Chapter 4

984 Words
Pikiran Evelyn bercabang, setelah mendengar perkataan Sarah, semakin membuatnya panik dan takut. Entah apa yang Max akan lakukan jika menemukan nya. Musik semakin bergema kencang, sebagian orang sudah mulai berjoget ria, Evelyn harus segera keluar. Hampir saja Evelyn terjatuh, seandai tubuhnya tidak ditangkap oleh seseorang. Tubuh kekar itu memeluknya erat. "Hello baby giry--" meskipun hampir sepuluh tahun, Evelyn masih ingat dengan suara serak ini, Evelyn meronta, namun tubuh lelaki itu memeluknya erat. "Benar kata wanita tua itu, tubuhmu mengeluarkan bau harum yang memabukan indra penciuman ku. Eve sayang." Tubuh Evelyn mendadak kaku, Max menemukannya. "Lepaskan aku, kau salah orang." Evelyn memukul-mukul punggung pria itu. "Aku tidak akan salah orang lagi, kau adalah penyebab kegelapan hidupku." Begitu mudahnya Max membawa tubuh Evelyn seperti membawa karung beras. "Turunkan aku! Tolong! Tolong!" Evelyn berteriak kencang, wanita itu meronta-ronta ingin turun. "Tolong!" Sekali lagi Evelyn berteriak, tidak ada satupun orang yang menghiraukan teriakan. Tenggorokan kering, bahkan ia melihat beberapa orang menundukkan kepala saat Max lewat, sialan kenapa ia bisa lupa, Max adalah bos mereka semua, pantas saja tidak ada orang menolongnya. "Tuan, tolong turunkan aku!" Evelyn bisa mendengar kekehan Max, lelaki itu masih tidak bergeming dengan semua teriakan protesnya, bahkan dengan santai ia memanggulnya. "Aku tidak mengenalmu! Turunkan aku!" Saat memasuki lift, tiba-tiba Max menurunkannya dengan agak kasar. "Tidak bisakah kau bersikap sopan dengan wanita." Evelyn menatap nyalang Max, wanita itu segera berdiri dan harus segera menjauh dari Max. Bahkan tiket yang diberikan nenek Max hilang, pasti saat terjatuh tadi. "Tidak ada kata sopan untuk wanita sepertimu." Max berkata dingin, wajah lelaki itu mengeras. "Ya Tuhan, sudah aku bilang aku tidak mengenalmu tuan!" Evelyn berteriak ragu, ia agak sangsi kalau Max akan percaya padanya. "Aku ingin pergi." Evelyn berjalan melewati, ia ingin keluar dari lift ini. "Akhh!" Belum sempat Evelyn menekan tombol lift, tiba-tiba tubuhnya sudah berbenturan dengan tembok lift di belakangnya. Punggungnya terasa sakit, ia tidak mengerti kenapa Max sangat kasar. Dendam apa yang dimiliki lelaki itu, tidak cukupkah dulu ia membayar dengan kesuciannya. Evelyn mendongak menatap Max, namun belum sepata ia berkata, Max sudah mencengkar pipinya. "Kau tidak akan kemana-mana baby girl, kau itu diciptakan untuk melayaniku." Cengkaram Max semakin menjadi, bahkan untuk berkata pun Evelyn tidak mampu, air matanya luruh, seharusnya ia tidak mengikuti Sarah. "Jangan menangis disini, aku membencinya!" Geraman Max terdengar begitu menyeramkan. Bunyi lift menyelamatkan Evelyn, namun hanya sebentar, Max memang melepaskan cengkraman di pipinya, namun lelaki itu menarik paksa lengan nya. Menyeretnya kesalah satu kamar di hotel ini. Evelyn tersadar, kamarnya berada di ujung sana. Butuh tenaga ekstra untuk berlari kesana, dan Evelyn harus melakukannya. Kesempatan itu ada, saat Max sibuk mencari id card kamarnya, Evelyn segera melarikan diri dari lelaki itu. Memejamkan matanya, Evelyn menguatkan langkahnya, berlari kencang, diiringi teriakan marah Max, Evelyn tidak peduli. "Mom?!" Tepat saat Evelyn ingin membuka pintu, Dean keluar dari dalam. "Kau habis dari mana? Kenapa kau sangat berantakan." Sebelum Evelyn menjawab pertanyaan Dean, tubuhnya tiba-tiba terhuyung ke belakang. "Mom!" Dean berteriak kencang. Ia tidak suka dengan orang asing yang menarik ibunya. Tanpa pikir panjang Dean, melemparkan gelas air minum yang ia bawa tadi, sebenarnya ia kebangun karena haus, saat melihat ranjang di samping kosong membuat Dean mencari ibunya. Bunyi suara gelas pecah, membuat Dean terdiam. Gelas itu tepat mengenai bagian belakang kepala lelaki yang menyeret ibunya. Dean mengalihkan pandangannya ke arah sang ibu, lelaki itu sudah melepaskan ibunya. "Mom!" Dean berlarian kaarah Evelyn dan memeluk sayang ibunya, mengusap pelan pipi wanita yang telah melahirkannya itu. "Apa yang kau lakukan! Sialan!" Evelyn semakin memeluk erat Dean, saat Max menarik paksa anaknya itu. "Lepaskan Dean, Max! Jangan sakit anakku!" Max membantu, raut wajah lelaki itu mendadak mengeras. "Anak! Wanita asialan! Kau sudah menikah dan mempunyai anak oh s**t! Kau hidup bahagia sedang aku menderita karena ulahmu!" Dean memutar bola matanya malas, lelaki di belakang terlalu mendramatsir keadaannya. "Mom bisakah kita pergi, Dean sudah mengantuk." Dean menguap, bahkan di saat lelaki asing itu masih mengoceh, ah mungkin lelaki itu adalah pasien rumah sakit jiwa yang kabur. Sebelum pergi, Dean menatap lelaki asing itu, setidaknya ia harus memiliki gambaran tentang lelaki yang mengejar ibunya. "Pak tua, kepalamu tidak apa-apa kan? Setidaknya kau tidak akan gegar otak karena aku lempari gelas." Dean terkekeh pelan.. "Oh ya, aku hari ini sedang berulang tahun, sebaiknya kau segera pergi karena aku sedang baik melepaskan. Hus hussss, pergi lah." Dean begitu senang, lelaki itu tidak bersuara, apakah dia takut dengan Dean, pasti dia takut dengan Dean. "Mom ayo kita masuk pergi." Dean menarik pelan tangan ibunya. Evelyn menatap Max yang masih diam di tempatnya, semenjak melihat wajah Dean, Max tidak bersuara. "Mom, apakah kau mengenal orang itu?" Evelyn menggeleng pelan, "mom tidak mengenalnya sayang." Dean mengangguk, "Baiklah, kemungkinan ia tidak akan mengganggu kita lagi. Oh ya Mom, apakah besok pagi-pagi kita pergi dari sini?" "Tentu sayang, cepatlah kembali tidur," Evelyn mengusap pelan rambut Dean, anaknya itu kembali ceria, sebelum benar-benar menutup pintu kamarnya Evelyn menatap kembali Max yang masih terdiam disana. Entah apa yang dipikirkan lelaki itu, namun yang pasti untuk Evelyn ke depanya kehidupan tidak akan setenang sebelumnya. ... Evelyn, anak wanita itu. Kenapa wajah anak itu seperti dirinya dulu. Mendadak Max tidak bisa berpikir. Jadi tiga pohon baru yang tubuh di rumah Hutan itu menandakan kelahiran keturunan Holmes, Tentu saja ia tidak percaya cerita seperti itu, omong kosong. Kepala Max tiba-tiba sakit, lima tahun belakangan ia sibuk mencari Evelyn, tanpa memikirkan adanya anak di antara mereka. Senangkah diri? Kenapa ia bimbang perasaannya hambar. Max tertawa, ia tidak bisa merasakan apapun, hati terasa hampa. Max mengusap pelan kepalanya, tanganya terasa basah. Kepalanya mengeluarkan darah, lelaki itu menghela napas panjang, ia harus segera menelpon asistennya. "Josh, segera datang ke kamarku, dengan dokter sekaligus." Max segera melemparkan ponselnya, tanpa peduli kepanikan asistennya itu. Kalau benar anak Evelyn, anaknya juga kenapa Evelyn harus mempertahan anak itu? Max tidak suka memiliki anak, ia tidak ingin seperti orang tuanya, yang tega meninggalkannya tanpa alasan yang jelas. TBC...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD