Bab 9 - Pembalasan Aruna

2334 Words
Tok … tok … tok … Ketukan pintu menyadarkan Aruna dari keterpakuannya. “Masuk.” Suara bariton Om Jayden yang menggema sontak mengalihkan pandangan Aruna ke arah pintu dan melihat dua pelayan mendorong kereta makanan. “Letakan di atas meja.” Mulut Aluna tiba-tiba terasa berair saat melihat para pelayan itu meletakkan berbagai makanan manis di depannya. Kue tart, macaroon, tiramisu, serta berbagai kue-kue manis lainnya yang tak dia tahu apa namanya. “Makanlah.” “Semuanya?” Tanya Nadya terkejut mendengar ucapan Jayden. Dia melirik ke arah pria dewasa itu yang menganggukkan kepalanya sembari tersenyum geli melihat binar di mata Aruna. Tubuhnya bergerak kegirangan sembari mengambil garpu dan mulai memakan makanannya. “Ehm…” gumamnya saat merasakan kue itu pecah di mulutnya. Senyum Jayden terukir, geli menyadari bahwa Aruna melakukan kebiasaan yang dilakukan para Wanita lainnya yaitu bergumam kencang dengan bahu yang bergoyang jika mendapatkan makananan enak. Uhuk ... uhuk ... Uhuk .. Jayden sontak mengulurkan gelas berisi air putih saat gadis itu tersedak karena makan terlalu cepat, “Pelan-pelan, tak ada yang akan mengambil makananmu,” tegur Jayden menggelengkan kepalanya. “Kau makan seolah terbiasa kelaparan.” Aruna menegak air itu hingga tandas, lalu mengangguk dengan mulut yang penuh. Terkekeh di dalam hati mendengar ucapan Jayden. “Saya memang terbiasa kelaparan,” ujar Aruna membuat senyum Jayden membeku. “Keluarga saya selalu memberikan makanan sisa, sehingga saya tak pernah memakan makanan mewah seperti ini sebelumnya.” Jayden tersentak, menatap gadis itu dengan tatapan kasihan. Informasi dari Bima yang mengatakan bahwa gadis itu tidak diperlakukan baik dengan keluarganya, nyatanya jauh lebih parah begitu melihat kenyataan di depan matanya. Aruna Inaranti, sebenarnya hanya gadis berusia 19 tahun yang harusnya menikmati masa-masa akhir masa remajanya dengan bersenang-senang. Menikmati kuliah dan berkumpul dengan teman-teman seusianya dengan gembira, tapi gadis ini malah harus bekerja begitu keras untuk hidup dan membiayai keluarga piciknya itu. Bahkan di saat orang lain harusnya marah dan membencinya karena melakukan hal yang tak pantas terhadapnya, gadis itu menerima tawarannya dengan tangan terbuka, seolah hidup dengannya jauh lebih baik daripada tinggal bersama keluarganya. “Om enggak makan?” tanya Aruna dengan sudut bibir penuh dengan remah kue dan juga cokelat. “Kau makanlah, Tubuhmu terlalu kurus untuk gadis seusiamu,” kata Jayden terkekeh, tanpa sadar mengusap pipi gadis kecil itu. Wajahnya memerah saat dia melakukan hal itu, dia terus menatap gadis itu lekat. Menyadari bahwa sekuat dan semandiri apa pun, gadis bernama Aruna ini, dia hanyalah seorang gadis yang memerlukan seseorang di sampingnya untuk membagi pedih yang dia rasakan. “Setelah selesai, Pak Rudi akan mengantarkanmu ke kamar. Sementara, kita akan tinggal di mansion ini. Setelah suasana lebih kondusif kita akan tinggal di kondominium milikku.” Setelah penjebakan yang dia alami, di hotel tempatnya menginap tempo hari. Dia meningkatkan keamanan dirinya dan sementara tinggal di mansion milik keluarganya adalah jalan terbaik yang bisa dia lakukan, terlebih saat kakek dan keluarganya pergi ke Luar negeri untuk sementara waktu. Perang bisnis yang terjadi baik itu di antara saingan bisnis atau saudara terkadang membahayakan nyawanya. Masih terekam jelas di kepalanya, bagaimana perang bisnis yang terjadi di antara keluarganya membuatnya kecelakaan saat Kuliah di Amerika dulu dan berakhir dengan membuat kaki kanannya cacat dan membuatnya tak bisa hidup normal seperti orang lainnya. Menikah dengan Aruna adalah jalan terbaik untuk kestabilan dirinya sebagai pewaris Edzard Company. Kakek sudah menyuruhnya menikah sejak lama, namun Jayden ragu. Tak ada satu pun Wanita yang akan menikahi dirinya yang lumpuh ini. Walaupun ada, Jayden sangsi bahwa Wanita itu tulus. Kebanyakan dari mereka hanyalah wanita yang diutus oleh pesaing bisnisnya untuk mengendalikannya seperti tempo hari. Jayden menarik napas dalam, mencuri pandang ke arah Aruna yang terus memakan kuenya dengan begitu antusias, setidaknya gadis kecil yang ada di depannya ini polos dan tak memiliki koneksi dengan siapa pun, sehingga tak akan mudah dipengaruhi orang. Itu hal terpenting untuknya. *** “Nona Aruna, ini adalah kamar Anda.” Kata-kata Pak Rudi tak dia indahkan. Begitu pintu kamar ini terbuka, Mata Aruna kembali menatap takjub ruangan yang disebut akan menjadi kamarnya. Sama seperti ruangan lain yang bergaya Victorian. Mengingatkannya kepada kamar Princess yang sering dia lihat di serial Barbie kerajaan. Ranjang besar dengan ukiran rumit di bagian tengah ruangan dengan kelambu berbentuk kubah di atasnya, permadani cantik di bahwa ranjang yang bahkan jauh lebih baik dari kasurnya dulu, dinding berwarna putih gading cantik dengan ornamen dan pola yang rumit. Meja rias cantik di sudut ruangan membuat mata Aruna berbinar. Selama ini dia tak pernah mendapatkan kemewahan seperti ini, kamar ini ribuan kali lebih cantik daripada rumah dan kamarnya dulu. “Silakan beristirahat,” ujar Pak Rudi sopan sebelum meninggalkannya sendiri. Aruna perlahan berjalan, masuk dengan langkah yang bergetar. Begitu pintu kamar tertutup, tubuhnya luruh ke lantai. Debaran jantungnya menggila. Bagaimana bisa dia mendapatkan fasilitas seperti putri raja seperti ini. Hidupnya berubah 180 derajat hanya dalam satu malam. Seolah Tuhan akhirnya membalik takdir menyedihkannya menjadi takdir yang membahagiakan. Aruna menutup matanya, sebelum kemudian menarik napasnya dalam menghirup aroma ruangan yang berbau campuran Vanila dan Musk memenuhi paru-parunya. Aroma orang kaya. Gumamnya dalam hati. Aroma kamar ini berbeda dengan aroma kamarnya yang sumpek. Setelah dia merasa paru-parunya penuh, dia berdiri dan berjalan ke arah ranjang princess itu kemudian merebahkan diri di sana. “Empuk banget,” decak Aruna saat merasakan busa ranjang itu mengenai punggungnya. Seumur hidup dia tak pernah bermimpi untuk tidur di ranjang mewah seperti ini, atau bahkan spring bed paling biasa dengan per yang terkadang mental saat ditiduri. Seingatnya, seumur hidupnya dia selalu tidur di kasur yang terbuat dari kapuk yang bahkan sudah mati. Tatapan Aruna menatap ke arah langit-langit kamar ini yang terlihat cantik dengan pola yang mewah. Memikirkan segala hal yang berubah dalam hitungan kurang dari 24 jam. Rasanya saat itu dia galau karena uangnya hanya tersisa dua puluh ribu, dan ibu tirinya yang jahat itu memaksanya menikah dengan pria tua bangka hanya demi uang dua ratus juta. Dan sekarang, paginya dia bisa membawa uang itu dan menghamburkannya di depan mata keluarga piciknya sehingga membuat mereka hampir saja mengeluarkan mata mereka. Jayden, Om itu seolah memberikan sesuatu yang jauh lebih baik daripada mimpinya selama ini. Dia menarik napas dalam, Menikah kontrak dengan pria itu. Aruna tak tahu haruskah dia menggadaikan hidupnya dengan menikahi pria yang umurnya bahkan hampir dua kali lipat dari umurnya. Dia tak tahu apa maksud Om itu dengan memintanya menjadi istri kontraknya selama lima tahun. Dia hanyalah gadis biasa yang penuh dengan kemalangan seumur hidupnya. Aruna yakin bahwa meskipun kaki kanan pria itu tak sempurna, ada banyak wanita yang mengantri untuk menjadi istri wanita itu tapi, kenapa Om itu memilihnya? Apa karena pria itu telah merenggut kesuciannya, sehingga dia merasa bertanggung jawab? Atau karena dia adalah gadis malang yang perlu dikasihani. Tangan Aruna bergerak ke arah perutnya yang datar sebelum kemudian menekannya. Anak. Pria itu bahkan mengharapkan anak darinya. Aruna benar-benar tak mengerti dengan otak orang kaya. Jayden mengatakan bahwa dia mengharapkan anak untuk mewariskan kekayaannya. Apakah semua orang kayak seperti itu? menjadikan anak hanya sebagai alat untuk kekuasaan dan juga kekayaan semata. Aruna menggelengkan kepalanya. Mengganti pikiran-pikiran negatif yang terus bermunculan di pikirannya, menjadikannya sebagai pikiran positif. Ya. Menikah dengan seorang Jayden Edzard akan membuat hidupnya menjadi lebih baik. Dia tak perlu pusing-pusing lagi bekerja untuk menghidupi keluarga piciknya itu, dia bisa berkuliah dengan nyaman dan membangun masa depannya yang cerah. 5 tahun yang Jayden tawarkan tak akan membuatnya kehilangan hidupnya. itu yang harus Aruna percaya sekarang. Dia menutup matanya sejenak, berharap bahwa ini bukanlah sebuah mimpi dan dia benar-benar hidup berkecukupan setelah ini. *** “Pak, berhenti di sini saja,” Pinta Aruna kepada supir keluarga Edzard yang sontak menoleh ke arahnya. “Ini masih jauh dari kampus, Non loh,” tolaknya. Pria berusia setengah abad yang sama dengan yang mengantarnya pulang ke rumahnya dulu itu terlihat keberatan. Aruna tersenyum, melirik jalan yang masih sekitar 5 menitan dari kampusnya itu. Ini yang terbaik. Dia tak ingin ada gosip mengenai dirinya jika tiba-tiba datang ke kampus menggunakan mobil mewah seperti ini. “Enggak pa-pa, Pak. Saya enggak mau membuat kehebohan,” kata Aruna meminta, tangannya mempererat genggaman pada modul-modul kuliahnya. “Tapi Tuan Jayden meminta saya untuk mengantarkan Nona.” “Iya, di sini sudah cukup, Pak. Om Jayden tak akan tahu. Bapak nanti jemput saya di sini juga ya,” pinta Aruna dengan sedikit permohonan. Matanya menatap penuh melas ke arah beliau yang hanya bisa dijawabnya dengan anggukan. “Baiklah. Tapi, Non langsung kabarin kalau sudah mau pulang ya.” Aruna mengangguk pelan, bersorak sorai. “Siap, Pak. Terima kasih ya,” ujarnya riang sontak keluar dari mobil itu. Dia melirik ke kanan dan kiri berharap tak ada yang orang yang mengenalinya. Lalu merapikan, tas selempang dan juga buku-bukunya. Dari pantulan mobil, dia dapat melihat penampilannya sekarang. Menghela napas melihat pakaian mahal yang membalut tubuhnya. Pakaian yang Jayden berikan kepadanya terlalu mewah untuk dibawa ke kampus. Hanya Kaus polos berwarna hitam dengan logo salah satu brand terkenal ini yang bisa dia kenakan, dan itu pun terlihat begitu mewah membalut tubuhnya. Jujur, di dalam hati. Dia berharap tak ada orang yang akan menyadari hal ini sehingga dia tak akan membuat kehebohan yang berarti. Perlahan, dia berjalan menuju kampusnya. Sepanjang perjalanan, Dia memikirkan Jayden. Setelah pertemuan terakhir mereka kemarin. Dia tak melihat pria itu di mansion ataupun di mana pun. Pria itu terlihat begitu sibuk sehingga mereka belum sempat kembali membicarakan masalah pernikahan mereka. Dia ingin menanyakan detail pernikahan mereka. Apa hal yang harus dia lakukan setelah menjadi istri seorang Jayden Edzard. Meskipun, pernikahan kontrak, dia ingin memastikan bahwa dia tak akan mencoreng nama Edzard dan membuat Daddy’s long leg itu terkena masalah. Aruna mengangkat kepala, tak sadar bahwa dia sudah berada di jalan masuk ke dalam kampusnya. Dia menatap gedung besar yang tak jauh dari tempatnya berdiri sekarang. Menatap bagaimana perjuangannya untuk bisa berkuliah di tengah kesulitan yang dia alami. “Aw,” pekik Aruna kesakitan saat merasakan lemparan kerikil yang cukup besar mengenai kepalanya. “Ya!” teriak Aruna marah menatap ke sekelilingnya dan melihat Bella dengan bersandar di kap mobil mahal. Rambut dengan highlight pink miliknya selalu menjadi pusat perhatian. Aruna menghela napas dalam, bersikap tak peduli kepada adik tirinya yang seakan selalu haus akan perhatian. Berdecak melihat penampilannya yang menggunakan barang-barang branded KW agar terlihat kaya di depan teman-teman kuliahnya. “Hei, p***k. Berani datang ke kampus ya lo,” cemoohnya, tangannya bersilang di depan d**a dengan nada yang congak. “Siapa yang p***k?” tanya Randi, pacar Bella yang sifatnya sebelas dua belas dengan Bella keluar dari mobil, menaruh tangannya di bahu Bella dan memeluknya. Kaos putih berbalut dengan jaket kulit serta belt besar mahal yang sengaja dia gunakan, memamerkan dirinya adalah New Money. “Itu sih, Aruna Inaranti.” “Kakak tiri lo itu?” tanyanya dengan nada pongah. Bella meletakkan kepalanya di sandaran Randi, lalu mengangguk. “gue berharap kita malah enggak saudaraan. Gue malu punya kakak p***k kayak dia,” ujar Bella kasar, menatapnya dengan mata jijik. Aruna menutup matanya, mencoba untuk tak terpengaruh dengan gadis busuk di depannya. Tak sadar bahwa selama ini dia bisa kuliah hanya karena Aruna yang membiayainya, dan sekarang dia bisa bertindak seenaknya kepadanya dan berada di atas angin hanya karena memiliki pacar OKB seperti Randi. “gue juga lebih malu punya adik yang Cuma modal dengkul doang,” balas Aruna kini dengan berani menatap Bella dengan tatapan mendelik. Wajah Bella memerah mendengar ucapannya. “YA!” pekiknya dengan begitu berani. “Apa?!” balas Aruna. Dulu dia masih bisa menahan kekesalannya karena takut kehilangan tempat tinggal dan dibuang oleh ibu tirinya. Tapi sekarang, setelah dia melemparkan uang itu dan memutuskan tali keluarga mereka, Dia tak akan lagi mengalah dan membiarkan Bella merundungnya seperti ini. “Berani ya, Lo sekarang!” “Kenapa gue harus enggak berani! Bukannya gue sudah ngelempar nyokap lo yang busuk itu dengan uang yang dia minta!” Bella tampak tersinggung, dia menghempaskan tangan Randi yang melingkar di bahunya lalu berjalan mendekati Aruna dengan tangan yang menyilang di depan d**a. “Sekarang lo mulai kurang ajar ya,” decak Bella dengan wajah memerah. Aruna mencoba untuk bersikap santai, melirik tubuh Bella dari atas ke bawah lalu menyeringai. “Gue belajar untuk membalas sikap kurang ajar lo dengan sikap yang paling kurang ajar,” ujar Aruna semakin membuat wajah Bella kurang ajar. “b******k!” Tangan Bella ingin menamparnya, namun Aruna sudah terlebih dahulu menahan tangan itu. Dia tak ingin gadis manja ini semakin bersikap semena-mena kepadanya. “Lepas!” pekik Bella meminta tangannya untuk dilepaskan. Aruna mendongak, menatap mata Bella dengan tatapan yang sama tajamnya. Dia bergerak mendekati adik tirinya itu sebelum berbisik, “Kenapa? Lo iri gue bisa dapat dua ratus juga dalam semalam demi nutup mulut perebut suami orang kek nyokap lo itu,” cibir Aruna kini lebih berani. “Terus, apa cowok lo itu tahu kalau lo bukan wanita kayak yang dia pikir? Bagaimana kalau gue buka semua kebohongan lo di kampus. Gue yakin mereka bakalan jadi berita heboh satu universitas,” ancam Aruna dengan begitu berani sebelum kemudian menghempaskan tangan Bella dan sedikit mendorongnya sehingga terkena kap mobil milik Randi. “Lo jangan main-main lagi sama gue. Gue bukan b***k lo lagi kayak dulu,” ujar Aruna meninggalkan Bella yang terdiam dan menatapnya kesal. Aruna berjalan dengan penuh percaya diri, meninggalkan adik tiri menyebalkannya yang terus berteriak mengatai segala hewan di kebun binatang. Dia berjalan tak memedulikan teriakan Bella. Ada rasa puas yang dia rasakan setelah membalas perlakuan kurang ajar yang selalu adik tirinya lakukan kepadanya itu. Perlahan, dia mengambil ponsel yang diberikan Jayden kepadanya dan mengirimkan pesan kepada Pria itu. Me : “Seperti yang Om katakan, aku membalas perlakuan mereka sekarang,” Setelah mengirimkan hal itu, dia kembali berjalan menuju kelasnya dengan hati yang berbunga. Bunyi notifikasi yang terdengar membuat Aruna menghentikan langkahnya. Sugar Daddy : “Good girl,” Senyum Aruna merekah membaca balasan dari Jayden. Entah mengapa, debaran jantungnya menggila dengan begitu cepat hanya karena dua kata yang tertulis di hapenya. Seolah, dia kini mulai menaruh hati dengan pria yang baru beberapa kali dia temui itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD