bc

Captivated You by Yessy Lie

book_age18+
154
FOLLOW
1.5K
READ
love after marriage
second chance
arranged marriage
arrogant
dominant
sweet
city
enimies to lovers
cruel
selfish
like
intro-logo
Blurb

Juga terinspirasi dari kisah nyata. Teman dari Mr. America & Floretta (bukan nama sebenarnya)

Sequel My Husband is Mr. America

***

Queen, gadis berumur 23 tahun harus terpaksa menikah dengan laki-laki yang membencinya demi kebahagiaan ayahnya.

Diabaikan, dihina dan dijadikan tempat pelampiasan kebencian tak membuatnya menyerah memperjuangkan apa yang sudah dipilihnya. Bertekad membuat laki-laki yang ia nikahi mengakuinya sebagai seorang istri.

Hingga suatu kejadian membuatnya kehilangan hal yang berharga untuknya menyebabkan ia berbalik membenci suaminya.

Saat satu kebencian tergantikan oleh cinta tapi kebencian lainnya muncul akankah semua itu ada akhirnya atau kebencian itu akan terus mengerogoti mereka hingga tak ada lagi rasa yang tersisa.

* Nama yang ada di sini bukan nama asli mereka.

chap-preview
Free preview
1
Cerita ini inspirasinya juga berdasarkan kisah nyata. Mereka memang merupakan sahabat dari Mr. America dan Floretta di dunia nyata. Nama2 yang tertulis di novel aku, itu bukan nama mereka yang sebenarnya. Jangan lupa tap love, dan koment jika suka ^^. Happy reading ^^ *** Laqueena Coleman baru saja melangkahkan kakinya masuk ke rumah setelah pulang dari kampus. "Queen," panggil Ametta, bundanya. "Ya, Bunda," jawab Queen kemudian menghampiri bundanya yang sedang duduk bersama sang Ayah. Ia memeluk dan mengecup pipi kedua orangtuanya. "Ada apa? Kalian seolah sedang menungguku pulang?" tanya Queen sedikit heran. "Duduk, Sayang, ada yang harus kami bicarakan denganmu," ujar Ametta memulai. Ia kemudian duduk dan menanti apa yang ingin mereka bicarakan dengannya dan tahu jika ada sesuatu yang sudah terjadi saat melihat raut wajah mereka. "Queen," mulai Ametta yang terlihat gelisah. "Ya, Bunda?" tanya Queen tapi dirinya harus kembali menunggu saat mereka malah saling memandang satu sama lain. "Mungkin sebaiknya Ayah saja yang memberitahumu," ujar Osbert. Queen memfokuskan tatapannya pada ayahnya dan kembali menunggu tapi masih tak ada kata yang keluar dari bibir papanya. "Apa kalian baik-baik saja? Apa penyakit Ayah kambuh lagi?" tanya Queen panik. "Tidak, Sayang," ujar Ametta menenangkan putrinya. "Sebenarnya kami bukan orang tua kandungmu," ujar Osbert dan menatap Queen menunggu reaksinya. Queen menghembuskan napas lega mendengarnya karena ternyata bukan penyakit ayahnya yang kambuh. "Kalian orang tua kandungku," timpal Queen mantap. "Maaf, Sayang," ujar Ametta karena mengira jika Queen tak bisa menerima berita itu. "Bukan maksud kami merahasiakannya darimu selama ini tapi kami takut kamu marah hingga kami memutuskan tak memberitahumu," sambung Ametta. "Merahasiakan apa, Bunda?" tanya Queen bingung. "Jika kamu adalah anak dari saudara perempuan Bunda jadi aku sesungguhnya hanyalah tantemu." "Aku sudah tahu Bunda, Ayah, tapi bagiku kalian adalah orang tua kandungku dan tak ada yang bisa mengubah hal itu," ujar Queen yang membuat kedua orangtuanya terkesiap tak menduga. "Aku sudah tahu sejak berumur 10 tahun saat tanpa sengaja mendengar kalian mendiskusikan apa akan memberitahuku yang sebenarnya atau tidak. Aku juga tahu jika ayah kandungku meninggal saat aku kecil dan tak lama kemudian ibuku juga meninggal," sambungnya. Ia kemudian bangun dan menghampiri kedua orangtuanya. Bersujud di depan mereka dan menyandarkan kepalanya manja di pangkuan Ametta. "Aku berterima kasih pada kalian karena sudah menyayangiku seperti anak kandung kalian sendiri dan aku tahu apa pun yang aku lakukan tak akan bisa membalas semua itu," ujarnya mengangkat kepala memandang wajah kedua orangtuanya. "Sudah lama aku ingin mengatakan hal ini pada kalian dan akhirnya hari ini aku bisa mengucapkannya," tambah Queen dengan mata berkaca-kaca. Ametta mengusap air matanya agar tak tumpah saat mendengarnya dan Osbert menatap putrinya sedih karena tak tahu bagaimana menjalani hidup saat putrinya harus pergi dari rumah. Ametta meminta Queen bangun dan mereka mendekapnya erat. Saat akhirnya hal mengharukan itu sudah lewat mereka kembali memintanya duduk pada tempatnya. "Boleh aku bertanya?" ucap Queen. "Ya," timpal Ametta. "Kenapa Bunda dan Ayah memutuskan untuk memberitahuku setelah sekian lama merahasiakannya dariku?" "Kami tak ingin kamu tahu dari orang lain hingga akan membuatmu membenci kami." "Aku tak akan pernah membenci kalian karena apa pun," timpal Queen. "Termasuk jika kami meminta sesuatu yang mungkin tidak bisa kamu terima?" "Apa?" Saat Ametta ingin angkat bicara, Osbeth mengenggam tangannya. "Kamu tahu bukan Queen jika Ayah sudah semakin tua?" "Ya, apa sesuatu terjadi? Apakah dokter mendiagnosa ayah menderita suatu penyakit langka?" tanya Queen tak bisa mengontrol kepalanya yang kadang memang mempunyai imajinasi yang tinggi. "Tidak-tidak, Sayang," ujar Osbeth tertawa melihat wajah putrinya yang belum apa-apa sudah memucat. Queen menatap ayahnya tak yakin karena mereka sungguh sangat mencurigakan. "Jadi?" tanyanya akhirnya karena tak bisa menahan rasa penasarannya. "Kami ingin kamu segera menikah, dan hal itu juga yang menjadi alasan kami memberitahu tentang rahasia itu padamu sebab Ayah tak mau ada rahasia apa-apa lagi di antara kita," ujar Osbert. "Menikah?!" tanya Queen tak percaya dengan pendengarannya. "Iya," timpal Ametta kemudian. "Aku tahu Bunda dan Ayah pasti sedang bercanda karena aku masih kuliah walau sebentar lagi akan lulus tapi aku masih ingin bekerja agar bisa membahagiakan kalian." "Ya, maafkan kami, Sayang, ini memang keputusan mendadak. Awalnya kami memang ingin mengikuti keinginanmu tapi kemudian Ayah berpikir jika suatu hari terjadi sesuatu pada Ayah maka Ayah tak bisa pergi dengan tenang meninggalkan kalian berdua. Setidaknya jika kamu sudah menikah maka akan ada seorang suami yang menjagamu dan kamu bisa menjaga bundamu." "Dan kami sudah merasa bahagia hanya dengan kamu menikah," sambung Ametta. Queen menghampiri ayahnya dan merengkuhnya erat, "Jangan katakan hal itu karena Ayah akan berumur panjang sampai Ayah memiliki banyak cucu kalau perlu hingga memiliki cicit," ujar Queen memandang wajah ayahnya. Osbert terkekeh mendengarnya dan jika bisa memilih, itu juga yang dia inginkan untuk dirinya tapi tak ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Seseorang yang saat ini sehat-sehat saja mungkin saja 5 menit kemudian meninggal. Jadi bagaimana mungkin dia tak cemas saat dirinya sudah semakin tua. "Jadi maukah kamu mencoba memikirkannya dulu dan mendengarkan apa yang ingin kami katakan," tanya Osbert. "Baiklah," ujar Queen. "Apa kamu ingat dengan Tante Everlyn?" tanya Ametta. "Klien Mama yang sering memesan katering pada kita bukan?" "Ya." "Dia ingin menjodohkan putranya denganmu." "Tapi dia orang kaya, Bunda, apa tak malu memiliki menantu sepertiku." "Kamu sudah sering bertemu dengannya mengingat kamu sering mengantarkan pesanan ke sana, jadi menurutmu apa dia akan malu?" Queen mencoba mengingat interaksi dan percakapannya dengan klien bundanya itu dan dirinya merasa apa yang bundanya katakan memang benar. Wanita itu selalu tersenyum ramah dan begitu perhatian padanya setiap ia datang. Bahkan selalu menanyakan kabarnya serta menawarkannya agar sering datang bermain ke rumah. Apa aku akan dijodohkan dengan Richzell? Richzell merupakan seniornya di kampus dan saat pertama kali bertemu dengannya di rumah itu, ia sedikit terkejut sewaktu mengenalinya sebagai seniornya bahkan dia sangat terkenal sebab para wanita mengidolakannya. "Tapi kenapa? Bukankah banyak gadis yang lebih pantas untuk putranya." "Dia ingin kamu yang jadi menantunya dan kamu tahu sendiri jika Om sering sakit-sakitan jadi mereka ingin agar putranya segera menikah." "Tapi..." "Maukah kamu melakukannya untuk Ayah, Queen? Mereka orang-orang yang baik dan jika kamu menjadi menantu mereka maka Ayah akan merasa lebih tenang untuk melepaskanmu." Queen menatap kedua mata ayahnya dan bisa melihat jika mereka memang tampak mencemaskannya. "Baiklah kalau begitu," pasrah Queen sebab tak ingin mengecewakan kedua orangtua yang membesarkannya. Ia kemudian naik ke atas dan saat ini hal itulah yang menjadi beban pikirannya sebab bundanya mengatakan jika besok Tante Everlyn memintanya datang karena ingin berbicara dengannya dan belum apa-apa ia sudah begitu gugup menunggu esok tiba. Sejak tadi ia berusaha tidur tapi hingga berjam-jam berlalu kemewahan itu terus menjauhinya. "Arghhh!" kesal Queen mengacak-acak rambutnya sebab merasa mengantuk saja tidak. Dirinya penasaran kenapa Everlyn memilihnya dari begitu banyak gadis untuk dijodohkan dengan putranya. "Tidurlah, Queen, tidurlah," rapalnya tapi hal itu tetap sia-sia hingga ia menyerah dan kemudian mencoba mengerjakan tugas kampusnya saja. Saat sibuk mengerjakan tugasnya perlahan ia berbaring di sana sambil menulis dan tanpa sadar di tengah-tengah hal itu, ia malah tertidur tanpa harus bersusah payah. *** Jangan lupa klik love & komentya jika suka dan kalian juga akan mendapatkan notifikasi saat saya update new part. Thx ^^  

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Aksara untuk Elea (21+)

read
843.3K
bc

Istri Simpanan CEO

read
214.5K
bc

Because Alana ( 21+)

read
364.3K
bc

Pengantin Pengganti

read
85.9K
bc

LAUT DALAM 21+

read
299.7K
bc

Stuck With You

read
75.8K
bc

My Sweet Enemy

read
49.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook