Bab 12

1418 Words
Sangat baik. Tuhan, seperti yang kamu janjikan untuk memberiku ganti rugi sambil mengatakan takdirku akan tetap berjalan, aku ingin melihat betapa hebatnya itu. Aku akan menggunakan ganti rugi itu untuk menghancurkan takdirku yang tidak pernah berubah. “Baiklah, ku terima ganti rugi itu. TETAPI JANGAN SALAH PAHAM! AKU TAK AKAN MAU BERTERIMA KASIH KEPADAMU YANG MENGAKU SEBAGAI TUHAN! SEKARANG AKU TAK PERCAYA AKAN ADANYA TUHAN!!! POKOKNYA!! AKU TIDAK PERNAH MENGAKUI KEBERADAANMU!! AKU MENYANGKAL SEMUA KATA-KATAMU ITU DAN TIDAK AKAN PERNAH MENGAKUI KEBERADAANMU! ” Terjadi keheningan panjang di antara kami. Mungkin Tuhan marah padaku. Tuhan atau Dewa apapun itu yang aku percayai sangat penyayang, jelas tentang hukuman dan penghargaan, dan adil, tetapi aku sudah tahu bahwa tidak ada Tuhan seperti itu. ' Apakah kamu marah padaku karena aku mengatakan sesuatu yang membuatmu salah paham? Lalu, apa perbedaan antara Tuhan dan manusia? ' ' ..... Baiklah. Lakukanlah sesuka hatimu ' Saat aku hendak tertawa terbahak-bahak, tiba-tiba aku mendengar suara menggema di pikiranku dan bola sinar yang terang seperti bintang mulai berjatuhan seperti hujan. ' Kamu yang telah ku pilih telah menolak takdirku. Atas jalan yang telah ku hendaki menjadi takdirmu. Keinginanmu segera terwujud mengukir takdir akan makna dari namamu. Aristia Fionia La Monique, pelopor takdir ' Ruang putih di sekitarku mulai menghilang dengan cepat. Ketika aku menutup dan membuka mataku dengan cepat, aku mendapati diriku sedang duduk di sebuah ruang doa kecil. *** Aku ditinggalkan oleh pria yang kupikir adalah pasanganku, diabaikan oleh orang yang mengangkatku sebagai ibu negara kerajaan, dan dikutuk oleh orang-orang terkasih sebagai wanita jahat kemudian ditinggalkan bahkan oleh Tuhan. Meskipun dia tidak pernah memperlakukan ku dengan hangat, aku dengan sepenuh hati melayani dan mencintainya. Meskipun aku diperlakukan sebagai Permaisurinya, bukan Ratu, aku mencoba untuk hidup sesuai dengan ajaran guruku. Bahkan jika aku dikutuk sebagai wanita jahat, aku tidak membenci orang-orang. Alasan Tuhan memberikan cobaan ini adalah karena dia ingin melatihku. Hanya Tuhan yang tahu aku berani melalui semua kesulitan, meskipun aku ingin menyerahkan segalanya karena aku sangat kesepian. Aku berpikir bahwa karena Tuhan mengasihi dan memelihara segala sesuatu dengan adil, Tuhan akan memberi aku ganti rugi yang lebih baik… Tetapi Tuhan atau Dewa yang aku temui ini mengatakan bahwa aku bukan anak yang diberkati, tetapi pengganti wanita lain, menambahkan bahwa aku harus menerima ini karena itu adalah takdirku. Aku harus melatih dan memperbaiki diriku sampai larut setiap malam untuk menjadi seorang gadis yang cocok untuknya. Bahkan tanpa mengeluh tentang kesulitanku, aku menangis sendirian setiap malam ketika semua orang pergi tidur. Meskipun aku ingin melepaskannya sebagai pekerjaan yang buruk karena aku terluka dan merasa sedih, aku menghabiskan setiap hari hanya dengan diam. Namun seluruh waktu dan tenaga yang ku habiskan sampai sekarang menjadi tidak berguna saat Tuhan berkata bahwa aku bukan pasangan yang ditunjuk Raja sejak awal. Upaya putus asa ku selama bertahun-tahun tidak membuahkan hasil. Aku kesal karena aku merasa benar-benar ditolak. Setelah menyadari bahwa Dewa yang ku percaya dan andalkan selama ini adalah ilusi, aku menjadi putus asa. Aku menggigil dengan pengkhianatan. Sekarang setelah aku selesai dengan segalanya, kekosongan ekstrem yang tak tertahankan memenuhi pikiranku. Sebenarnya untuk apa aku hidup? Untuk apa aku hadir di dunia ini...? Siapa aku? Aku… Seandainya ku tahu... Bahwa aku bukanlah siapa-siapa. Di suatu tempat di hatiku, gelombang keputusasaan jatuh. Laut hitam di mana tidak ada cahaya yang menembus dan gelombang hitam yang menjulang menyapuku. *** "….......A." Aku mendengar suara seseorang memecah kesunyian. "…...... A!" Apa-apaan ini? Ini sangat bising. “.........Tia! ” Tinggalkan aku sendiri “Tia!” Jangan panggil aku. Jangan cari aku. Bagaimanapun, aku bukan apa-apa. Mengapa kalian menggangguku? Tinggalkan aku sendiri. Tak ada yang bisa kalian harapkan dariku. Aku kesal dengan panggilannya yang berulang-ulang. Aku tidak lebih dari pengganti Jieun. Apa lagi yang kalian inginkan dariku ketika kalian telah menyiksaku begitu banyak sampai sekarang? Aku suka tempat ini sekarang. Aku tidak akan keluar dari sini. Tidak ada yang mencintai atau menghargaiku di dunia ini. Aku tidak membutuhkannya. Tinggalkan aku sendiri. “Tia! Sadarlah!” Meskipun aku ingin pemilik suara itu keluar, itu tidak ada niat untuk pergi. Karena aku sangat kesal, aku mengerutkan kening. Apa yang kamu cari dariku dengan begitu gigih? Aku tidak punya apa-apa lagi untuk diberikan kepadamu. Kamu menyangkal jerih payahku, martabat ku, air mataku, lalu rasa cintaku. Pada akhirnya sampai harus melupakan keberadaan ku. Masih banyak lagi yang akan terlupakan. Apa lagi yang kamu inginkan? Kenapa kamu melakukan ini padaku? "Ku mohon....!" Siapa yang kamu panggil dengan begitu putus asa? “Tolong sadarlah! Ku mohon. ” Tiba-tiba setetes air jatuh di suatu tempat di ruang gelap ku. Tuk, tuk, tuk, tuk. ZRAAAASS. Tetesan air mulai berjatuhan di sana-sini. Awalnya satu atau dua tetes, dan kemudian kolom air mulai turun ke mana-mana. "Ku mohon, Buka matamu!!" Aliran air dari semua sisi menghilangkan kegelapan di sekitarku. Di mana kegelapan menghilang, sinar cahaya mengalir turun. Cahaya putih menyelimutiku. *** "TIA... " "TIA...! " "BUKA MATAMU...! " "TIA!! " Dimana aku sekarang? Melihat sekeliling dengan mata kabur, aku melihat kolom dengan pola geometris bercampur putih dan hijau. Ini adalah kuil! Mengapa aku merasa pengap? Lalu, mengapa punggung ku terasa lembab? Saat aku perlahan melihat ke bawah, aku bisa melihat bahu lebar dan punggung yang kuat. "Ayah?" Itu adalah suara yang kering dan serak. Meskipun sangat kecil, ayahku segera menjawab, mengangkat kepalanya dan berkata, “Apakah kamu sudah bangun sekarang? Kamu sudah sadar sekarang, kan? Hah? Jawab aku, Tia! ” Aku tidak bisa berkata apa-apa karena air mata mengalir dari matanya. Aku terdiam ketika aku menemukan bahwa ayahku, yang selalu berhati dingin, memanggil ku dengan sungguh-sungguh dan meneteskan air mata yang belum pernah ku lihat sebelumnya. “Nona! Nona sudah sadar?! Apakah Nona baik-baik saja sekarang? Katakan sesuatu, Nona! ” Ayah terus memanggilku tanpa berpikir untuk menyeka air matanya, dan Rina bertanya kepadaku dengan suara menangis apakah aku baik-baik saja. Kedua ksatria keluargaku dengan cemas mencoba memeriksa kondisiku. Dan ajudan pribadi ayahku menatapku dengan gugup sambil memegang seragam resmi ayahku. "Syukurlah, Nona! Aku sangat kaget mendengar kabar bahwa Nona pingsan di tempat suci! Aku takut terjadi apa-apa karena Nona lama tak sadarkan diri." Aku akhirnya menyadari bahwa aku tidak sendirian di dunia ini. Meskipun aku menyangkal keberadaan Tuhan dan melepaskan harapan, yang kupercayai dan andalkan sampai menit terakhir, ketika Dia meninggalkan ku, aku bukan makhluk sepele tanpa minat atau cinta siapa pun. Aku memiliki seorang ayah yang sangat mencintaiku sehingga dia mematahkan keyakinan seumur hidupnya untuk melindungi keluarga kerajaan, temanku Rina yang selalu berada di sampingku sejak kecil, dan anggota keluarga yang peduli dengan ku. Masih ada banyak orang yang akan selalu membantuku. Ketika aku berpikir kalau Tuhan tidak meninggalkan ku, apakah aku menyadari bahwa ada begitu banyak orang di sekitarku yang dapat membantuku jika aku mengulurkan tangan. Kalau saja aku lebih memerhatikan sekitar dan tidak mengharapkan bantuan dari Tuhan. Karena baru ku sadari selagi aku merasa ditelantarkan oleh Tuhan. Mulai sekarang, aku ingin menjalani hidup dari awal lagi, bersama dengan mereka semua. Kehidupan yang berbeda dengan yang dahulu-! Aku tidak akan pernah menjalani hidup untuk Tuhan. Aku tidak akan mencari dia lagi yang telah berpaling dariku ketika aku membutuhkannya dan telah menyadarkan ku akan kenyataan ini ketika aku ditinggalkan. Aku akan menjalani kehidupan yang berbeda, melakukan kontak mata dengan orang-orang, tertawa bersama mereka, berbagi kehidupan kerasku dengan mereka dan membuat ulah. Aku membungkuk kepada mereka yang menatapku dengan gugup. "Kalian semua... Terima kasih banyak." Aku merasa seolah-olah hatiku yang kosong dipenuhi dengan harapan baru. Aku memeluk leher ayahku dan tersenyum cerah, penuh rasa terima kasih untuk orang-orang tersayang. *** Aku membuka mataku. Ketika aku bangun dengan tergesa-gesa, aku melihat rambut perak berkilau memantulkan sinar matahari. Aku melihat ayahku tidur nyenyak. Jelas, dia stres karena aku. Akhir-akhir ini, aku menunjukkan keburukanku kepadanya dan membuatnya sedih. Aku menangis, pingsan dan melongo melihatnya. Aku menghela nafas. Ketika aku pikir itu mungkin mimpi, aku merasa baik-baik saja. Tetapi ketika aku menyadari itu nyata, aku merasa agak tenang. Kenangan masa laluku sebagai gadis berusia 17 tahun serta ingatanku saat ini sebagai gadis berusia 10 tahun semuanya nyata. Bukan hanya tangannya yang kekar yang mengangkatku saat aku menggigil, tetapi juga kata-katanya yang tidak berperasaan bahwa aku akan menjadi Ratu, dan keyakinannya bahwa dia akan kembali untuk membawaku pulang bukanlah ilusi. Aku merasa hampa. Aku yang telah hidup sangat keras sepanjang hidupku, tetapi semua usahaku sia-sia. Cinta yang tulus dan kenangan sedih ku hanya ada di pikiranku, yang belum terjadi dalam kenyataan. Apakah itu alasannya? Meskipun aku tahu aku memiliki kesempatan untuk hidup berbeda dari masa lalu, aku terus merasa pahit. Aku hanya merasa hampa dan kesepian. “Ah, kamu sudah bangun.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD