampion akan membuat harapan itu menjadi nyata. "Aku pengen ngeliat langit di atas bukit pada malam hari, kayaknya seru ngeliat bintang dan bulan dari bukit. Udah pernah tercapai sih, tapi pengen lagi." jawab Raken, sedari dulu ia memang lebih menyukai wisata alam, apalagi saat malam, melihat langit yang bertaburan bintang-bintang membuat dirinya merasa tenang. "Gimana kalau nanti kita wujudin keinginan kita yang belum tercapai sama-sama?" usul Raken. Kanya manggut-manggut. "Boleh kok." "Ayo kamu cepetan sembuh, nanti kita wujudin mimpi kita bareng-bareng." Kanya tidak bisa menahan rasa bahagianya sekarang, Kanya langsung memeluk Raken dengan sisa-sisa kekuatan yang ada, lalu Raken membalas pelukan Kanya. *** "Tuh kan bener kata aku, besok juga bakal sembuh. Liat aku, udah sehat kan?" tanya Kanya sambil memutar badannya seolah menunjukan kalau ia sudah sehat sekarang. "Iya iya percaya deh." jawab Raken. "Kapan kita wujudin mimpi kita? Sekarang aja yuk!" saking semangatnya, Kanya langsung mengusulkan untuk berangkat hari ini juga, sebab sebelumnya ia begitu suntuk dirumah sakit. Meskipun baru keluar rumah sakit, Kanya merasa tubuhnya baik-baik saja dan dapat melakukan aktivitas seperti biasa. Raken juga ingin nya sekarang, tapi kan Kanya baru saja keluar dari rumah sakit, bahkan mereka masih berada di depan rumah sakit, agaknya terlalu banyak resiko jika berpergian hari ini. "Kamu baru banget keluar loh, Nya. Yakin sekarang?" Raken agak ragu. Kanya mengangguk mantap. "Iya! Ayo sekarang aja, Ken!" seru Kanya. "Tapi kamu harus nurut ya sama aku, jangan lari-larian, harus banyak minum-" "Iya Raken, aku udah denger itu dari dokter." potong Kanya, untuk hal-hal yang perlu ia lakukan dan dilarang selama pasca sakit, ia sudah menyimak apa yang sudah dokter katakana kepadanya dan tentu saja ia akan mematuhi peraturan tersebut. "Ayo!" seru Kanya sambil menarik lengan Raken untuk segera berangkat. Saking senangnya Kanya karena akan mewujudkan mimpinya, ia sampai masuk terlebih dahulu ke dalam mobil sebelum Raken membukakan pintu untuknya. Kanya langsung menyalakan radio dan radio tersebut mengalunkan lagu Perfect - Ed Sheeran. "Seneng banget kayaknya." ucap Raken sambil terkekeh melihat Kanya yang begitu excited. Mereka pun pergi ke suatu tempat, tempat yang bagus untuk mewujudkan mimpi mereka. "Seneng dong, aku tuh udah lama banget pengen wujudin impian, tapi nggak pernah kesampaian. Selalu ada aja kendalanya, entah yang gajadi, atau gak ada teman untuk pergi bareng." ucap Kanya lalu Kanya sedikit begumam lirik lagu tersebut. "Kamu suka lagu itu?" tanya Raken. Kanya manggut-manggut. "Iya, suka… sering aku dengerin juga karena ada di playlist favorit aku." "Ken, Ken, Ken. Berenti dulu deh.” Tiba-tiba Kanya menepuk bahunya meminta Raken menghentikan mobil yang membuat Raken langsung memberhentikan mobilnya, sebelumnya menepikan terlebih dahulu. Begitu mobil berhenti, Kanya turun dari mobil dan berjalan keluar, Raken hanya memperhatikan Kanya dari dalam. Dan saat Kanya kembali, ia membawakan roti cubit yang ia beli di pinggir jalan "Mau nggak?" tawar Kanya. "Apaan?" karena Kanya menawarkan namun belum membuka bungkusnya sehingga Raken tidak tau isinya apa. "Kue cubit, yang manis itu loh, yang di cubit-cubit saking manisnya." lalu Kanya memberikan kue tersebut ke Raken, melihat Raken hanya diam saja, Kanya akhirnya menyuapkan kue itu ke mulut Raken "Enak kan? Manis kan?" tanya Kanya. Raken mengunyah lalu menilai rasanya. "Iya enak, manis juga." "Apa aku bilang, kamu ngeraguin rasanya sih." lalu Kanya menghabiskan kue cubit itu sendirian tanpa memperhatikan Raken yang sangat ingin memakannya lagi. Kanya memang sejak dulu selalu suka dengan jajanan yang satu ini, ia lebih sering memesan kue cubit dengan tingkat kematangan setengah matang yang membuat bagian tengah dari kue tersebut masih lumer dan membuat tambahan kelezatan yang tiada tara. Kanya menjilat bibirnya yang tersisa rasa manis dari kue cubit tersebut. "Wow enak banget deh, nggak nyangka bakal seenak ini.” Sengaja ia bicara begitu, meledek seseorang disampingnya supaya ikut menginginkan jajanan yang sedang ia makan itu. Seseorang yang diledek merasa terpancing, disebelahnya Raken mendengus. "Enak sih enak, tapi bagi-bagi dong." “Kirain gak suka, abisnya diem aja sih, padahal dari awal udah aku tawarin.” “Tapi kamu asik sendiri, takutnya nggak boleh diminta siapapun.” “Emangnya aku serakus itu apa?” sewot Kanya, yang sebetulnya bercanda namun bibirnya mengerucut. Raken hanya tertawa dan mengambil kue cubit tersebut dari tangan Kanya. “Ih Raken jorok tau! Itu bekas aku, kan ada yang baru.. kenapa ambil yang udah aku gigit?” Terlanjur, Raken sudah menelan semuanya dan tersenyum pada Kanya. “Emang kenapa sih?” “Aku… belum sikat gigi…” Detik itu juga Raken langsung terbatuk dan segera meminum air mineral yang ada didekatnya. Hal itu membuat Kanya tertawa terbahak-bahak karena ia tidak benar-benar belum menyikat giginya melainkan hanya ingin membuat Raken panik saja. “Ken, bercanda ih. Aku udah sikat gigi kok.” Raken kesal, tetapi karena Kanya terlihat sangat senang, ia menjadi ikut tertawa melihat tawa lebar milik pacarnya itu, sangat manis dan renyah. Perjalanan mereka masih lumayan jauh, walaupun masih lumayan jauh mereka sama sekali tidak merasa bosan karena mereka sangat nyaman mengobrol bersama dengan diiringi canda dan tawa. Apalagi Kanya tipikal yang lebih sering bercanda karena tidak terlalu suka dengan keheningan. Begitu mereka sampai, ternyata langit sudah mulai menggelap, tidak menyangka bahwa sejauh ini tempatnya. Kanya tidak capek, hanya saja agaknya ia sedikit mengantuk karena perjalanan yang sangat panjang. Ia sempat tertidur sebentar begitu sedang diperjalanan sehingga membuat rasa kantuknya sedikit mereda saat ini. Akhirnya sampai juga, mereka turun dari mobil, Kanya menghela nafas panjang. "Jauh juga ya, Ken. Sampe langit hampir hitam gini." ucap Kanya sambil melihat langit, mendangak melihat langit yang mulai gelap. "Ayo cepetan, Nya. Kamu nggak mau ketinggalan moment buat liat senja kan?" mendengar kata 'Senja' membuat Kanya jadi lebih semangat di bandingkan Raken. Begitu saja langsung Kanya beranjak mengikuti langkah Raken untuk segera dapat melihat senja, semoga saja masih bisa dan tidak tertinggal momen untuk melihat senja sore ini. Mereka mencari tempat yang posisinya bisa melihat senja dengan jelas, akhirnya dapat. Mereka segera menempatkan posisi untuk melihat senja, Kanya tersenyum senang sambil menikmati momen langit yang mulai menjingga. Terkadang ada beberapa detik waktu, dimana langit terlihat sedang indah-indahnya. Dan saat ini Kanya tidak ingin kehilangan momen tersebut sehingga dengan focus ia melihat kearah langit.  "Suka banget sama senja, Nya?" tanya Raken di sebelah Kanya, sebab sedari tadi hanya diam menyaksikan senja tanpa berbicara apa-apa. Namun dalam diamnya, Raken sempat melihat senyum tulus yang begitu tipis saat Kanya memandang langit yang mulai menjingga itu. Kanya yang dari tadi duduk menunggu senja pun menengok ke wajah Raken, Kanya mengangguk mantap. "Iya, menurut aku senja salah satu peristiwa langit yang paling indah. Walaupun keindahannya hanya sesaat lalu pergi menghilang, tapi walaupun senja pergi, senja akan tergantikan dengan keindahan malam." Kanya tersenyum, sangat cerah. Ini kedua kalinya melihat senja bersama Raken, Kanya diam-diam berdoa semoga ada kali-kali yang selanjutnya. “Keindahan malam yang Raken sukai, tentang langit dengan taburan bintang-bintang yang begitu indah.” Tambah Kanya dalam hati.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD