2

1072 Words
Queen terbangun perlahan dan seketika merasakan jika sekujur tubuhnya terasa kaku karena tidur dengan posisi duduk. "Aduh!" rintihnya saat tubuhnya berbunyi semua sewaktu mencoba bergerak. "Ada ranjang yang begitu empuk tapi aku malah lebih memilih tidur di sini," gerutunya. Seketika ia meloncat dari duduknya saat melihat jika jam sudah menunjukkan pukul 06.30 pagi. Ia bahkan hampir jatuh saat berlari ke kamar mandi untuk membersihkan diri secepat kilat. "Ayah, Bunda, aku pamit dulu," ujarnya terburu-buru mengecup pipi mereka yang sedang duduk di ruang makan. "Makan dulu, Queen," ujar Ametta. "Aku sudah telat, Bunda, hari ini aku ada jadwal kuliah pagi, aku akan makan roti ini di tengah jalan," ujar Queen mencomot dua buah sandwich dan melesat pergi dari sana. Jangan lupa janjimu dengan Tante Amber!" teriak Ametta sebelum putrinya menghilang dari pandangan. "Iya, Bunda," balas Queen terburu-buru pergi. "Anak itu," ujar Ametta mengeleng-gelengkan kepala. Osbeth hanya terkekeh mendengarnya dan dirinya tak heran lagi dengan kelakuan putrinya. "Aku harap kita melakukan hal yang benar untuknya," ujar Ametta. "Ya," timpal Osbeth menatap tempat di mana terakhir kalinya bayangan putrinya tampak. *** Saat ini Queen sudah selesai mengikuti kuliah jadi ia bergegas menuju halte bus kemudian menuju rumah Evelyn. Begitu sampai di sana satpam segera menghampirinya. "Nona Queen," sapanya tersenyum. "Halo, Pak," balas Queen juga tersenyum. "Apa hari ini membawa katering lagi?" "Tidak, Pak, aku mau bertemu Tante Evelyn." "Masuklah," ujarnya membuka pintu pagar. Ia segera melesit ke dalam rumah tapi seketika berhenti saat baru sampai di halaman. Walau sudah sejak remaja datang ke rumah ini tapi tempat ini setiap saat selalu mampu membuatnya takjub akan kemegahannya dan tak habis pikir bagaimana mungkin gadis sepertinya akan bermimpi menjadi menantu keluarga ini.  Bagian depan dihiasi dengan kolam air mancur besar yang baginya tampak seperti kolam renang saja jika airnya sedang dimatikan. Dengan tangga di kedua sisi rumah membuat orang bisa memilih ingin menggunakan yang mana. Queen kemudian ingin memencet bel tapi sebelum menyentuhnya bahkan sudah terbuka. "Apa Anda mengantarkan katering, Nona Queen?" tanya Amanda pelayan yang membuka pintu. "Tidak, Bi, aku kemari ingin menemui Tante Evelyn." "Nyonya sedang berada di ruang atas." "Oh, baiklah." "Anda bisa langsung naik, Nona." "Ya," ujarnya tersenyum dan kemudian bergegas ke atas yang memang ia ketahui merupakan ruangan untuk Evelyn bersantai setelah menyelesaikan semua kesibukannya. Saat sampai di lantai 2 tanpa sengaja ia bertemu Rich di sana. "Queen," panggil Rich tak menyadari jika ia sedikit gugup sewaktu bertemu laki-laki itu tak tahu apa reaksinya jika mereka sampai dijodohkan. "Kak," balas Queen. "Mau bertemu, Mama?" "Iya." "Mama di atas, aku tinggal dulu ya." "Ya, Kak." Ia menatap punggung laki-laki itu tak yakin sebab meski laki-laki itu tampan tapi tak ada perasaan apa-apa di antara mereka. Tak ingin memikirkannya lagi, Queen segera kembali melanjutkan langkahnya. Ia sudah sering naik ke atas sebab kadang Evelyn memaksanya untuk ikut minum teh di sana sambil memintanya menceritakan harinya.  Ia menyusuri tangga untuk naik ke atas dan sewaktu sampai di lantai 3 dirinya lumayan terengah-engah karena menaikinya dengan cepat. Ia sudah tak sabar lagi ingin berbicara dengan Evelyn, berharap jika wanita itu tak serius akan rencananya. "Tante," sapa Queen saat menemukan wanita itu sedang menatap keluar. Dia segera berbalik dan seulas senyum menghampiri bibirnya. "Queen, duduk di sini," ujarnya menepuk tempat yang ada di sebelahnya. "Ya," jawab Queen tersenyum. "Apa kamu sudah makan?" "Ya, Tante, tadi saat di kampus." "Kamu mau minum apa?" "Air putih saja," jawab Queen sopan. "Jadi bundamu sudah memberitahumu?" tanya Evelyn. "Ya," jawab Queen. "Apa pendapatmu?" "Sejujurnya aku belum ingin menikah, Tante, tapi aku tak ingin mengecewakan kedua orangtuaku. Apakah Tante yakin ingin menjodohkanku dengan putra Tante?" "Tak pernah seyakin ini, jadi apakah kamu akan menerimanya?" "Baiklah, jika Tante memang yakin, aku akan menerimanya demi kebahagiaan kedua orang tuaku." "Terima kasih, aku tahu jika sudah memilih wanita yang tepat untuk putra sulungku." "Putra sulung?" tanya Queen tak yakin sebab yang ia tahu jika Evelyn hanya memiliki satu putra dan satu putri saja. "Ya. Ken memang tidak pernah pulang ke rumah ini sebab dia tinggal di London." "Ken?" tanya Queen semakin bingung karena mengira jika dia akan dijodohkan dengan Richzell. "Kenrix." "Usianya sudah 30 tahun tapi hingga sekarang belum menikah. Kekasih saja dia tak punya apalagi akan menikah dan Tante sungguh mencemaskannya. Tante tahu kamu pasti sangat kaget dan merasa begitu berat menerimanya tapi Tante tak punya pilihan jika tidak ingin anak Tante tak menikah selamanya. Mungkin ini juga salah Tante hingga dia jadi seperti itu tapi Queen saat kamu tahu kebenaran tentang keluarga ini, tolong jangan membenci Tante dan menganggap Tante orang yang jahat." Queen menatap kedua mata itu dan bisa melihat luka di dalamnya meski ia tak tahu sebabnya. "Apa pun yang akan terjadi nanti dalam pernikahan kalian, Tante mohon jangan pernah meninggalkan suamimu dengan alasan apa pun sampai memang perpisahan merupakan jalan terakhir," ujar Evelyn berkaca-kaca bahkan setetes air mata mengalir di kedua pipinya hingga dengan cepat ia mengusapnya. Hati Queen sungguh ikut teriris akan kesedihan di dalam suara wanita itu dan dirinya tahu betapa wanita itu mencintai putranya. "Ya, Tante, aku berjanji." "Terima kasih, Sayang, dua minggu lagi kami akan datang untuk melamarmu pada kedua orang tuamu." "Ya, Tante, aku akan menantikannya." "Terima kasih," ujar Evelyn tersenyum. "Aku pamit dulu, Tante, sebab harus membantu Mama mengantarkan pesanan." "Ya, biarkan sopir mengantarmu." "Tidak perlu, Tante, aku bisa naik bus seperti biasa." "Tidak, Tante memaksa karena sebentar lagi kamu akan menjadi putri Tante jadi Tante akan menjagamu seperti putri Tante sendiri." "Aku akan senang memiliki seorang ibu lagi yang menyayangiku," ujar Queen tulus. Evelyn begitu senang mendengarnya dan tak bisa menahan diri mendekap Queen. Dirinya sungguh bersyukur karena ia mau menerima perjodohan ini. Setelah itu Queen bergegas pulang ke rumah karena tak ingin bundanya bekerja sendirian hingga akan membuatnya kelelahan. Walau usaha katering mereka tidaklah sangat besar tapi lumayan banyak pelanggan yang mereka miliki hingga kadang membuat mereka kewalahan. Mereka memiliki beberapa karyawan tapi Queen tahu tanpa dirinya yang mengawasi maka bundanya akan bekerja tanpa kenal istirahat jadi ia akan terus berada di sana jika bisa hanya agar bisa menjaga bundanya dan memaksanya istirahat. "Bunda," sapa Queen saat sampai di rumah. "Kamu sudah menemui Tante Evelyn?" "Ya." "Dan?" "Dia akan menjodohkanku dengan putra sulungnya. Aku tidak tahu jika Tante Evelyn punya dua putra, apa Bunda tahu?" "Ya," jawab Ametta tanpa menjelaskan lebih lanjut dan kembali sibuk bekerja. "Apa Bunda pernah bertemu dengannya?" tanya Queen penasaran. "Ya, tapi hanya satu kali dan yang pasti dia tak kalah tampannya dengan Richlzell," ujar Ametta tersenyum. Dirinya memang pernah bertemu dengan laki-laki yang akan dijodohkan dengan putrinya tapi ia tak pernah bicara dengannya sebab saat itu dia bergegas pergi dari rumah dan tampak sangat marah. Ametta tahu itu urusan keluarga mereka jadi dirinya tak ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Hanya saja Evelyn dan Rodrick adalah orang-orang yang baik, jadi dia yakin kalau putrinya juga akan dijaga dengan baik oleh mereka. *** Jangan lupa klik love & komentya jika suka dan kalian juga akan mendapatkan notifikasi saat saya update new part. Thx ^^  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD