Nicho tersenyum manis. "Sekali lagi gue minta maaf." Ucapnya yang dianggukan oleh Queen.
Lelaki tampan itu langsung berjalan menjauh darinya. Queen yang membuka pintu kamar tersebut tidak jadi masuk, justru ia masih memandangi lelaki tadi yang menolong dirinya, yaitu Nicho.
Setelah di lihat sudah memasuki lift, maka dengan cepat, Queen pun masuk ke dalam kamarnya seaya membawa koper miliknya.
Ia mengunci pintu itu, lu berjalan membawa koper menuju ke sofa yang berada tepat di ruang depan, ia duduk sejenak di sofa itu.
Perlahan, pikirannya flashback tentang kejadian barusan yang ia alami. Dirinya sudah di pertemuankan dengan seorang laki-laki yang menolongnya dari gangguan Justin, mantan kekasihnya yang membuat dirinya sakit hati dulu. Namun, ada suatu pertemuan yang aneh ia rasakan, karena tadi Nicho menolongnya dengan berpura-pura menjadi pacarnya dan mengecup bibirnya.
Queen menggeleng. "Dia tadi nyium gue. Dia udah ngambil first kiss gue. Tapi kok tadi gue diem aja sih. Tapi kalau tadi gue ngelak, gue bakalan di gangu terus sama Justin." Monolognya.
Gadis cantik berambut panjang itu kembali mengingat saat Nicho mengecup bibirnya dengan lembut, perlahan kedua sudut bibirnya terangkat dan tangannya pun mulai menyentuh bibirnya.
'Tapi kalau diingat-ingat kecupannya lembut.' batinnya.
Dengan cepat, ia langsung menggeleng dan mengalihkan pikirannya yang aneh itu. "Gue mikir apaan sih." Gumamnya.
Ia pun langsung bangkit dan membawa kopernya menuju ke kamar. Pandangan matanya berkeliling melihat keseluruhan tempat itu.
"Om sama Tante bagus juga milihin apartemen yang pas buat gue." Gumamnya.
Ia membuka ruangan kamarnya, lalu duduk di kasur. Setelah itu ia membuka koper tersebut dan mengeluarkan pakaian serta barang-barang miliknya kearah kasur. Lalu gadis cantik itu memasukkan pakaiannya ke dalam lemari pakaian.
Ting.
Sebuah notifikasi pesan muncul di ponselnya. Sontak, pandangannya pun tertuju pada ponselnya yang sudah ia taruh di atas meja tadi. Ia segera berjalan menuju ke ponsel itu dan membaca pesan itu.
|| Tante Tania
("Bagaimana Queen, kamu sudah sampai di apartemen yang kami pesan kan?")
Ternyata itu pesan dari sang Tante, maka dengan cepat ia pun segera membalas pesna tersebut.
["Iya Tante, ini Queen baru aja sampai kok. Queen suka apartemennya."]
("Bagus deh, kalau kamu suka Tante sama Om juga ikut seneng kalau kamu seneng. Oiya dua hari lagi Tante akan pulang. Dan kalau kamu mau mengunjungi rumah lama kamu, nggak papa kok. Ada seseorang disana yang memang tugasnya bersih-bersih rumah.")
[" Oke, Tante. Kemungkinan Queen memang mau kesana kok."]
("Oke, sayang. Yaudah kalau gitu, kamu istirahat aja ya.")
["Oke, Tante."]
Gadis itu langsung meletakkan ponselnya lalu, ia mengambil handuk dan bergegas masuk ke dlaam toilet yang bersatu dengan kamar itu.
*****
Di tempat yang berbeda, lalaki dengan rambut hitam legam itu duduk di sofa di ruang kerjanya. Pikirannya tertuju pada sang mantan kekasih yang ia temui tadi di apartemen itu.
"Salah gue pindah dari apartemen itu. Ternyata ada Queen disana. Kayanya dia memang baru kembali dari LA." Gumamnya.
Tiba-tiba, ia pun mengingat, pasal kejadian tadi. Ada seorang laki-laki yang mengaku sebagai pacar Queen, dan secara terang-terangan berciuman dengan Queen tepat di depan matanya.
Jelas itu menjadi pertanyaan besar bagi Justin. Karena saat ia berpacaran dengan Queen, selama tiga tahun. Gadis itu sama sekali tak mau ia sentuh, jangankan mencium bibir, mencium pipi pun kadang di tolak mentah-mentah oleh Queen.
Selama yang Justin tahu, gadis itu sangat mempertahankan dirinya. Ia sama sekali tak mau di sentuh sedikit pun maka dari itu, dirinya heran Mengapa tadi bisa dengan mudah ia dikecup oleh lelaki yang katanya pacarnya itu.
"Apa gara-gara lima tahun terakhir ini dia tinggal di LA. Maka pergaulannya pun jadi bebas seperti itu ya?" Monolognya.
Justin menggeleng. "Queen bukan tipikal Gadis seperti itu, dia tidak mudah untuk di dekatin lelaki. Tapi ... Kalau gue lhat bagaimana cara dia menciumnya, gue jadi yakin kalau tuh cowok memang beneran pacarnya Queen."
Pikiran itu terus berputar di dalam memorinya. Sungguh itu membuat Justin bertanya-tanya. Karena jujur, sampai saat ini Justin memang masih menaruh rasa pada gadis dengan bola mata hitam jernih itu. Perasaannya dari dulu sampai sekarang tak pernah berubah.
Memang, kesalahannya di masa lalu membuat Queen sakit hati dan sampai sekarang dirinya memang di kenal dengan pria yang sering gonta-ganti pacar.
Bagi Justin, hanya Queen satu-satunya wanita yang ada di hatinya tidak ada yang lain. Karena baginya sulit mencari wanita yang bisa menjaga kehormatannya dinjama sekarang ini.
"Besok gue akan ke apartemen itu lagi untuk nemuin dia." Monolognya.
*****
Di kamar bernuansa warna monokrom. Nicho baru saja selesai membersihkan diri, ia berjalan menuju kasur seraya mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil. Tiba-tiba saja, pikirannya tertuju pada gadis itu yang tak lain adalah Queen.
"Queen. Nama tuh cewek Queen." Gumamnya.
Ia tersenyum tipis ketika mengingat wajah cantik dari gadis itu, apalagi tadi ia sempat mencium bibirnya. Dengan cepat ia menggeleng.
"Kacau, kenapa tadi gue bisa kepikiran untuk nyium dia sih. Kenapa gue nggak berantem aja sama cowok yang ganggu dia tadi." Monolognya.
"Akh. Tapi kalau gue berantem, gue yakin tuh cowo tetap bakal ganggu tuh cewe lagi. Kalau gue ngaku sebagai pacarnya kan kali aja dia nggak akan ganggu tuh cewe lagi."
Ting.
Notifikasi pesan masuk di ponselnya. Ia pun langsung mengambil ponselnya dan membaca pesan tersebut yang ternyata dari sang Papah.
Nicho menghela napasnya dengan gusar. Sungguh, ia paling malas jika Papahnya yang menghubungi dirinya, karena pasti sang Papah selalu membicarakan pasal pasangan hidup.
Bukannya membaca pesan tersebut, namun lelaki tampan bertubuh atletis itulah malah melempar ponselnya nke kasur, bersamaan dengan dirinya yang juga merebahkan dirinya di kasur itu.
Pandangan matanya tertuju pada langit-langit yang berad di kamarnya. "Usia gue udah 28 tahun tapi bokap selalu aja ngatur-ngatur hidup gue. Gue harus nurutin semua ucapannya. Dan Mamah nggak bisa apa-apa, selain nurut sama Papah." Monolognya.
Ting.
Suara notifikasi pesan muncul lagi. Dan jelas saja lelaki tampan itu tak mau membacanya, ia masih mengabaikan pesan tersebut. Justru kini, ia malah menutup kedua matanya dan mencoba untuk tertidur lelap.
Nicholas Emir Damian, adalah lelaki berusia 28 tahun. Satu tahun yang lalu dia baru saja menyelesaikan S-2nya.
Saat ini ia bekerja di perusahaan sang Papah, padahal jelas-jelas itu bukan keinginannya, ia lebih tertarik di bidang seni seperti fotografer. Namun, sang Papah menyuruhnya untuk selau mengikuti apa yang diinginkannya, hingga jelas itu membuat Nicho kesal.
Bahkan, kini sang Papah cepat-cepat menyuruh dirinya untuk mencari seorang istri. Sungguh, sebenernya Nicho sudah tidak tahan lagi akan perlakuan sang Papah yang selalu mengatur hidupnya, itupun sama sekali tidak membuatnya nyaman.
Maka dari itu sejak setahun terakhir ini, ia memilih untuk tinggal di rumah yang berbeda dengan kedua orangtuanya.
*****
Pukul 06.30. Seorang gadis cantik berambut panjang baru membuka kedua matanya, ia melihat kearah jam dinding seraya menutup mulutnya yang menguap itu.
Gadis yang hanya memakai tank top hitam dengan hotpants berwarna senada itu bangun dari tidurnya. Pandangan matanya langsung tertuju pada foto kedua orang tuanya yang berada di meja itu.
"Pagi, Mah. Pah. Sekarang Queen kembali ke Indonesia, mau jenguk Papah sama Mamah." Gumamnya dengan senyuman manis di wajahnya.
Gadis itu segera bangkit dari posisinya. Ia berjalan menuju toilet. Setelah itu di nyalakan air dari wastafel tersebut dan ia mulai menyikat gigi putihnya, membasuh wajahnya beberapa kali dan setelah itu ia mulai masuk ke dalam bathtub, Melepas seluruh pakaiannya dan mulai menyalakan shower.
Tiga puluh menit telah berlalu, ia keluar dari dalam toilet itu dengan handuk di kepala dan juga hanudk yang melilit tubuhnya.
Gadis itu berjalan menuju ke lemari pakaiannya, di ambilnya beberapa pakaian lalu ia lemparkan ke arah kasur.
Setelah selesai memakai pakaian yang ia pilih, Queen pun segera duduk di depan meja riasnya, membuka handuk lalu mengeringkan rambutnya dengan hairdryer.
Beberapa menit kemudian, ia mempoles wajahnya dengan riasan tipis. Setelah semuanya sudah slesai, ia pun segera bangkit dari posisinya membawa tas selempang berwarna hitam di bahunya dan segera keluar dari kamar itu.
Deg
Ia langsung terkejut, ketika baru saja berbalik habis menguncii pintu. Tiba-tiba, sudah ada Justin yang berdiri tepat di hadapannya.
"Morning, beib." Sapa Justin dengan senyuman di wajahnya.
"Ngapain Lo disini?!"
"Niatnya gue cuma mau silahturahmi aja, karena Lo baru aja pulang dari luar negri. Tapi kayanya Lo mau pergi ya."
"Iya, gue mau pergi sama cowok gue." Jawabnya dengan nada ketus.
"Ohya? Kok gue nggak liat dia ada disini?" Tanya Justin yang menatap Queen dengan curiga.
Queen tertegun, ia tak mungkin berkata jujur pada Justin bahwa lelaki yang kemarin itu bukan pacarnya, bisa-bisa dirinya di kejar-kejar terus oleh Justin kalau sampai ia mengatakan yang sebenarnya.
"Ya ... Dia ngajak ketemuan sama gue. Udah deh Lo nggak usah kepo!"
Queen langsung berjalan begitu saja meninggalkan Justin disana, ia berjalan dengan langkah cepat dan segera masuk ke dalam lift.
'Apa gue musti tinggal disini lagi, supaya tahu kalau cowo itu beneran pacarnya atau bukan?' batin Justin.
Queen cepat-cepat lari setelah pintu lift itu terbuka. Ia tak mau kalau sampai Justin mengikutinya.
Dengan cepat ia segera keluar dari lobby dan melihat bahwa taksi yang ia pesan sudah ada di depan sana, langsung saja ia menaiki taksi itu dan segera menyuruh supir taksi itu pergi dari tempat itu.
Tak butuh waktu lama, gadis cantik berambut panjang itu berjalan menuju ke pemakaman umum tepat kedua orang tuanya di makamkan disana. Ia langsung bertekuk lutut seraya menaruh bunga di pemakaman tersebut.
Ia tersenyum tipis, seraya mengusap batu nisan itu. "Pah, Mah. Maafin Queen ya. Setelah enam tahun kepergian Papah sama Mamah. Queen baru Dateng kesini."ucapnya lirih.
Tiba-tiba, setetes air mata jatuh membasahi pipinya, namun dengan cepat ia menghapus butiran bening itu lalu mencoba agar tetap tersenyum.
Ia memejamkan kedua matanya seraya menadahkan kedua tangannya, berdo'a untuk kedua orangtuanya. Setelah itu, ia berjalan dan pergi dari pemakaman tersebut.
Gadis itu berjalan dengan raut wajah sedih. Ia duduk sejenak di bangku taman yang tak jauh dari makam itu. Pandangan lurus ke depan, serta tatapannya kosong. Pikirannya tertuju pada kedua orangtuanya yang meninggal karena kecelakaan dulu.
Flashback.
H-2 Queen berusia 17 tahun. Tiba-tiba kedua orang tuanya mendapatkan kabar gembira karena proyek yang mereka kerjakan di Bali sukses besar. Maka dari itu mereka memutuskan untuk pergi ke sama untuk merayakan kemenangan tersebut.
"Tapi, Mamah sama Papah bakalan pulang kan tepat di hari ulang tahun Queen nanti." Ucap Queen.
"Iya, sayang. Kamu tenang aja, sebelum hari ultah kamu. Papah sama Mamah, pasti sudah pulang. Lagian kita disana nggak akan lama kok." Jawab sang Mamah.
"Bener ya. Papah sama udah sampai rumah. Soalnya ini sweet seventeen Queen loh. Queen bakalan ngundang temen-temen Queen untuk hari ultah ini."
"Iya anaknya Papah yang paling cantik. Kami ini makin dewasa makin bawelnya, seperti Mamah kamu." Ledek sang Papah.
"Ih ... Papah. Kok ngomongin Mamah bawel sih. Bawel-bawel gini juga Papah sama Mamah cinta mati kan." Sahut sang Mamah yang ikit menggoda sang Papah.
Dua hari setelah itu, Queen sangat sulit untuk menghubungi kedua orang tuanya. Padahal hari dimana dirinya ulang tahun telh tiba. Ia telah mengundang semua teman-temannya, tapi kedua orang tuanya tak juga kunjung datang.
Hingga tepat saat ia ingin meniup lilin angka 17 tahun itulah, tiba-tiba saja dirinya mendapat kabar, bahwa terjadi kecelakaan tunggal pada kedua orangtuanya saat perjalanan menuju ke sini.
"Queen. Papah sama Mamah kamu kecelakaan."
Seketika, lilin yang harusnya ia tiup langsung ia tinggal pergi begitu saja. Gadis itu berlari menuju ke rumah sakit masih dengan gaun pesta yang ia gunakan malam itu, butiran bening terus mengalir deras dipipinya.
Tangisannya masih histeris ketika setelah ia sampai di rumah sakit itu kedua orang tuanya telah tiada.
*****
Mengingat kejadian enam tahun yang lalu, membuat gadis cantik itu tiba-tiba saja menitihkan air mata. Ia duduk melamun hingga tak memerhatikan disekitarnya bahwa terdapat dua orang laki-laki yang tengah memerhatikan dirinya. Hingga salah satu dari lelaki itu mendekatinya.
Queen masih melamun hingga saat ia ingin mengambil tas yang berada di sampingnya tiba-tiba ia merasa ada sesuatu yang ia sentuh.
Sontak, gadis itupun langsung menoleh dan terbelalak. Karena ada seseorang yang memegang tasnya.
"Siapa Lo?!"
Lelaki itu langsung mengalihkan tangan Queen dengan kasar, lalu ia segera berlari menuju kearah temannya yang sudah menunggu dirinya di jalan sana dengan motor
"Tolong ... Jambret! Jambret! Woy berhenti Lo!" Teriak Queen.