3. Bukan Menantu Pilihan

1704 Words
Levania terkejut ketika ia membuka matanya, ia mendapati dirinya yang tertidur dalam pelukan Ageng. Wanita itu lantas langsung melepaskan dirinya, mundur beberapa jarak dari Ageng. Wajahnya memerah, meskipun Ageng bukan suami yang ia inginkan, tetapi ini kali pertama Levania tidur bersama seorang pria selain ayahnya. Meskipun Ageng merupakan sahabatnya, tetapi mereka tidak pernah melakukan hal sejauh ini. Sejenak Levania terdiam, wanita itu jadi mengingat kejadian kemarin di mana Rajendra tidak datang ke pernikahan mereka sehingga Ageng yang menggantikannya posisi pria itu karena keluarganya yang tak mau menanggung rasa malu dengan batalnya pernikahannya di hari itu. Tiba-tiba saja, Levania kembali sedih, ia masih tidak percaya kalau hubungannya dan Rajendra berakhir sehingga kini ia malah menjadi istri dari sahabatnya sendiri. Ageng terbangun dari tidurnya saat mendengar sebuah isak tangis di sebelahnya, pria itu langsung terduduk ketika ia melihat kalau ternyata Levania yang menangis. Ageng masih belum berani untuk mengajak Levania bicara sehingga ia membiarkan dulu wanita itu menumpahkan kesedihannya sehingga nanti ia akan mencoba bicara padanya. Beberapa saat kemudian akhirnya Levania menghentikan tangisnya, lagipula ia sudah lelah menangis sehingga pagi ini tidak terlalu lama ia berlarut dalam tangisnya. "Nia, kamu baik-baik saja? Apa yang kamu rasakan saat ini?" tanya Ageng membuat Levania kini menatapnya. "Aku baik-baik saja, hanya saja aku kesal mengapa kamu memelukku, Ageng?" tanya Levania menatap Ageng tajam. Ageng yang mendapati pertanyaan seperti itu menggaruk belakang kepalanya, bingung mencari alasan. Tidak mungkin 'kan ia bicara jujur kalau ia sengaja mengambil kesempatan karena memeluk Levania duluan sehingga ia bisa membalas pelukan itu? Bisa-bisa Levania akan semakin marah padanya. "Eum, anu, kamu yang memelukku duluan semalam. Aku merasa kalau tubuhmu menggigil, makanya aku balas memelukmu," ucap Ageng yang merasa kalau yang ia ucapkan kini adalah alasan yang tepat. "Benar begitu?" tanya Levania dengan mata menyipit hingga kemudian matanya melihat ke arah AC yang ternyata suhunya sangat rendah. Pantas saja ia sampai kedinginan sehingga tidak sadar memeluk Ageng. "Iya, kamu tidak mempercayaiku? Aku sahabatmu, Nia, mana mungkin aku berbohong," ucap Ageng. "Barangkali kamu memang mencari kesempatan dalam kesempitan, kamu sempat bilang loh sama aku kalau pengen ngerasain meluk perempuan di saat tidur. Kamu 'kan nggak pernah punya pacar, mungkin sekarang kamu lagi ambil kesempatan itu. Mentang-mentang aku lagi tidur ya, seenaknya aja kamu begitu!" Levania berdiri, ia berkacak pinggang di depan Ageng yang kini hanya diam. "Nggak gitu, Nia, kamu jangan asal menuduh," ucap Ageng tak terima dituduh walaupun kenyataannya ia memang sedang mendekati kesempatan itu. "Awas aja kalau kamu memang cari kesempatan, aku nggak akan maafin kamu!" tukas Nia kemudian melengos meninggalkan Ageng menuju kamar mandi. Ageng melihat pintu kamar mandi yang tertutup itu dengan ringisan di wajahnya, untung saja Levania tidak mendesaknya sehingga Ageng tidak perlu takut kalau ia ketahuan. Beberapa saat kemudian, Ageng melihat Levania membuka sedikit pintu kamar mandi yang. Ia melihat ke arah Ageng yang sedang sibuk dengan ponselnya, Levania ragu ingin memanggil Ageng atau tidak. Namun, jika ia tidak memanggil Ageng, tidak mungkin 'kan ia keluar dalam keadaan begini meskipun Ageng kini adalah suaminya. "Geng!" teriak Levania membuat Ageng langsung menoleh ke arahnya. "Ada apa, Nia?" "Tolong ambilin handuk dong, aku lupa bawa handuk tadi," ucap Levania. "Ambil sendiri, kamu 'kan punya tangan dan kaki yang lengkap. Lagian ambil handuk kenapa harus minta bantuan aku coba?" Levania berdecak kesal dengan alasan Ageng. "Ayolah, Geng, tolong ambilin. Mana mungkin aku keluar nggak pakai apa-apa buat ngambil handuk," desak Levania "Nggak apa-apa, Nia, aku juga suami kamu 'kan? Ngapain harus malu." Levania melotot mendengar perkataan Ageng. "Ageng, ambilin handuk atau botol shampo ini melayang di kepala kamu!" ancam Levania menunjukkan botol shampo di tangannya. Ageng meneguk ludahnya susah payah, ancaman Levania cukup mengerikan karena Levania itu tidak pernah main-main dengan ancamannya. Ngeri juga kalau botol shampo itu melayang di kepalanya. "Iya, sebentar. Mau ambilin handuk aja atau sekalian baju juga?" tanya Ageng sambil berdiri. "Handuk aja, kamu mana tahu aku mau pakai baju yang mana hari ini," ucap Levania. Ageng berdecak kesal, merasa diremehkan Levania tentang wanita itu. Padahal, jelas-jelas Ageng sudah tahu selera Levania karena mereka sudah lama bersahabat. "Iya, ini aku ambilin." Ageng berjalan menuju lemari Levania, mengambilkan handuk untuk wanita itu. "Ini," ujar Ageng menyodorkan handuk itu pada tangan Levania yang menjulur keluar. "Makasih!" ucap Levania kemudian menutup pintu kamar mandi rapat-rapat. Beberapa saat kemudian, dengan santainya Levania keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk putih yang membungkus tubuh putih mulusnya. Ageng bahkan sampai melotot melihatnya. "Seharusnya tadi sekalian aku membawakan baju untukmu," ucap Ageng membuat Levania menoleh ke arahnya. "Memangnya kenapa?" tanya Levania melirik sekilas ke arah Ageng kemudian kembali fokus mencari pakaian untuknya. "Astaga, Nia, hal itu aja masa kamu nggak tahu? Kamu cuma pakai handuk doang loh sekarang ini," ucap Ageng. "Iya tahu, terus kenapa kalau aku cuma pakai handuk doang?" tanya Levania santai. Ageng berdecak kesal, Levania tidak tahu saja kalau saat ini Ageng berusaha menahan dirinya untuk tidak menerkamnya. Bagaimana bisa Levania terlihat begitu santai begitu? Apa Levania tidak tahu kalau saat ini ia terlihat menggoda dengan hanya menggunakan handuk? Demi apapun Ageng mana bisa menahan dirinya ketika melihat wanita cantik berpenampilan seperti itu, apalagi orang itu adalah orang yang ia sukai. Ia pria normal yang tentunya memiliki nafsu, tidaknya Levania itu tahu? "Cepat ambil bajumu dan kembali ke kamar mandi, Nia," ucap Ageng membuat Levania yang sudah selesai memilih baju pun kini menghadap ke arah Ageng. "Kenapa sih, Geng?" tanya Levania pada Ageng yang memilih memalingkan wajahnya dari pemandangan yang menggodanya itu tidak membuatnya khilaf. "Jangan bilang kamu terangsang karena lihat aku kayak gini? Mana mungkin lah! Kamu suka sama aku aja nggak, biasanya cowok tuh begitu kalau lihat orang yang dia suka. Kamu 'kan pernah bilang kalau kamu nggak suka aku, aku tuh bukan tipe kamu banget. Aku selalu bikin kamu ilfeel, ya udah lah ya. Ngapain coba aku peduli sama hal itu?" Levania kemudian kembali memasuki kamar mandi untuk memakai pakaiannya. Ageng menghela napasnya, "Andai kamu tahu kalau aku cinta banget sama kamu, Nia. Kata-kataku itu hanya kamuflase supaya kamu nggak menganggap perasanku sebuah lelucon bagimu," gumam Ageng. Saat Levania sudah selesai, kini giliran Ageng yang mandi. Saat Ageng berada di kamar mandi, Levania kebingungan karena Ageng sama sekali tidak membawa baju ganti. Hingga Levania teringat kalau di dalam lemarinya ada baju kaus Ageng dan celana pria itu yang sempat ia pinjam saat ia kehujanan dan singgah ke apartemen pria itu. Ageng keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk yang melilit sebatas pinggangnya, pria itu mengernyit ketika melihat baju dan juga celananya ada di atas tempat tidur Levania. Ageng teringat kalau baju ini yang sempat Levania pinjam ketika wanita itu kehujanan dan singgah ke apartemennya, ia yang merasa kasihan kalau Levania pulang dalam keadaan basah pun meminjamkannya pakaian miliknya. Tak menyangka kalau Levania masih menyimpannya. "Pakai itu, Geng, terus kita turun. Mama dan Papa sudah menunggu kita di bawah," ucap Levania. Ageng hanya mengangguk, pria itu memakai pakaiannya di hadapan Levania membuat Levania memalingkan wajahnya. "Bisa nggak sih pakai bajunya di kamar mandi?" tanya Levania sambil berdecak. "Memangnya kenapa? Aku suami kamu 'kan? Nggak masalah kalau aku pakai baju di sini. Kenapa? Kamu tertarik sama badan aku?" tanya Ageng menaik-turunkan alisnya, ingin menggoda Levania. "Sengaja ya kamu kayaknya mau balas aku!" decak Levania masih memunggungi Ageng. Ageng hanya terkekeh pelan, pria itu menghampiri Levania ketika ia sudah selesai memakai pakaiannya. Ia tiba-tiba menyentuh bahu Levania hingga membuat wanita itu terperanjat karena terkejut. "Ageng! Ngagetin tahu nggak sih!?" Levania bahkan menepis tangan Ageng karena kesal. "Ayo kita ke bawah," ajak Ageng. "Iya, tapi nggak usah rangkul-rangkul!" tukas Levania kesal. Levania berjalan terlebih dulu, Ageng segera menyusul Levania sambil tersenyum kecil. Ageng merasa sedikit tenang karena kini Levania sudah kembali pada sikapnya seperti biasa, tidak seperti kemarin yang diam saja dan menangis. Ya, walaupun tadi pagi Levania pun sempat menangis, tetapi ini lebih mending daripada waktu itu. "Selamat pagi, Ma, Pa!" sapa Levania membuat Teddy dan Sella menatap putrinya. "Pagi, Sayang, sini duduk," ucap Sella. Levania mengangguk kemudian mengambil tempat di depan ibunya. "Pagi, Pak, Bu," sapa Ageng. "Pagi, ayo duduk, Geng," balas Sella. Ageng mengangguk, ia duduk di samping Levania. Ageng menatap ke arah Teddy yang bahkan tidak menatapnya, pria itu sibuk dengan sarapannya. "Nia, kamu baik-baik saja?" tanya Teddy tiba-tiba membuat semua orang menoleh padanya. "Baik, Pa," jawab Levania. "Syukurlah, kami lega mendengarnya, Sayang. Mama pikir kamu akan terpuruk, ternyata tidak. Mungkin ini karena Ageng ada di samping kamu, Mama merasa senang dengan kehadirannya di samping kamu," ucap Sella membuat Levania terdiam sejenak. Sejujurnya Levania tidak seceria itu, ia hanya berusaha ceria di depan kedua orangtuanya agar mereka tidak khawatir padanya. Jika ditanya apakah ia masih sedih, maka ia akan menjawab dengan lantangnya kalau ia sangat sedih. Ia masih mengharapkan Rajendra, pria yang meninggalkannya sehingga ia harus menikah dengan sahabatnya sendiri. "Semua itu bukan karena keberadaan, Ageng, mungkin saja saat ini kondisi hati Nia sudah lebih baik karena ia berhasil mengikhlaskan." Teddy yang tidak ingin kalau Ageng disanjung seakan memiliki andil besar dalam keadaan hati putrinya pun angkat suara, membuat istrinya langsung menegur dengan menyentuh tangannya, tetapi Teddy sama sekali tidak peduli. Ageng sendiri sadar itu, karena pada kenyataannya ia adalah menantu yang tidak diharapkan di keluarga ini. Ia hanya seorang pria dari kalangan biasa, bukan kalangan konglomerat seperti Levania, sehingga meskipun ia menikahi Levania, tidak akan mungkin bisa merubah pandangan Teddy padanya. Namun, Ageng sama sekali tidak menyerah, ia akan berusaha untuk membuat Levania bahagia. Meskipun Ageng tahu kalau ia hanya memiliki sedikit waktu untuk melakukan itu karena pernikahannya dengan Levania sudah diberi waktu, sesuai dengan perjanjiannya bersama Teddy. Entah mengapa saat ini Ageng menyesali perbuatannya yang menyetujui permintaan Teddy. Mungkinkah boleh jika ia berharap kalau ia dan Levania bisa selamanya dalam hubungan seperti ini? "Geng?" panggil Levania membuat Ageng menoleh. "Kamu melamun?" tanya Levania. Ageng hanya menggelengkan kepalanya. "Ayo, sarapan," ajak Levania. "Iya." "Makan yang banyak ya, Ageng, jangan sungkan-sungkan. Anggap ini rumah sendiri," ucap Sella membuat Ageng mengangguk sambil tersenyum. Ageng merasa bersyukur karena meskipun Teddy tidak menyukainya, ada Sella yang menyukainya. Ageng seakan memiliki pendukung untuknya membahagiakan Levania selamanya. Ageng berharap kalau Levania suatu hari nanti bisa balas mencintainya, ia memiliki kesempatan itu karena ia akan tinggal bersama dengannya. Walaupun Ageng ragu apakah Teddy akan mengizinkannya membawa Levania pergi bersamanya, mengingat Levania merupakan putri tunggal dan kedatangan Teddy.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD