10.3DARA

1562 Words
Hari ini adalah hari kedua Mira bekerja ia keluar dari lift apartemen dan berjalan menyusuri lorong apartemen Xavier, lalu berdiri di depan unit Xavier ia merogoh ponselnya membuka catatan yang Xavier berikan semalam lalu menekannya dengan hati hati, setelah memasukkan kode kunci bunyi klik tanda pintu terbuka membuat senyumnya mengembang, ia berjalan masuk secara perlahan kearah dalam apartemen itu Mira bisa melihat beberapa kaleng soda dan cemilan lainnya berserakan di atas meja dihadapan ruang tv ia menggelengkan kepalanya melihat kekacauan yang Xavier lakukan, Mira meletakkan tas nya lalu mulai membersihkan apartemen Xavier. Saat asik membersihkan apartemen itu bunyi bel apartemen terdengar. Mira mengerutkan dahinya siapa yang datang pagi hari begini, ia melirik jam dinding disana menunjukkan pukul sembilan pagi, lalu terdengar kembali suara bel tersebut membuat Mira bergegas meletakkan alat bersih bersihnya dan membuka pintu melihat siapa yang datang bertamu. Saat ia membuka ia dikejutkan oleh sosok wanita cantik yang sepertinya Mira pernah menemui wanita itu tapi dimana batinnya. "Loh, kok loe disini, ngapain di Apartemen Xavier?" Ucap wanita cantik itu dihadapan Mira. "Saya sedang melakukan pekerjaan." Ucap Mira jujur. "Pekerjaan, pekerjaan apa, loe pembokat?" Tanya Bella yang menilai Mira dengan tatapannya mengarah ke Mira dengan raut mengejek. "Saya membantu Mister beres beres Apartemen saja Mbak." "Sama aja pembantu namanya!" Bella langsung mendorong Mira dan masuk begitu saja kedalam apartemen Xavier. Ia mengedarkan pandangannya keseluruh ruangan tapi tidak menemukan Xavier ia berjalan ke arah kamar Xavier membuat Mira langsung berlari mendekati Bella menghalangi niat wanita itu masuk kedalam kamar Xavier. "Apa yang kamu lakukan, minggir!" Bella berusaha menggeser tubuh mungil Mira. "Mbak sebaiknya pulang deh, sebelum Mister marah nanti." "Loe siapa ngatur ngatur gue?" "Mbak lupa kalau saya pacarnya Xavier." Ucap Mira saat mengingat jika wanita dihadapannya ini adalah wanita yang waktu itu berkenalan dengannya saat bertemu mami nya Xavier. Bella mendengus ingin tertawa. "Loe kira gue percaya, mimpi, mana ada pacarnya Xavier kayak gembel macem loe, loe itu cocoknya ya gini jadi pembantu!" Ucapan merendahkan itu membuat Mira merasa tersinggung benarkah ia hanya pantas menjadi pembantu saja, apa karena penampilannya yang seperti ini ia menghela nafasnya, mungkin. "Tapi Xavier nya ndak iso diganggu, masih tidur." "Gak usah ikut campur deh loe gadis kampung!" Ucap Bella mencoba mengawas kan tubuh mungil dihadapannya itu, perdebatan keduanya membuat Xavier keluar kamarnya dengan raut wajah yang tampak sekali baru bangun dari tidurnya, ia menatap Bella tak suka lalu mengalihkan pandangannya kearah Mira yang menunduk takut. "Ngapain loe disini pagi pagi, buat keributan!" "Xavier kok gitu sih ngomongnya, gue kesini itu ya mau nemuin kamu." "Ada perlu apa?" Xavier merangkul tubuh Mira menariknya agar merapat pada tubuhnya, Mira langsung gugup seketika melihat perlakuan Xavier padanya, jantungnya langsung berdebar tidak karuan. "Gue mau kasih tahu kalau Mama ngadain makan malam bersama dan mengundang kamu, sambil ngerayain kepulangan kamu dari Jerman." Xavier mengangguk singkat lalu memandang ke arah Mira yang hanya diam tak berkutik. "Bagaimana menurut kamu Sayang, kita datang kesana malam ini?" Tanya Xavier pada Mira yang langsung menatapnya terkejut, ia memandang Bella kikuk karena tatapan wanita itu seolah olah ingin membunuhnya. "Te ... terserah kamu saja." Ucap Mira gugup. "Xavier aku tidak mengundang mu untuk membawanya, apa kata Mamaku nanti." Ucap Bella tidak suka. "Kalau begitu terserah kamu saja, mungkin aku tidak bisa menghadiri acara makan malam itu tanpa kekasihku." "Gue masih belum percaya kamu pacaran sama perempuan kampungan ini." Xavier menatap tajam Bella merasa tak suka dengan ucapan wanita itu. "Aku tidak butuh penilaian mu, jadi pergilah." "Kamu mengusirku?" Tanya Bella tak percaya. "Ya, kenapa?" "Xavier, kamu keterlaluan, hanya karena gadis kampung ini kamu seperti ini padaku?" "Memangnya sejak kapan gue selalu berlaku baik pada loe! Meskipun gue gak pacaran dengan Mira gue juga gak bakal mau sama loe." Ucap Xavier yakin. "Kenapa loe jahat banget sama gue." "Pergilah Bella, aku tidak ingin bersikap kasar." Ucap Xavier lagi mengusir Bella dihadapannya yang langsung berlalu meninggalkan mereka berdua. Mira masih terdiam dalam rangkulan Xavier hingga suara Xavier membuatnya tersadar dan menjauhkan tubuhnya. "Loe gak apa apa kan?" "Enggak Mister, gak apa apa!!" "Siapa tahu nenek lampir itu berbuat kasar." "Enggak kok Mister." "Ya udah, gue mau mandi dulu, tolong buatin gue kopi ya, gue udah telat banget nih, Kenapa gak bangunin gue sih?" "Hah, bangunin Mister?" "Iya, kenapa?" "Bukan apa apa Mister, kan Mister gak bilang toh karo aku kalau mesti bangunkan Mister," "Iya juga ya! Lain kali kalau gue sampai jam delapan belum bangun juga loe harus bangunkan gue, loe ngerti kan?" "Oke, siap Mister." Ucap Mira sambil memberi hormat, membuat Xavier terkekeh melihatnya lalu mengacak puncak kepala Mira, membuat wajah Mira merah sempurna. "Makasih yah?" "U..untuk apa Mister?" "Kalau gak ada kamu disini gue harus bilang apa sama cewek tadi." "Ooh, kan wes tugas ku toh Mister." Xavier menggeleng sambil tersenyum lalu kembali masuk kedalam kamar membuat Mira berdebar tak karuan, ia memegang jantungnya yang masih berdebar kencang, melihat wajah bangun tidur Xavier yang bertambah tampan dua kali lipat dari biasanya membuat Mira tak bisa lagi bernafas ia sepertinya terkena asma mendadak jika sering sering berdekatan dengan Xavier, ia melanjutkan pekerjaannya terutama permintaan sang kekasih yang ingin minum kopi saja, ya kekasih, tapi kekasih pura pura batin Mira sambil tersenyum berlalu ke arah pantry. *** Setelah mendata semua bahan makanan Satya dan Kinan langsung pergi kesebuah tempat perbelanjaan dan memberikan list catatan bahan yang mereka butuhkan lalu meninggalkannya karena mereka akan mengantarkan nya ke Restoran Satya seperti biasa. Mereka menjauhi tempat tersebut, Kinan hanya berdiam diri didalam mobil bersama orang yang ia sukai membuatnya bingung harus berbuat apa karena merasa canggung, Satya melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang kembali ke Restoran mereka. Penampilan Kinan hanya menggunakan celana jeans dan kaos putih serta topi, rambut panjangnya tidak pernah ia gerai sempurna membuat siapapun tak pernah tahu jika Kinan memiliki rambut hitam panjang yang indah. Satya sekilas melirik kearah Kinan yang hanya sibuk memandang lurus jalanan. "Mau mampir ke tempat lain?" Tawar Satya. "Hah, eenggh, terserah Chef aja." Jawab Kinan bingung. "Kita mampir sebentar di jajanan pinggir jalan mau?" Tanya Satya lagi sambil tersenyum menunjukkan lesung pipinya. "Boleh." Jawab Kinan singkat, demi apapun ia sangat senang bisa berdua saja bersama Satya saat ini. Satya memarkirkan mobilnya di pinggir jalan area parkir roda empat, Kinan turun lebih dulu disusul Satya yang mendekatinya, mereka duduk disalah satu tempat penjual es kolding, Satya lalu memesannya. "Kamu tidak apa kan minum disini?" Tanya Satya membuka percakapan. "Tidak Chef, memangnya kenapa dengan ini?" Tanya Kinan lagi. "Siapa tahu kamu tidak suka kebisingan, dan polusi udara karena ini sangat dekat dengan lalu lintas jalan." Kinan tersenyum mendengar ucapan Satya. "Ini masih jauh lebih baik Chef," "Benarkah, Sarah tidak menyukai tempat seperti ini." Ucap Satya memberitahu. "Oh ya, tapi aku bukan Mbak Sarah Chef, kalau Chef tahu gimana jalan hidupku, hidup Mira, kami sangat bersyukur saat ini, kami besar tanpa orang tua disamping kami." Ucap Kinan sambil tersenyum masam mengingat kesusahan nya bersama kedua sahabatnya berjuang bersama untuk lulus SMA, berjalan kaki dari panti hingga sekolah. "Tapi kalian gadis gadis yang hebat!" "Kenapa Chef bisa bilang seperti itu?" "Meskipun kalian besar tanpa di dampingi orang tua, kalian tumbuh menjadi gadis yang sopan dan mandiri." Ucap Satya jujur membuat Kinan tersenyum kearahnya. "Mungkin ini semua karena ibu panti, beliau mendidik kami layaknya anak sendiri." Ucap Kinan merasa sedih mengingat ibu panti yang sudah lama tak bertemu, ia lah yang menjadi ibu untuk Kinan selama ini dari kecil ia hanya mengenal sosok ibu adalah ibu panti dimana ia dibesarkan, Kinan mencoba memalingkan wajahnya dari Satya karena ingin menangis. "Dia wanita yang hebat!" Jawab Satya menenangkan. "Bahkan kami tidak pernah merasakan bagaimana jajan di kantin sekolah, kami selalu menyimpan uang pemberian ibu panti lalu membongkarnya setiap bulan, saat sudah banyak kami belikan jajanan untuk anak anak panti, saat itu semua anak anak sangat senang, dan selalu menunggu kami setiap bulannya, kami tertawa bersama menikmati bersama, aku merindukan saat saat itu!!" Ucap Kinan dengan suara bergetar, Satya memandang gadis tomboy disampingnya ini, dengan penampilannya seperti itu saja orang bisa melihat bahwa Kinan adalah gadis yang cantik. "Kau bahagia?" Tanya Satya "Ya aku bahagia Chef, kami tidak kekurangan kasih sayang." Ucap Kinan mengusap air matanya kasar. "Kau merindukannya?" Tanya Satya yang masih memandang ke arah Kinan. "Siapa?" "Ibu panti?" Kinan hanya mengangguk tanpa bersuara ia sudah menangis mengingat ia sudah lama tak bertemu wanita paruh baya itu. "Lain kali ambil cuti untuk mu, dan pergilah temui dia." Kinan hanya mengangguk kembali tanpa menatap Satya, pesanan mereka tiba membuat Kinan mau tak mau menatap kearah Satya yang juga sedang melihatnya. "Menangis lah, tidak perlu sungkan!" Ucap Satya menatap Kinan sambil tersenyum. "Terimakasih Chef." "Untuk apa?" Tanya Satya bingung. "Karena sudah mengingatkanku, mungkin ia juga merindukan kami." Ucap Kinan yang berderai air mata, ia mengingat peliknya hidup saat mereka tumbuh besar di panti membantu ibu panti mengurus anak anak yang masih kecil. "Saya tidak mengingatkan, tapi kau yang memang mengingatnya." "Mungkin aku harus bicara pada Mira dan Naya agar mereka juga bisa menyempatkan waktu untuk kesana." "Itu lebih baik!" Ucap Satya sambil menikmati esnya. "Apa kita tidak apa apa Chef, kembali lama takutnya Chef Nico malah kerepotan." "Sebentar lagi, minumlah dulu!" Ucap Satya menunjuk minuman yang berada dihadapan Kinan belum ke sentuh sedikitpun. Kinan mengangguk lalu mengambil minumannya dan meminum itu dengan perasaan lega. _____________________________ Ada yang nunggu cerita ini, berikan suara kalian dan jangan lupa tekan lovenya, kepoin cerita author yang lain ya masih gratis juga ~Sabrina ~This Is Love
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD