Catatan No. XL : “Paham”

1202 Words
Siswa-siswi hanya terdiam. Tiap orang seakan terbius dengan fenomena bystander effect. Tak ada satu pun dari mereka yang sanggup bereaksi terhadap keributan yang terjadi. Sementara itu di aula lantai tiga. Nida mulai terdesak mundur. Sadar bahwa dirinya tak bisa bertarung seimbang melawan orang-orang berpakaian gelap itu. Tidak tanpa senjata andalannya. Bibirnya berdecap kesal, teringat akan kebodohannya sendiri. Bunyi logam terjatuh terdengar nyaring memenuhi telinga. Secepat kilat Nida mengalihkan pandangan, menyadari Gunblade perak jatuh membentur lantai. Wajahnya menengadah, mencari tahu siapa yang sudah mengembalikan senjatanya. Bibirnya kemudian terlihat mengembang mencipta senyum lega. Yuki berucap datar seraya berjalan menaiki tangga, “Perlu bantuan..?” Di sampingnya ada Orchid dan Celine dengan langkah mantap. Tanpa satu pun komando, Celine mengambil inisiatif dengan merapal sebuah inkantasi, “Tui gratia Iovis gratia sit[1]...” Lengannya memutar-mutar tongkat sihir di udara, “Cura!” Gelombang cairan bercahaya memercik di udara. Melayang cepat menyergap tubuh Nida hingga membuatnya berpendar diselimuti cahaya. Tubuhnya yang penuh memar terlihat sembuh seketika. “Thanks..” Nida berdiri seraya membuka kelima jemari di tangan, mengarahkannya pada Gunblade di kejauhan. Secara ajaib benda itu terlihat menghilang, lalu termaterialisir di genggaman tangan kanannya. “Kalian tak perlu ikut campur,” ucap Nida meremehkan. Pria itu meregangkan tubuhnya seperti hendak melakukan senam aerobik. Sedetik kemudian, tubuhnya melesat cepat mengawali serangan. Bilah pedang diarahkan lurus menuju Tyan. Lengannya mendorong pedang sekuat tenaga dalam gerakan menusuk. Tyan mengangkat senjatanya, seakan menunjuk Nida menggunakan runcing pedang. Suara benturan logam terdengar keras memecah suasana. Nida dan Tyan  menusuk dalam ujung yang saling beradu. Bagian terkecil itu menjadi titik tumpu akan desakan energi kinetik dari momentum tubuh Nida. Celine terkesiap. Ia bersumpah sedetik tadi ia menyaksikan Nida seakan tertahan di udara. Tumbukan itu kemudian mencipta letupan udara memecah ke sekeliling. Semacam dinding energi menghancurkan kaca sekolah lewat embusan angin mengentak. “Mustahil..” Nida terbelalak tak percaya. Padahal seluruh tenaga sudah ia kerahkan untuk serangan barusan. Namun gerakannya mampu ditahan hanya dengan satu tangan saja. Tyan menatap balik. Tanpa jeda yang terbuang, lengannya mengibas untuk mengirim pemuda itu kembali. Cairan merah merembes dari seragam putih abu-abu  yang Nida kenakan. Serangan lawannya terlampau cepat untuk bisa diantisipasi. “Kusarankan dengan kemampuan kalian yang begitu jangan pernah berani menantangku.” Tyan berucap seraya membalikkan badan, berniat untuk berlalu. “Sombong,” geram Celine. Ia tak tahu apa yang terjadi, tapi sebulan lalu pria itu bahkan sekarat hanya karena terkena serpihan ledakan saja. Tubuh manusia normal terlampau ringkih ketika tidak didukung oleh sihir apa pun. Lantas, apa yang terjadi? Tyan tiba-tiba saja sanggup menggunakan semacam sihir hingga memiliki kekuatan manusia super. Tanpa mengabaikan Celine. Nida kembali melontarkan dirinya dengan Gunblade setelah melihat celah kesempatan. Namun Tyan mampu merasakan niat buruk yang ada. Pria itu memutar tubuhnya, untuk kemudian menyambut Nida lewat sapuan tendangan. Betis pria itu bersarang tepat di perut. Sang raja Exiastgardsun terlempar balik menubruk pagar pembatas. Gemeretak tulang patah terdengar nyaring sesaat setelah diempas keras. “Cura!” Celine kembali merapal sihir penyembuh. Ia dan Yuki menahan diri untuk ikut campur. Tapi setidaknya ia bisa menyembuhkan luka yang diderita Nida. “Sebaiknya jangan terlalu banyak menggunakan sihir penyembuh pada luka-luka kecil. Kalian bilang sendiri, Manna di planet ini sangat tipis, tidak baik untuk tubuh kalian.” Tyan memberi saran, masih dengan wajah merendahkan. Dan seperti yang sudah diperingatkan. Luka Nida memang sembuh, tapi pria itu paham tubuhnya kian terasa kaku. Sihir itu ampuh di Exiastgardsun, merupakan kartu as dalam tiap pertarungan serta menjadi faktor penentu dalam sebuah pertempuran. Tak ada efek samping apa pun di sana karena jumlah Manna yang terkandung di udara sangat melimpah ruah. Begitu berbeda dengan apa yang terjadi di sini. Sesungguhnya, sihir curaga hanyalah semacam tombol sakelar. Begitu diaktifkan, tubuh akan bertindak otomatis mencari Manna di alam sekitar, untuk kemudian diubah menjadi sel regenerasi demi mengobati luka. Dalam kasus Celine mengobati Maria di Merkayangan, kala itu Celine menumpahkan seluruh Manna di tubuhnya untuk mencipta sel regeneratif pada luka Maria. Sedangkan saat ini, Celine paham akan adanya potensi konflik berkepanjangan. Mungkin saja Tyan akan mengerahkan seluruh anak buahnya. Jadi ia sebisa mungkin mengirit pengeluaran Manna dengan hanya mengaktifkan mode penyembuh saja. Namun sayangnya, di planet ini tak ada Manna yang bisa disedot dari udara bebas. Sel yang terluka kemudian bereaksi dengan mengambil energi dalam tubuh sendiri. Pada akhirnya sihir itu malah membuat pasien kehilangan energi untuk bergerak. Efek sampingnya, otot tangan dan Kaki Nida kini terasa pegal seperti habis berlari maraton. “Apa yang kau rencanakan?” ucap Yuki. Tyan sepertinya mengetahui banyak sekali seluk beluk tentang Exiastgardsun, dunianya. “Rencanakan? Aku hanya berniat melindungi Maria,” jawab Tyan. “Jangan bercanda! Sikap kalian itu kelewat batas, kalian nggak akan bisa melindungi dia tanpa bisa mengerti perasaannya.” Nida berteriak seraya berusaha untuk bangkit. Tyan berbalik, melempar pandangan mata berisi permusuhan. “Apa yang membuatmu berpikir, aku tak cukup memahami Maria?” “Kalian dengan egoisnya memaksa dia buat melakukan t***k bengek perang. Semua itu beban buat dia, aku tahu Maria tidak menginginkannya.” “Aku tahu itu..” balas Tyan singkat. Seperti biasa ia tak mengonfrontasi langsung, tapi membelokkan ucapan lawan bicaranya untuk kemudian dihantamkan balik lewat argumen tambahan. “Aku paham beban pikiran Maria. Tapi Kau juga harus lebih paham akan penderitaan jutaan orang di negeri ini.” Tyan menurunkan senjatanya, menurunkan kewaspadaan. “Menurutmu, apa yang akan terjadi andai mereka tahu telah dikhianati oleh pemimpin— orang yang mereka percaya selama ini?” Disebut pengkhianat mungkin terlalu berlebihan. Pun begitu, Nida paham. Seorang prajurit yang hengkang dari pos terluar bahkan bisa disebut desertir dan pantas untuk dihukum mati. Apalagi ini, Maria sebagai panglima tertinggi. Adalah benar bahwasanya gadis itu memang memikul beban yang teramat berat. Nida tak bisa membalas. Ia tak punya jawaban untuk pertanyaan itu. “Keberadaan Maria dibutuhkan oleh negeri ini. Dia mungkin seorang presiden, tapi dia juga membutuhkan rakyat. Karena tanpa penduduk yang membayar pajak; tidak akan ada sekolah ini, tidak ada ilmuwan yang mau memperbaiki pesawat kalian, dan tidak akan ada pula festival bodoh ini. Apa yang membuatmu berpikir kalau kau memahami dia dengan baik.” Lidah Nida berubah kelu, perkataan Tyan masuk di akal. Namun ego sang Raja masih tak mau mengakui kekalahannya, “Aku kenal dia lebih dari siapa pun.” Pria itu berusaha menegaskan. Walau mengesampingkan fakta dan logika. Mengutamakan ego serta harga diri, “Aku lebih pantas untuk melindunginya daripada, mereka yang memanfaatkan dia dengan dalih ‘demi keamanan negara’ ” Tyan terdiam beberapa saat, memikirkan sesuatu lewat pandangannya yang melunak, “Baiklah..” Lengannya bergerak menyapu dinding tak terlihat, sekadar untuk men-dissmiss Gunblade. Benda itu menghilang tertelan angin. Tyan membalikkan badannya, menyembunyikan ekspresi apa pun yang kini terukir di sana, “Jika kau memang sayang padanya, setidaknya jangan tambah lagi beban di hatinya.” Nida mengangkat satu alisnya, “Maksudnya?” “Maaf, kupikir kalian bukan sepasang kekasih.” Tyan seperti biasa melontar sarkasme, “Beri dia dukungan yang dia butuhkan, tapi bukan begini caranya..” Celine mendadak kikuk seraya menatap Nida. Maria di sini sangat mirip dengan almarhum tunangan Nida di Exiastgardsun, sudah menjadi rahasia umum kalau mereka berdua menjalin hubungan khusus di belakang layar. “Saya tidak ingin membawa ini ke ranah pribadi, tapi perlakukan dia dengan baik.” Tyan mengucap kecil seraya berlalu. Pria itu enggan menunjukkan ekspresi di wajah. Pria itu meloncat keluar, melewati salah satu dinding yang jebol. “Ini kan lantai tiga,” ucap Celine keheranan. Binar senja memenuhi ufuk barat. Semua hanya terdiam larut dalam pikiran masing-masing. ---------------------------------------------------------- [1] Jupiter and the gift of health. – Mantra untuk menyembuhkan luka kecil.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD