Dosa terindah?

1976 Words
Lampu yang padam serta suara berisik hujan yang makin deras di luaran sana membuat kedua insan ini pun merasa sedikit aneh di dalam dadanya. Apalagi ini mereka sedang dalam keadaan berpelukan. Hingga rasa itu muncul lagi, dan membuat Nicho mendaratkan kecupan lembut itu kembali, tidak seperti sebelumnya yang membuat Queen menolaknya. Justru Kini, Queen malah membalas kecupan lembut itu. Hingga Nicho yang mendapatkan respon positif pun, membuatnya kehilangan akal sehat. Perlahan, ia mulai melumat bibir itu dengan lembut dengan tangan yang mulai melingkar di pinggang gadis tersebut dan Queen pun yang merasakannya menutup kedua matanya dan melingkarkan kedua tangannya di leher Nicho. Mereka saling b******u mesra, hingga secara tak sadar Queen mendesah kecil saat Nicho mulai menciumi di bagian lehernya. Dan jelas itu membuat sepasang lelaki dan perempuan itu yang Tak memiliki hubungan status apapun merasa bahwa dunia milik berdua. Secara tak sadar, satu persatu pakaian yang menutupi tubuh mereka pun terbuka dan mereka saling b******u tanpa menggunakan selai benang pun hingga kini posisi tubuh Queen pun sudah berada di bawah tubuh Nicho. Tiba-tiba, Lampu hidup dan membuat keduanya saling melihat satu sama lain. Tertegun, Bingung, dengan jantung yang berdetak kencang. "Gue jatuh cinta saat pertama kali ngeliat Lo." Ucap Nicho dengan bisikan lembut. Queen tak membalas namun ia memberikan senyuman manis kepada Nicho. Hingga itu membuat Nicho mendapatkan respon positif dari Queen. Nicho pun mulai melanjutkan aktivitasnya dan menyelimuti tubuh mereka dengan selimut tebal itu. Butiran bening tiba-tiba jatuh begitu saja di pipi Queen, namun ia tersenyum walupun merasakan sedikit nyeri di bagian bawah sana, karena milik Nicho yang mulai masuk ke bagian intimnya. 'Gue tahu ini salah, dan gue tahu ini dosa. Tapi kenapa rasanya nikmat. Ini dosa terindah yang pernah gue lakuin.' batin Queen. "Aah ... Nicho, gue nggak kuat ...." Belum sempat Queen menyelesaikan ucapannya namun, Nicho Langsung melumat bibir Queen dengan penuh kelembutan. 'Aah, kenapa gue jadi begini. Kenapa gue harus ngerelain sesuatu yang berharga dari hidup gue ke Nicho.' batin Queen. Perlahan, Nicho melepaskan lumatannya sejenak seraya memerhatikan wajah cantik Queen, memberi ruang mereka agar bisa bernafas. "Queen, gue sayang sama lo." Ucapnya Lembut yang dibalas Queen dengan anggukan kecil. Nicho pun tersenyum manis dan melanjutkan aktivitasnya, memompa tubuhnya kembali dan membuat Queen pun benar-benar merasakan kenikmatan itu, walaupun ia merasa sakit pada bagian bawahnya. Dinding berwarna coklat, jarum jam yang terus berdetak serta suara rintik hujan yang masih mengguyur kota tersebut, menjadi saksi bisu apa yang mereka lakukan di kamar pada malam itu. Dua insan yang sebelumnya tak saling kenal, melakukan sesuatu yang tidak seharusnya. Karena suasana hati dan juga terbawa perasaan, hingga rasa itu muncul begitu saja tanpa memikirkan apa yang akan terjadi di kemudian hari. ***** Pagi hari, pukul 07.30. Wanita cantik dengan bulu mata lentik itu terbangun dari tidurnya, perlahan ia membuka kedua matanya dengan sayup-sayup. Lalu melihat kearah seseorang yang tidur tept disampingnya seraya melingkarkan tangannya tepat di pinggangnya. Deg. Sontak, kedua matanya langsung terbelalak, ketika melihat lelaki tersebut yaitu Nicho yang tidur di sampingnya dengan bertelanjang d**a. Jantungnya langsung berdetak kencang, perlahan, ia pun melihat kearah dirinya sendiri di balik selimut tebal yang menyelimutinya. Betapa terkejutnya ia bahwa dirinya pun tak memakai baju apapun. Jantungnyaakin berdentak kencang, ia mencoba mengingat apa yang terjadi tadi malam saat hujan turun dengan derasnya. Tak butuh waktu lama, pikirannya tertuju pada apa yang mereka lakukan semalam, sebuah kejadian itu tiba-tiba muncul begitu saja di dalam benaknya. Dosa yang mereka lakukan semalam membuat wanita dengan rambut warna kecoklatan itu menyesal. 'Apa yang telah gue lakuin semalam? Kenapa gue bisa dengan mudah nyerahin sesuatu yang paling berharga dalam hidup gue ke cowo yang baru aja gue kenal.' batinnya lirih. Setetes air mata jatuh begitu saja membasahi pipinya. Sungguh, kejadian selamam itu benar-benar membuatnya tak marah pada dirinya sendiri. Ia kesal namun bingung bagaimana cara menyampaikannya karena percuma juga ia marah, semuanya sudah terjadi. Selama ini ia menjaga kehormatannya dari Justin, ia sama sekali tak mau di sentuh oleh mantannya tersebut. Tapi kini, ia malah menyerahkan begitu saja dengan seseorang yang hanya baru ia kenal. Suara Isak tangis Queen, membuat Nicho yang tidur di sebelahnya sedikit terusik. Perlahan, Lelaki tampan dengan tubuh atletis itu membuka kedua matanya. Ia mengusap matanya beberapa kali lalu melihat kearah seorang wanita yang tengah duduk dengan berselimut hingga sebatas leher. Ia tengah menangis dengan memeluk kedua lututnya. Pandangan mata yang masih buram, membuat Nicho secara perlahan pun ikut duduk tepat di sebelah wanita itu. "Queen." Panggilnya. Ia langsung memanggil nama wanita itu ketika ia ingat bahwa apa yang mereka lakukan semalam adalah perbuatan yang salah. Nicho melihat kearah dirinya sendiri lalu melihat kearah Queen. Dengan rasa gugup dan juga bingung harus berkata apa, Nicho berusaha untuk menenangkan wanita itu. "Queen. Queen gu-gue minta maaf. Gue nggak bermaksud untuk melakukan itu ke lo. Queen gue tahu gue yang salah." Ucapnya dengan rasa gugup. Queen masih menangis, ia sama sekali tak melihat kearahnya sedikit pun. Karena Queen bingung, ia tak tahu mana yang salah dalam hal ini. Menurutnya baik Nicho dan juga dirinya sama-sama salah. "Queen. Gue minta maaf." Ucap Nicho dengan kata tulus dan Pandangan yang terus tertuju pada Queen. "Queen. Please lihat gue sebentar aja." Pinta Nicho yang kini duduk tepat di depan Queen. Ia memohon agar wanita itu mau memaafkannya. Perlahan, wanita cantik berambut cokelat itu melihat kearah Nicho, ia melepaskan pelukan di kedua lututnya. Lalu melihat Nicho masih dengan Isak tangisnya. "Lo jahat Nicho." Lirihnya. "Queen ... Iya gue tahu gue salah. Gue minta maaf." "Lo jahat Nicho! Lo jahat!!!" Teriak Queen dengan suara lirih dan juga tangisan yang makin terdengar keras. Nicho berusaha untuk menenangkan wanita itu, ia berusaha memeluknya, namun dengan cepat di tepis oleh Queen. Wanita itu marah dan terus berteriak hingga ia memukul-mukul d**a bidang Nicho. Tapi Nicho tetap berusaha menenangkannya, hingga Queen sudah kehabisan tenaga, dan ia hanya bisa pasrah. Nicho pun mulai memeluknya dan mengusap lembut rambutnya. Queen tak tahu lagi apa yang harus ia lakukan, kini ia pasrah menjalani hidupnya yang sudah terlanjur seperti ini "Nicho, kalau gue hamil gimana?" Tanyanya lirih. Nicho tertegun. Ia melonggarkan pelukannya dan Mereka Saling bertatap satu sama lain. Ia mengusap lembut air mata di pipinya dengan tatapan intens. "Gue akan tanggung jawab. Gue yang udah buat Lo kaya gini, maka seharusnya gue akan tanggung jawab." Air mata Queen masih mengalir di kedua pipinya. Ia ragu akan perkataan Nicho, karena ia belum tahu Nicho ini seseorang yang seperti apa. Sifat dan wataknya saja ia belum tahu Nicho Lelaki seperti apa. "Queen, gue akan tanggung jawab. Gue nggak mungkin biarin Lo menderita gitu aja. Jujur, saat pertama kali gue nolongin Lo, gue mulai tertarik sama Lo. Hingga akhirnya kita ngobrol dan sedikit tahu tentang masa lalu Lo, gue yakin kita memiliki tujuan yang sama. Kita punya arah jalan dan satu frekuensi yang sama." "Tapi kita hanya sama-sama orang asing yang sebelumnya nggak saling kenal satu sama lain, Nicho." Nicho mengalihkan helaian rambut yang menghalangi wajah cantiknya. "Mulai sekarang Lo milik gue. Seperti pertemuan pertama kita yang mengatakan kalau Lo adalah pacar gue. Dan mulai detik Ini kita punya hubungan spesial." Nicho mengecup sekilas keningnya dan tersenyum manis kearahnya. Awalnya Queen masih ragu karena ia tak mau di khianati seperti apa yang pernah Justin lakukan padanya dulu. "Tapi gue takut jatuh cinta, Nicho. Gue takut patah hati sama seperti dulu." "Ssttt ... Lo nggak boleh ngomong kaya gitu. Jangan samain gue sama mantan Lo, karena gue beda dari dia. Gue akan selalu ada di dekat Lo, dan gue akan selalu setia sama Lo Sampai kapan pun." Ucapnya lembut. "Tapi Nicho ...." Belum sempat, Queen menyelesaikan ucapannya, namum Nicho sudah mengecup bibirnya dengan lumatan kecil dibibir indah milik Queen. Hingga satu menit berlalu, ia pun melepaskan ciuman tersebut dan memandangi wajah cantik Queen. Wanita itu pun tersenyum dan mereka saling bertatapan. "I love you." "I love you more, Uriana Queen Calixta." Balas Nicho dengan nada lembut. Mereka tersenyum dan saling berpelukan. ***** Beberapa jam kemudian, Nicho telah memakai pakaian miliknya, karena semalam Queen telah menjemurnya dan sudah kering. Nicho berjalan menuju Queen yang masih berselimut dengan posisi tubuh yang tiduran seraya memainkan ponselnya. "Gue pulang dulu ya. Janji nanti gue kesini lagi." Ujar Nicho. Queen meletakkan ponselnya di kasur, lalu duduk. "Beneran nanti kesini lagi?" Nicho mengangguk kecil. "Iya, gue benerin mobil dulu. Nanti kalau udah beres gue pasti kesini kok." Queen terdiam, sebenernya ia kesal bila harus di tinggalkan oleh Nicho, hingga ia pun memasang wajah cemberut lengkap dengan bibir manyun persis anak kecil yang sedang merajuk. Jelas itu membuat Nicho pun merasa gemas dan tertawa kecil. Ia mengusap lembut kepalanya dan mengambil ponselnya, lalu mengetikan nomornya di ponsel tersebut. "Gue nggak akan lama kok. Nih, gue juga udah masukin nomor gue di hp lo." Ucapnya seraya memberikan ponsel itu pada Queen. Wanita cantik itu langsung menerima ponselnya tapi masih dengan wajah cemberut. Nicho duduk di kasur itu seraya mengusap lembut punggung tangannya. "Kenapa sih cemberut terus, hmmm?" Tanya Nicho yang hanya di balas Queen dengan menggeleng. "Masih sakit ya?" Queen mengangguk kecil. "Masih nyeri sedikit." Jawabnya dengan pipi memerah. Nicho tersenyum tipis. "Yaudah, gue pergi dulu ya. Tenang, nanti gue kesini lagi kok. Lo nggak usah sedih." Nicho mengecup keningnya sekilas, lalu segera bangkit. Ia pun berjalan keluar dari kamar itu dan sempat memberikan senyuman manis sebelum menutup pintu kamar tersebut. Queen pun membalas senyumnya dengan manis. Lalu Nicho pun menutup pintu itu dan bergegas keluar dari rumah Queen. Di kamar. Senyuman Queen tiba-tiba memudar, pikirannya masih tertuju akan kejadian semalam. Jujur, ia masih ragu namun juga Bingung bagaimana cara menyikapi hal ini. "Apa pilihan gue ini Bener? Apa yang diucapkan Nicho itu bener, kalau dia memang mau tanggung jawab bila nanti gue beneran hamil?" Gumamnya. Queen menghela napasnya, ia meraih handuk yang berada di dekatnya lalu menyikapkan selimut itu dan memakai handuk tersebut. Ia segera bangkit dari posisinya. Wanita itu pun berjalan menuju kearah toilet yang jadi satu di dalam kamar itu. Namun, saat ia mulai melangkahkan kakinya, ia merasakan sakit di bagian intimnya. Seperti ada sesuatu yang mengganjal disana. 'Duh ... Kok sakit banget ya. Apa semua cewe bakalan ngerasain sakit begini kalau habis ngelakuin.' batinnya. Perlahan, ia berusaha untuk tetap berjalan menuju ke kamar mandi tersebut. Walaupun merasakan nyeri di area bawahnya. ***** Nicho baru saja sampai rumah, dengan santainya ia berjalan dan menghiraukan Mamahnya yang duduk di sofa ruang depan. Hingga sang Mamah yang melihat Nicho mulai menaiki tangga pun langsung memanggilnya. "Nicho." Sontak, Lelaki tampan itu langsung menghentikan langkahnya dan melihat kearah sang Mamah dengan tatapan malas. "Kamu itu baru pulang, dan semalaman nggak kasih kabar ke Mamah dan Papah. Kamu itu dari selamam dimana aja?" Tanya sang Mamah yang mulai emosi pada sang anak. "Yang penting, Mamah udah lihat Nicho baik-baik saja kan. Jadi Mamah nggak perlu kawatirin Nicho." Sahutnya lalu ia melanjutkan langkahnya menuju kearah kamarnya. "Nicho. Nicho! Mamah belum slesai bicara." Teriak sang Mamah. Damian, Papah kandung Nicho baru saja sampai di rumah. Ia langsung menghampiri sang istri yang berada di ruang depan. "Nicho sudah di rumah Mah? Itu mobilnya sudah ada di depan." "Iya, Pah. Dia baru saja sampai di rumah dan masuk ke kamarnya." "Lalu Mamah Sudah tanya dia habis darimana?" "Seperti biasa, Nicho nggak pernah mau jawab dia habis darimana." Jawab sang istri. Damian menghela napasnya. "Memang benar-benar anak itu." Geramnya. Dengan perasaan yang emosi terhadap sang anak, Ia pun langsung berjalan menaiki tangga menuju kearah kamar Nicho. Elma, yang melihat suaminya marah pun langsung mengikutinya ia tak mau, kalau terjadi keributan lagi antara mereka. Karena ia tahu suami serta anaknya ini sama-sama keras kepala. "Pah ... Nanti dulu, Pah. Papah tanyakan padanya nanti saja. Jangan buru-buru seperti ini. Kalau sekarang, nantinya akan memancing amarah Nicho, Pah." Ujar Elma yang membujuk suaminya. Damian tidak mendengarkan perkataan sang istri, ia sudah terlanjur kecewa dan marah akan prilaku sang anak. "Pah ... Tunggu dulu, Pah." Cegah Elma yang berhasil menarik tangan sang suami.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD