Nicho pun kembali memeluk gadis tersebut secara perlahan dan mengusap rambutnya beberapa kal. Queen yang mengetahui itu pun merasakan dekapan hangat dari lelaki tersebut yang memeluknya semakin erat.
Perlahan, ketika suara petir itu sudah mereda Queen pun langsung melepaskan pelukan itu namun Nicho enggan justru ia malah makin erat memeluk gadis tersebut dan mengecup pucuk kepalanya.
Deg.
Jelas tindakan yang di lakukan Nicho membuat Queen pun merasakan sesuatu yang aneh pada hatinya, seperti ada getaran yang membuatnya pun ikut terbawa suasana.
"Nicho." Panggilnya lembut.
Perlahan, Nicho pun melonggarkan pelukannya dan menatap wajah Queen. Mereka pun saling bertatapan dalam waktu yang lama. Hingga senyuman manis pun tersimpul di wajah keduanya. Sepontan, Nicho pun memiringkan kepalanya dengan pandangan yang tertuju padamu bibir Queen.
Cup.
Nicho mengecup sekilas bibir itu dengan lembut, sedangkan Queen masih terdiam. Sepertinya gadis itu masih bingung akan tindakan tersebut dan ia juga tak tahu apa yang akan Nicho lakukan padanya. Hingga secara tak sengaja, itu membuat Nicho kembali mengecup bibir Queen sekali lagi.
Kecupan hangat itu membuat Queen pun merasa nyaman dan mulai menutup kedua matanya, dan ia pun membalas kecupan manis itu dengan lumatan kecil yang diberikan oleh Nicho.
Tiba-tiba, terdengar suara petir kembali yang membuat keduanya membuka kedua matanya secara bersamaan, dan langsung melepaskan ciuman tersebut. Lalu dengan cepat keduanya sama-sama membenarkan posisi duduknya masing-masing. Saling jaga jarak, dan tak saling melihat satu sama lain.
"Sorry." Ucap Nicho.
"Gue yang harusnya minta maaf, soalnya gue ke bawa suasana." Sahut Queen yang masih membelakangi Nicho.
Nicho tak menjawab, namun ia melihat sekilas kearah gadis tersebut, namun kembali mengalihkan pandangannya dari Queen.
Lima menit lebih, mereka saling diam. Tak ada suara lain kecuali rintikan hujan di luaran sana yang mulai mereda dan juga suara jarum jam yang berdetak. Hingga secara perlahan mereka pun saling membenarkan posisi duduknya masing-masing dan mulai saling melihat satu sama lain.
"Em ... Kayanya hujannya Udah mulai reda, Lo mau gue anter ke apartemen?" Tanya Nicho dengan nada bicara yang agak canggung karena masih ingat kejadian tadi.
Queen masih terdiam, ia melihat kearah jam yang sudah menujukan pukul 20.00. ia segera menoleh kearah Nicho.
"Kayanya gue bakalan tidur disini aja deh."
"Lo serius?" Tanya Nicho.
"Iya. Gue nggak papa kok."
Nicho mengangguk. Ia pun segera bangkit dari posisinya. "Yaudah kalau gitu gue pamit ya."
"Iya hati-hati ya."
Nicho pun langsung berjalan menuju kearah pintu depan dan segera keluar dari rumah itu, lalu ia pun berjalan menuju ke mobilnya dengan berlari kecil. Sedangkan Queen masih duduk di sofa ruang depan tak mengantarkan Nicho sampai ke depann. Karena jujur, jantungnya maish berdegup kencang akibat apa yang di lakukan mereka tadi.
'Duh ... Kok gue bisa ke bawa suasana gitu sih. Kenapa juga, gue harus minta maaf coba. Tadi kan jelas-jelas yang salah Nicho, karena dia nyium gue duluan. Tapi ... Gue salah juga sih, kenapa gue malah balas ciuman dia juga.' batinnya.
Queen kesal pada dirinya sendiri, kenapa ia bisa melakukan hal tersebut pada lelaki itu. Hingga ia mengatur napasnya beberapa kali dan muali tenang.
"Okeh, gue harus tenang. Pertemuan gue sama Nicho mungkin cuma kebetulan aja, dia udah nonlogin gue dua kali dan gue yakin dia orang baik." Monolognya.
Tok ... Tok ... Tok ...
Tiba-tiba, terdengar suara ketukan pintu dari luar sana, sontak pandangan Queen pun langsung tertuju pada pintu tersebut.
"Siapa ya?" Gumamnya.
Tok ... Tok ... Tok ...
"Queen ...."
Terdengar ada suara panggilan, membuat gadis berambut cokelat itu langsung tahu kalau itu adalah suara Nicho.
"Nicho. Kok dia pulang? Ada apa lagi? Apa ada sesuatu yang ketinggalan?"
"Queen ...."
Mendengar panggilan lagi dari Nicho, maka dengan cepat gadis cantik itu pun langsung segera bangkit dari menujunya ke pintu tersebut.
Ckelek.
Ia membuka pintu tersebut, dan melihat Nicho yang sudah basah karena air hujan yang kembali turun dengan derasnya.
"Lo nggak jadi pulang?" Tanyanya.
"Bisa bantu gue. Tadi tiba-tiba mobil gue mogok di persimpangan jalan sana, gue nggak tahu bengkel daerah sini itu dimana. Tadinya gue mau ngehubungin Lo tapi gue nggak punya nomor Lo. Gue boleh minta tolong Lo untuk hubungin bengkel di sekitar sini."
"Yaudah kalau gitu, Lo masuk aja dulu."
Nicho pun langsung masuk ke rumah Queen dan gadis itu pun kembali menutup pintu tersebut. Ia melihat baju Nicho sudah basah, Queen pun merasa kasihan padanya karena tubuh Nicho yang sudah menggigil.
"Bentar ya, gue ambilin Lo sesuatu." Ucapnya.
Queen pun langsung masuk ke dalam kamar kedua orangtuanya mengambil handuk sang milik almarhum Papahnya. ia juga mengambilkan kemeja serta celana sang Papah lalu membawanya menuju ke Nicho.
"Ini keringkan dulu badan Lo habis itu ganti baju, nanti Lo bisa masuk angin kalau nggak cepat-cepat ganti."
Pandangan Nicho tertuju pada baju itu lalu kearah Queen. "Ini punya siapa?"
"Punya almarhum Bokap gue, semoga aja bajunya pas sama lo. Udah nggak papa, pakai aja dari pada nanti Lo sakit.
Toiletnya ada di ujung sana, dekat dapur."
Nicho mengangguk, ia segera menerima pakaian tersebut, lalu ia segera menuju kearah toilet tersebut.
Queen melihat kearah luar jendela, rintikan hujan semakin deras ia kembali melihat kearah jam yang sudah menujukan pukul 21.00.
"Udah jam sembilan, mana hujan. Gue juga udah nggak tahu bengkel di sekitar sini masih buka apa nggak." Gumamnya.
Queen berjalan menuju dapur, ia melihat tak ada makanan di dalam kulkas hanya ada air putih saja.
"Kalau Justin tinggal disini, pasti air ini air minum bersih kan. Gue kasih aja deh ke Nicho, kasihan dia kan.
Ia pun segera mengambil gelas dan menekan tombol air hangat untuk Nicho. Tak lama, Nicho keluar dari toilet tersebut, sontak pandangan Queen pun langsung tertuju pada lelaki tersebut.
"Nicho, ini Lo minum dulu air hangatnya. Sorry nggak bisa ngasih Lo apa-apa, soalnya memang nggak ada apa-apa di rumah ini." Ujarnya seraya memberikan segelas air hangat itu.
Nicho tersenyum tipis. "Nggak papa, ini aja udah cukup kok." Sahutnya, lalu segera menerima minum itu dan menyeruputnya sedikit.
"Yaudah, yuk. Kita duduk di ruang depan aja." Ucapnya yang dianggukan oleh Nicho.
Mereka pun duduk berdua di sofa itu.
"Nicho sorry, gue udah lama nggak kesini. Jadi gue juga lupa nomor bengkel di sekitar sini." Ujar Queen.
Nicho meletakkan segelas air itu di meja, lalu melihat kearah gadis tersebut. "Nggak papa, biar nanti kalau udah reda, gue telpon langganan gue aja untuk benerin mobil gue."
"Sekali lagi sorry ya." Ucapnya yang merasa tak enak hati.
Nicho mengangguk. "Iya, nggak papa, Lo nggak usah ngerasa bersalah gitu. Lagian gue yang jadi nggak enak sama Lo. Malam-malam gini niatnya mau pulang, eh malah balik lagi kesini. Gue jadi ngerasa ngerasa ngerepotin Lo deh jadinya."
"Nggak papa kok. Gue malah seneng jadi ada Temannya. Oh iya, kalau gitu gimana kalau Lo nginep disini aja sampai besok. Gue rasa hujannya malam ini bakalan lama berhentinya, soalnya deras banget."
Dahi Nicho berkerut. "Ya nggak mungkinlah, Queen. Masa gue nginep di rumah Lo."
"Ya nggak papa, dari pada Lo Bingung mau dimana kan. Lagian hujan juga turun deras banget di luar sana."
Nicho terdiam sejenak, ia melihat kearah jendela dan melihat bahwa memang benar hujan yang turun ke bumi itu tak kunjung berhenti. Ia pun kembali menoleh kearah Queen.
"Lo nggak papa? Gue nginep disini."
Queen mengangguk. "Nggak papa. "
Ting.
Sebuah notifikasi pesan muncul di ponselnya. Sontak, Nicho pun langsung melihat ke layar ponselnya dan melihat bahwa pesan itu adalah dari sang Mamah. Ia membaca pesan tersebut.
||Mama
("Nicho, kamu dimana? Kenapa sampai jam segini kamu belum pulang. Papah kamu juga nanya sama karyawan di kantor, katanya kamu juga nggak masuk kantor hari ini. Kamu dimana sih nak?")
Nicho menghela napasnya sejenak. Ia langsung mematikan ponselnya tanpa membalas pesan dari sang Mamah.
Lelaki tampan itu merebahkan diri di sofa tersebut dengan pandangan yang tertuju pada langit-langit di atasnya. Queen yang melihatnya pun merasa ada sesuatu yang di sembunyikan dari Nicho.
"Nicho." Panggilnya lembut .
Nicho langsung mengangkat wajahnya dan melihat kearah Queen, ia tersenyum tipis padanya.
"Lo lagi ada masalah ya?" Tanya Queen yang hanya di balas senyuman tipis oleh Nicho.
"Em ... Sorry bukannya gue ikut campur tapi ...."
"Iya. Gue memang lagi ada problem sama orangtua gue." Sahut Nicho saat Queen belum slesai berbicara.
Queen memerhatikan lelaki itu. Nicho terkekeh kecil lalu melihat kembali kearah gadis itu.
"Usia gue udah lebih dari 28 tahun. Tapi Bokap gue selalu ngatur-ngatur hidup gue, gue harus ini, gue harus itu. Gue harus nurutin apa yang dia mau. Gue mencoba untuk berontak, tapi ... Gue sadar gue cuma seorang anak. Nggak baik kalau gue ngelanggar apa yang mereka katakan."
"Mungkin, mereka nggak mau Lo salah langkah. Mereka maunya Lo jadi yang terbaik, kan kalau Lo berhasil. Maka kedua orang tua Lo juga ikut seneng, dan Lo juga pasti bakalan seneng juga kan." Sahut Queen.
Nicho tersenyum tipis. "Iya, Lo memang benar. Tapi ... Mereka selalu nyuruh gue itu tanpa memikirkan keinginan gue.
Dari gue kecil, gue harus di tuntut untuk jadi yang terbaik untuk mereka. Mereka memaksa gue harus bisa sama seperti anak-anak lainnya. Padahal setiap anak itu beda-beda. Ya mungkin karena dulu gue masih kecil, makanya gue nurut-nurut aja. Tapi kalau sekarang, gue udah bukan anak kecil lagi yang bisa mereka atur gitu aja."
"Tapi Lo beruntung Nicho. Walau bagaimanapun, Lo masih bisa ngeliat mereka. Lo masih bisa peluk mereka, dan Lo masih bisa lihat mereka dalam bentuk wujud. Beda Sama gue. Jangankan ngobrol, melihat mereka dalam bentuk wujud pun itu udah nggak bisa." Ucapnya yang sedikit tersenyum namun dengan suara terisak.
Nicho tahu, bahwa Queen pasti ingat akak kedua orangtuanya yang telah tiada. Sebagai seorang yang memiliki rasa empati, Nicho pun langsung mengusap lembut pundaknya. Dan ketika ia merasakan perhatian yang Nicho berikan, itu membuat Queen pun merasa lebih sedih lagi, hingga butiran bening itu semakin deras membasahi kedua pipinya.
Dengan yang peka pun langsung memeluk kembali Queen dan mendekapnya dengan erat. "Nggak papa, Lo nangis aja. Keluarin semuanya, karena itu bisa buat Lo lebih lega." Ucapnya dengan nada lembut.
Queen pun menangis ia mengeluarkan segala rasa sesak yang ada di dalam dadanya. Ia sekarang tak memikirkan bahwa Nicho itu siapa, yang ada di dalam pikirannya Ia sekarang merasa nyaman berada di dekat Nicho dan merasa bahwa Nicho adalah seseorang yang tepat dan bisa membuatnya lebih tenang.
Entah Sudah berapa lama gadis cantik tersebut menangis dalam pelukan Nicho hingga akhirnya ia mulai lelah dan isakan tangisnya berkurang.
Nicho yang merasakannya pun langsung melihat gadis tersebut yang ternyata ia sudah menutup kedua matanya dan tertidur lelap dalam pelukannya. Nicho tersenyum, ia mengusap lembut helaian rambut yang menutupi wajah cantiknya.
Ia segera bangkit dari sofa tersebut dan langsung membopong tubuh Queen menuju ke arah kamar yang berada di lantai tersebut.
Ia membuka pintu kamar itu dan masuk ke dalam kamar lalu merebahkan tubuh mungil Queen di kasur tersebut. Ia pun menyelimuti tubuh Queen hingga sebatas d**a dan mengusap keningnya dengan lembut lalu ia segera berjalan menuju ke pintu.
"Nicho."
Tiba-tiba saja, suara panggilannya terdengar, jelas lelaki itu pun menoleh dan kembali menuju ke arah kasur.
"Queen, kok Lo bangun?"
"Makasih ya." Ucapnya yang dianggukan oleh Nicho.
Tiba-tiba suara petir terdengar menggelegar lagi dan kali ini sangat dahsyat hingga membuat lampu di rumah tersebut dan mati.
Sontak Queen yang memang takut akan suara petir pun langsung meringkuk dan menjerit hingga Nicho yang berada di dekatnya pun langsung mendekapnya dengan erat.
"Nggak papa ada gue disini."
"Gue takut, Nicho." Ucapnya lirih.
Nicho mengambil ponselnya yang berada di saku, lalu menghidupkan ponselnya dan menyalakan senter dari ponsel tersebut hingga kini pun merasa lebih lega dan hanya ada satu penerangan ponsel milik Nicho yang berada tepat di tengah-tengah mereka.
"Gimana Lo lebih tenang?" Tanya Nicho yang hanya dianggukan kecil oleh Queen.
Lampu yang padam serta suara berisik hujan yang makin deras di luaran sana membuat kedua insan ini pun merasa sedikit aneh di dalam dadanya.