Catatan No. XXXI : “Sinclair”

1005 Words
Di bagian luar puncak Gunung Parang. Awalnya gunung ini dilanda hujan badai. Namun kemampuan supernatural dari Snow telah mengubah segalanya. Gunung yang terletak di daerah beriklim tropis telah ia manipulasi hingga kini berselimutkan salju. Di puncaknya, Yuki tengah berhadap-hadapan dengan Snow selayaknya duel antar koboi. Keduanya memiliki wajah mirip satu sama lain, saling melempar pandang, bersiaga dengan dua pistol di tangan. Tak hanya sorot mata dan ekspresi wajah, cara mereka bertarung pun seakan saling menyalin. Mereka sama-sama menggunakan dua pistol sebagai senjata. “Aequaliter Nubila Pluvia cava[1].” Snow merapal inkantasi singkat, menjadi tanda dimulainya pertempuran. Yuki sempat terkesiap, ia kenal betul dengan mantra tadi. Butiran salju di udara terhenti secara sempurna. Tiap kepingan halus itu berubah bentuk menjadi runcing es siap menusuk. Bagian tajamnya berganti haluan secara kompak, menjadikan Yuki sebagai tujuan seraya melayang terpisah dari tanah. Ribuan proyektil itu siap menghunjam kapan pun diperintah. Snow menggerakkan tangannya seakan menepis benda tak kasat mata. Ayunan itu memerintahkan ratusan es tadi untuk segera bergerak mencelakai. “Praesidio Shield[2].” Yuki merapal inkantasi kecil demi memunculkan seberkas dinding tak kasat mata di hadapan. Rentetan es tajam datang menggempur, selayaknya hujan horizontal tak terbendung. Tiap hantaman gagal mencelakai Yuki. Sedikit saja pria itu kehilangan konsentrasi, maka perisai itu akan pecah tak bersisa. Ribuan ujung es tajam menancap di tubuhnya pasti akan terasa amat menyakitkan. Terlalu berfokus pada pertahanan membuat Yuki gagal menyadari keberadaan Snow. Gadis itu tiba-tiba saja sudah berpindah tempat memosisikan diri tepat di belakang. Beberapa balok es melayang di sampingnya, siap dilontarkan. Suara tetes air menyadarkan Yuki akan keberadaan Snow di sudut matinya. Pria itu sontak berbalik seraya menyilangkan dua pistol demi mengantisipasi serangan. Akan tetapi, gerakan Yuki kurang gesit untuk mengimbangi ayunan es yang menubruk. Pria itu sontak jatuh terjerembap. Sejenak batin pria berwajah dingin itu bertanya-tanya. Snow bisa saja membunuhnya dengan menusukkan es tajam, alih-alih menghajarnya dengan balok es berujung tumpul. Yuki menggunakan punggung lengan untuk mengelap darah yang menetes dari bibir. Pria itu perlahan bangkit seraya menyarungkan dua pistol di pinggang belakang. Pun begitu, gadis di kejauhan juga tetap bergeming seperti dirinya. Rasanya seperti menatap cermin raksasa. Pria itu sempat menyangka bahwa ia sedang melawan bayangannya sendiri. Tak ada emosi yang terukir di wajah sepucat es itu. Dalam hening, mereka saling menebak rencana masing-masing. Yuki kemudian mengacungkan jari telunjuk sebatas mulut. Dengan mata tertutup ia merapal inkantasi sihir seraya bersiap melakukan serangan. Snow hanya diam menunggu, gadis itu terlihat meremehkan lawannya. Sebuah lingkaran sihir terlihat berpendar di bawah kaki Yuki. Dengan konsentrasi penuh ia merapal inkantasi sihir, “Quid est draco in nocte[3]..” Merasakan bahaya yang hendak mengancam, Snow mulai merapal inkantasi miliknya, “Missa in hieme nocte[4].” “Duratus!” Tanpa membuang waktu Yuki meneriakkan nama sihirnya. Seekor naga es menyeruak dari belakang tubuhnya. Melesat cepat menuju Snow. “Fragosus!” Di saat bersamaan, Snow bereaksi meneriakkan versi dirinya. Dari belakang gadis itu terlihat bayangan seekor burung phoenix berselimut kabut es. Bangun solid dari makhluk mistis itu tercipta dengan cara menyedot butiran salju yang turun dari angkasa. Dua orang itu memerintahkan makhluk hasil Summon untuk menerjang satu sama lain. Naga dan burung es berakselerasi hingga bertabrakan di udara. Letupan udara disertai percikkan es tercipta dengan suara memekakkan telinga. Batu tempat berpijak tercerai berai tepat di lokasi ledakan. Dua makhluk panggilan tadi pecah berkeping-keping. ........... Sementara itu di saat bersamaan— di dalam gua. Nida membabi buta menebas Magnus tanpa ampun. Pria itu begitu bernafsu untuk membunuh sang raja iblis. Tak perlu disebutkan adegan sadis seperti menusuk, memotong bagian lengan dan kaki, hingga memenggal vampir itu berulang kali. Namun semua itu tak sedikit pun membuahkan hasil. Magnus secara instan meregenerasi tiap bagian tubuhnya yang tergores tanpa kesulitan berarti. “Tebas saja sebanyak yang kau mau, nanti kau sendiri yang akan kehabisan tenaga,” tukas si raja iblis dengan nada sombong. Walau tak mau diakui. Namun benar apa yang dikatakannya barusan. Nida terlihat mulai kehabisan stamina. Ritme napasnya mulai tak teratur, “Heh.. bukan masalah,” ucapnya mencibir. Hati kecil Nida sebenarnya mulai meragukan celah kemenangan. Sampai detik ini ia belum memiliki ide untuk menghabisi vampir m***m itu. Magnus menjawab dengan senyum meremehkan, “Kau masih belum ingin menyerah?” Maka Nida membuat pertaruhan. Ia akan meluapkan segalanya dalam satu serangan penuh. “Pernah dengar serangan pedang terbang?” “Coba saja.” Magnus menantang dengan senyum meremehkan. Dua tangannya ia buka lebar seolah menyambut serangan. Ia tahu, serangan Nida tak akan berarti apa pun. Nida mengempas Gunblade sekuat tenaga. Dalam satu timing yang pas, ia tekan pelatuknya seraya menyalurkan sisa Manna untuk diubah menjadi sihir berelemen udara. Bilah tajam tak kasat mata melesat terbang dengan meninggalkan jejak berupa embusan angin kencang. Tubuh Magnus terbelah menjadi dua. Serangan Nida masih saja melaju lurus, hingga kemudian menghantam tembok di dekat singgasana. Beruntung Maria tak sedang berada di sana. Tyan sepertinya berhasil mengamankan gadis itu ketika Magnus menyibukkan diri meladeni Nida. Akan tetapi, kenapa si vampir m***m itu kini terlihat pucat pasi? “Tempat itu kan..” “Oh.. Jadi ini rahasia immortal-nya?” Tyan sudah berada di sana seraya menyarungkan salah satu lengannya pada saku celana. Sedari tadi Ia hanya menonton jalannya pertarungan. Arby baru bisa menyusul. Matanya menatap lekat sebuah artefak semi transparan berwarna biru di lengan Tyan, “[Kotak] sialan itu kenapa bisa ada di sini…?” Tyan mengangguk pelan, hawa menyeramkan terlihat mencuat dari pria itu. Air mukanya berubah angker, “Sekarang aku paham kenapa Lucy menyuruh kita ke sini.” Nida tak bisa memahami apa yang mereka bicarakan. Tapi satu yang ia tahu. Benda di lengan Tyan yang terlihat seperti kubus aerogel itu dikenal dengan nama Sinclair di Exiastgardsun sana. Sejatinya, Sinclair bisa berubah wujud menjadi apa pun tergantung kehendak sang pemilik. Meski saat ini bentuknya kotak semi transparan, namun Nida tak bisa melupakan aura jahat yang terpancar keluar. Begitu khas, seperti bau bangkai manusia. “Bisa-bisanya pecahan ultima weapon ini berakhir di bumi.” Raja Exiastgardsun itu kemudian menatap lekat Maria yang terbaring tak sadarkan diri. Pikirannya menerawang jauh, memanggil kembali kejadian tiga tahun lalu. -------------------------------------------------------------------------------- [1] Rain of hollow snow [2] Protection Shield [3] Frozen dragon of the night - - Freeze [4] Dance of the winter’s night  - - Crashes  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD