2. Big Bos

1056 Words
"Belum. Kami hanya sedang dalam proses pendekatan. Benar 'kan, Penta?" potong Cesya mencubit perut Pentagon agar mengiyakan perkataannya. "I-iya, Tuan. Saya sedang berusaha membuka hati saya untuk Cesya. Jadi, Tuan Kana tidak perlu khawatir lagi kalau saya akan merebut Nona Shalom dari Tuan," jawab Pentagon seolah ucapannya memang benar-benar dari hati. "Baguslah kalau begitu. Jadi, usaha Shalom untuk menjodohkan kalian berdua tidak sia-sia," ujar Kanagara. "Jadi, pertemuan waktu itu, Nona Shalom yang sengaja merencanakannya?" tanya Pentagon pada Shalom. Kenapa rasanya seperti ada banyak jarum yang menusuk ke jantungnya? Perih sekali rasanya mengetahui kenyataan itu. Apa Shalom ingin sekali agar Pentagon cepat-cepat melupakannya? "Maaf, Penta. Itu memang benar dan aku melakukannya karena ingin kau bahagia. Aku yakin, Cesya orang yang tepat. Aku yakin, Cesya mampu membuatmu bahagia," sahut Shalom merasa tidak enak. "Terima kasih, Nona. Cesya memang sepertinya bisa membuat saya bahagia," kata Pentagon merangkul bahu Cesya dan memaksakan senyumnya. "Kasihan sekali, Penta. Pasti hatinya sakit sekali," batin Cesya. Ia menatap Pentagon dengan tatapan sendu. Ia juga bisa merasakan tubuh pria itu bergetar. "Kalau begitu, saya permisi ke belakang," pamit Pentagon tidak ingin berlama-lama berada di sana. "Ini, aku belikan sesuatu untuk kalian berdua." Cesya menyodorkan paper bag pada Shalom. Entah apa isinya, jika Shalom tidak memeriksanya mungkin gadis itu tidak akan tahu. Namun, karena berpikir di dalamnya berisi baju pasangan. Shalom langsung memeriksanya. "Asataga! Apa ini, Sya? Apa kau gila memberi kami lingerie dan pakaian dalam?" tanya Shalom terbelalak melihat pakaian dalam motif harimau dan lingerie tembus pandang. Bahkan, pakaian dalam untuk Kanagara pun sama motifnya. "Aung ... Aung ... " Cesya mengaum sambil menunjukkan cakarnya seolah ia seekor harimau liar. "Cesya!" bentak Shalom. "Iya, iya. Kalian 'kan sebentar lagi akan menikah. Jadi, aku membelikan ini untuk malam pertama kalian nanti. Malam pertama yang panas dan menggairahkan." Cesya berkata dengan ekspresi menggoda, "Bukankah begitu, Tuan kejam?" tanya Cesya pada Kanagara. Karena sejak tadi, pria itu hanya diam saja. "Apa yang kau katakan memang benar dan mungkin saja kami bisa memajukannya sebelum kami menikah," balas Kanagara bercanda. Ia tahu apa yang akan Shalom katakan mengenai tanggapannya. "Shark!" rengek Shalom memukul lengan kekasihnya. "Aku tahu dan kau pun tahu kalau aku hanya bercanda, Salmon," balas Kanagara merangkul bahu Shalom dan mengecup puncak kepalanya. "Berhenti menunjukkan keromantisan kalian! Kalau tidak, akan ku pisahkan kalian berdua agar berhenti bersikap sok manis seperti ini di depanku," ancam Cesya. Ia tidak tahan jika terus-menerus melihat mereka berdua selalu bermesraan. "Jangan bercanda!" protes Shalom. "Aku serius. Ingat itu, Tuan kejam!" Cesya tahu Kanagara lah yang selalu bersikap berlebihan pada Shalom, "Hahaha ... " Cesya tertawa terbahak-bahak setelah mengatakannya. Gadis yang satu ini memang hobi sekali mengerjai orang lain. "Dasar kau ini!" kata Shalom. Sejak dulu, ia sudah tahu orang seperti apa Cesya ini. Namun entah mengapa, ia selalu mempercayainya dan berakhir diperdaya. "Dasar gadis polos!" balas Cesya. Tiba-tiba, ponsel Cesya bergetar dan gadis itu sudah menduga siapa orang yang sudah menghubunginya. Siapa lagi kalau bukan sang ayah, Adhiyaksa. "Aku pulang dulu ya, Shal, Tuan kejam. Soalnya Big Bos sudah mencariku. Kalau aku tidak cepat-cepat pulang, aku bisa dilempar ke Antartika," pamit Cesya karena sang ayah sudah menyadari ketidakberadaannya di rumah. "Hati-hati, Sya. Salam buat Paman Adhiyaksa," balas Shalom menitipkan salam untuk ayah Cesya. "Iya Shal, pasti." Cesya melambaikan tangannya dan masuk ke dalam mobil. Sebenarnya, semenjak lulus di universitas. Adhiyaksa sudah meminta Cesya untuk belajar memimpin perusahaan. Namun, Cesya selalu menghindar karena merasa dirinya belum siap memimpin perusahaan sebesar itu. Adhiyaksa Groups terlalu besar untuk dipimpin oleh Cesya seorang diri. Namun, Adhiyaksa tidak peduli dan tetap memaksa Cesya untuk mempelajarinya. "Aku pulang atau tidak, ya? Aku malas berdebat dengan Papa. Aku yakin, aku sendiri yang akan kalah. Tapi, kalau aku menghindar lagi. Bisa-bisa Papa mengirimku ke Antartika," batin Cesya berkecamuk. Lagi-lagi ponselnya berdering dan Cesya tahu siapa yang berulang kali menghubunginya. Siapa lagi kalau bukan ayahanda tercinta. Hidup dengan seorang ayah yang sekaligus seorang ibu membuat Cesya tidak bisa berkutik. Ia tahu, apa yang ayahnya lakukan demi kebaikannya. Meskipun ia merasa, tubuh mungilnya tidak akan sanggup memimpin ribuan pegawai yang ada di perusahaan ayahnya. "Iya, Pa. Ini Cesya sedang di jalan dan sebentar lagi sampai." "Papa tunggu kau di rumah," balas Adhiyaksa dingin. Cesya menarik nafas panjang dan menghembuskannya. Kemudian, ia menaikkan kecepatan mobilnya agar cepat sampai di rumah. Sebenarnya, ia sedang dikurung ditemani buku-buku besar yang harus dipelajari. Namun, gadis itu mengendap-endap keluar tanpa sepengetahuan ayahnya. Mungkin setelah sampai di rumah nanti. Ia akan mendapat amukan besar dari ayahnya. Setelah sampai di rumah, Cesya mengendap-endap masuk ke dalam. Ia takut takut ayahnya murka dan berencana bersembunyi di dalam kamarnya. "Cesya Putri Adhiyaksa!" panggil Adhiyaksa menggelegar. "Iya, Big Bos," jawab Cesya langsung berdiri tegap. "Kemarilah! Ada yang ingin papa tanyakan padamu," kata Adhiyaksa. Cesya pun berjalan ke arah sofa dan duduk di seberang ayahnya. "Apa yang ingin Papa tanyakan? Cesya tidak pergi ke mana-mana. Cesya hanya pergi menemui Shalom saja." Gadis itu sudah ketakutan sendiri dan menjelaskan sebelum ditanya. "Apa gadis itu masih dipenjara?" tanya Adhiyaksa. Selama ini, ia tidak pernah mempermasalahkan putrinya berteman dengan siapa saja. Ia juga tidak pernah melarang Cesya berteman dengan Shalom. Bahkan, ketika Shalom divonis sebagai seorang pembunuh karena tabrak lari yang Elegi lakukan. Adhiyaksa tidak pernah melarang putrinya untuk menjenguk Shalom. Hal itu ia lakukan karena ia terlalu menyayangi putrinya. Sudah cukup dengan kehilangan ibunya sejak lahir. Adhiyaksa ingin memberi kebahagiaan yang tak terhingga untuk putrinya. Namun, ia tidak bisa tinggal diam jika masa depan putrinya terganggu. Ia ingin Cesya mempelajari seluk-beluk perusahaan dan menggantikannya suatu hari nanti. "Shalom sudah bebas, Pa. Dan, pelaku sebenarnya pun sudah tertangkap," jawab Cesya. "Baguslah kalau begitu. Jadi, apa yang sudah kau pelajari hari ini?" tanya Adhiyaksa mengenai pelajaran yang ia berikan pada putrinya melalui buku-buku besar. "Cesya sudah belajar mencintai Penta, Pa," balas Cesya keceplosan. "Apa yang kau katakan, Cesya?!" bentak Adhiyaksa geram. "Ah, maksud Cesya. Cesya sudah mempelajari tentang hak dan kewajiban perusahaan juga hak dan kewajiban karyawan," jawab Cesya tersenyum canggung. Beruntung, sebelum memiliki rencana untuk menemui Shalom. Cesya sudah membaca beberapa lembar dokumen-dokumen penting itu. Jadi, setidaknya ia tidak akan kesulitan menjawabnya. "Itu saja?" tanya Adhiyaksa. "Ada lagi." Cesya menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil memikirkan jawaban yang tepat, "Masalah pembayaran pajak dan kerahasiaan dokumen perusahaan. Yah, itu," imbuh Cesya tidak yakin. Ia bahkan melirik ayahnya untuk melihat bagaimana raut wajah ayahnya saat ini setelah mendengar jawabannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD