Catatan tambahan : “Pemanah [1]”

992 Words
Diary Yuki, 8 Oktober 2012… Beberapa tahun berlalu sejak kejadian black hole. Masih banyak yang harus kupelajari. Kakak memerintahkanku untuk tetap bersama makhluk-makhluk ini (Nida dkk). Sekarang aku terjebak di dimensi lain dan menjadi murid SMA di sana. Praktek memanah dimulai, aku mulai dibenci oleh beberapa guru akibat insiden kemarin. Para murid memakai baju olahraga dan berada di lapangan memanah. Sedikit hawa negatif terasa agak  mengganggu, datangnya dari salah satu guru. “Ooohh… Jadi ini murid baru yang dibicarakan guru matematika,” ucap guru memanah dalam hati, menatap jijik Yuki seperti melihat sebuah kotoran, “Huh, dia pasti tak akan bisa mengalahkan kemampuan memanah murid kesayanganku.” ........... Praktek pun dimulai. Semua murid mencoba target satu per satu hingga beberapa jam. Aku mendapat giliran terakhir karena murid baru. Tapi sebelum giliranku—, “Sanelia, giliran Anda.” Guru panahan tersenyum jahat. Ia menyiapkan peralatan memanah milik seorang gadis dengan rambut pendek berwarna biru muda. Gadis itu memiliki alis tipis dengan ujung membentuk checklist terbalik—persis seperti alis Nida. Bentuk wajahnya juga terlihat seperti raja m***m itu. Aura mereka bahkan mirip satu sama lain. “Lihatlah murid baru, kemampuan murid kesayanganku. Hahahahaha,” ucap guru panahan dalam hati sambil tertawa setan. “Panggil aku Lia.” Gadis itu memandangku. Sorot matanya seakan sudah mengenalku sejak lama. Lengannya lalu mengambil busur dan panah. Di mataku, aura orang itu terlihat berbeda dengan orang-orang di sini. Begitu misterius, dingin dan kelam. “Target 30 meter.” Sesaat kemudian muncul target memanah lebih jauh dari siswa normal. Mata Sanelia berkonsentrasi bagai mata elang dan— JLEB! Panah dilepas dan tepat mengenai sasaran. “Target 80 meter,” lanjut guru panahan. Kini muncul lagi target yang lebih jauh. Sanelia memasang anak panah lain dan mulai konsentrasi. Kini aku merasa ada sedikit aura sihir muncul dari dirinya, tapi para siswa dan guru memanah sama sekali tak merasakan itu. Wuuush— JLEB! Panahnya kembali tepat mengenai sasaran. “Kali ini tak usah jauh-jauh. Target buah apel yang dilempar dan lingkaran di sana.” “Target bergerak ya, ini pasti menarik…” ucapku dalam hati. Gadis itu berkonsentrasi, kini aku melihat aura sihir yang lebih jelas lagi. Aura itu mengalir dari tangan dan mulai menyelimuti busur beserta anak panah yang dia pegang. Namun sayangnya cuma aku yang melihat itu. Apel dilempar sepuluh meter di depan target sesungguhnya. Aku lihat dengan jelas saat dia membuka mata, lingkaran sihir kecil berputar di pupil mata hijaunya. Setahuku hanya Annunaki dan keturunan keluarga Lionearth—Contohnya si playboy m***m raja Exiastgardsun—yang bisa melakukan itu. Sraat— JLEB! JLEB! Apel tertusuk dan terus melaju ke target. Tepat sasaran. Rushtio? Tidak. Ini bukan Rushtio maupun target lock, aura sihir ini berbeda dengan aura Annunaki. Aura barusan mirip sekali dengan Nida! Siapa sebenarnya dia? Rasa penasaranku semakin memuncak. “Well down Lia,” kata guru panahan sambil bertepuk tangan Sanelia cuek sambil berjalan ke arahku tanpa menghiraukan guru itu. “Hei murid baru, giliranmu.” Guru panahan berucap dengan suara yang menyebalkan. Sementara Sanelia berbisik sesuatu sambil menyerahkan busur panah padaku, “Hati-hati dengannya…” Guru panahan itu kembali memulai monolog dalam hati, “Hahahaha… aku sudah mengganti anak panah dengan anak panah dari kayu yang rapuh. Dengan perubahan angin sedikit saja, pasti meleset.” Aku hanya terdiam sambil berusaha menebak, ulah apa lagi yang akan ia lakukan? Ia lalu mengancam, “Heh kau, setelah insiden yang kau buat, hari ini akan kuberi nilai nol bila satu panah meleset.” “Hey, itu tak adil!!” Salah satu anggota fans Club-ku memprotes. “Walaupun Anda guru, Anda tak bisa sewenang-wenang,” sahut yang lain. Guru panahan cuma diam saja sambil menatapku dengan wajah penuh percaya diri, “Sebagai gantinya, jika kau berhasil mengenai titik tengah lingkaran di beberapa target yang sudah kusiapkan. Kau akan kuberi nilai sempurna.” “Baiklah…” Aku pun menerima tantangan itu. Walau sebenarnya sudah menjadi hal normal bagi seorang murid untuk mendapatkan nilai sempurna, andai dia mengenai semua titik di tengah lingkaran. “Yuki! berjuanglah. Kau pasti bisa!” sorak fans club yang lain. “Yuki!!! I LOVE YOU!!!!!” “Egh……..” ............ Akhirnya aku tiba di posisi untuk memanah. Aku menoleh ke belakang, di sana ada Sanelia dengan mata serius dan guru panahan dengan tanduk setan di kepalanya. Di sisi lain, para cewek berteriak menyemangatiku sambil membawa spanduk besar. Mereka terlihat seperti kumpulan massa yang sedang berunjuk rasa. “Target 500 meter!” ucap guru panahan, “Mati kau!” Aku mendesah pelan, “Apa tidak bisa lebih jauh?” dengan sedikit usaha, kualirkan energi Manna ke busur dan anak panah. Kusadari manusia di sini tidak bisa melihat aura. Panah pun melesat dan—JLEB! Terlalu mudah bagiku, tapi sepertinya itu cuma permulaan. “Target satu Kilometer!” Guru panahan itu berseru dengan wajah serius. Padahal aku tahu saat itu hatinya sedang tertawa terbahak-bahak seperti setan. “Sudah kuduga….” ucapku lirih. Sama seperti sebelumnya kualirkan energi Manna yang sedikit lebih besar. Dengan konsentrasi lebih, aku menatap target yang muncul di atas bukit kejauhan. JLEB! “Waw.” Ia sepertinya kaget melihat kemampuanku, pikirannya lalu mencari target baru. Para murid sepertinya tidak merasa aneh dengan kemampuan memanahku. Padahal seharusnya tak pernah ada satu manusia pun di planet ini yang bisa memanah sejauh ini. “Sekarang targetnya ada di bulan!! lihat layar itu!!” Tiba-tiba saja muncul televisi layar lebar berisi gambar bulan. Setelah zoom beberapa kali— di sana ada target memanah tergeletak menghadap bumi, target panahan itu ditinggalkan Neil Amstrong ketika misi Apollo dahulu kala. “Hahahahaha! kalo tidak bisa mengenai target, nilaimu aku jamin akan terisi dengan gambar telur. Ahahahahaha!” Semua orang tercengang. Tak mungkin seorang manusia bisa memanah bulan. “Guru malapraktek lainnya..” lirihku dalam hati. Tanpa banyak berpikir kuambil anak panah yang lain. Kali ini kugunakan lingkaran sihir kecil di pupil mataku. Aku merapal mantra dalam hati, “Magister de tempore et motu[1]...” Jemariku melonggar. Anak panah kulepaskan. Embusan angin berkecepatan tinggi meniup dedaunan dan melontar debu-debu ke udara. Ekor anak panahku terlihat mencipta jalur terbuat dari gelombang api. “A-a-a-apa!?” Guru panahan itu tak percaya. Ia terbelalak menatap layar besar. Anak panah tampak terus melaju ke arah target, seperti rudal berpendorong melaju mengirim astronaut. Anak panah itu menempel tepat pada sasaran. Tanah di bulan bahkan terlihat retak akibat tembakan. ----------------------------------------------------------- [1] Master of time and movement
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD