Catatan No. XXVIII : “Shadow Magus”

1462 Words
Kembali pada Nida dan kawan-kawan... “Snow..” Yuki kembali menerjemahkan perkataan sang pocong. Semua orang menjawab bersamaan, “Apa?” “Snow.. Perempuan berambut cokelat panjang, ekspresinya datar nan dingin. Mata dia menatap tajam di balik bayangan, pasti dia yang menculik teman kalian.” Arby dengan segera menimpali, “Jadi jalang itu bernama Snow?” “Lalu siapa Snow ini?” tanya Celine. “Gadis setengah manusia setengah Vampir,” jelas Yuki. “Hasil peranakan dari penduduk lokal yang diculik. Oh, ya.. aku lupa bilang kalau makhluk yang kita bicarakan ini sebenarnya Vampir..” “Vampir...” Arby menggumam seraya bertopang dagu. Berbeda dengan Exiastgardsun, vampir dan monster sejenisnya adalah hal asing di planet ini. “Apa kau tahu sesuatu soal vampir itu?” selidik Nida. “Namanya Magnus, ia muncul pasca tubrukan benda bersinar yang jatuh dari langit. Magnus tinggal di puncak Gunung Parang, sebelah sana, di dalam gua besar itu.” Pocong itu menoleh ke puncak gunung. Semua orang memperhatikan arah tersebut. Di sana terdapat titik gelap di antara timbunan batu besar. Mendengar nama Magnus, seketika itu pula Nida berubah geram. “Tidak mungkin, pasti cuma kesamaan nama.” Pria itu berusaha menepis prasangka buruk di hati. Tiga tahun lalu, Nida berhasil menyelamatkan dunia dari tirani sang raja Iblis. Entitas sakti mandraguna dan tak terkalahkan itu memiliki nama mirip dengan sang vampir di puncak gunung berbatu. —Magnus Carlsen. Nida berharap dugaannya tidak benar. Karena jika mereka benar orang yang sama, segalanya akan menjadi runyam. “Oke, penjelasan selesai! Sekarang kita akan memulai misi penyelamatan Orchid.” Celine berusaha memecah suasana. Ia berdiri dari pohon tumbang tempatnya terduduk. Namun, sebelum mereka pergi. Adiw terbelalak kaget sedetik setelah siuman, “Maria!” Detik itu, Nida bersumpah ia sama sekali tak menyaksikan apa pun terjadi pada gadis di sampingnya. “Kau benar! Di mana Maria?!” Seketika itu ia menjadi kalap. “Mustahil, barusan kan dia ada di samping kamu?!” Celine berubah panik. “Masa gak ada seorang pun yang lihat?” Agak kesal Celine menyaksikan akan betapa tenangnya Arby dan Tyan menyikapi ini. Atasan mereka— Tanggung jawab terbesar dari pekerjaan mereka adalah melindungi Maria. Dan mereka gagal. “Kenapa kalian bisa setenang ini?! Sekarang aku sisa satu-satunya perempuan di sini. Dia pasti mengincarku.” Celine meracau takut. “Tenang, apa pun yang terjadi, aku akan melindungimu.” Adiw menggenggam jemari Celine, membuat gadis itu seketika merona malu. Tyan mengucap pelan, “Dalam situasi apa pun, kalut dikuasai panik bukanlah tindakan bijak.” “Dia benar,” tambah Yuki. “Sekarang, mari berfokus untuk mencari keberadaan Orchid dan Maria.” Sorot mata Yuki kemudian tertuju pada tablet di tangan Nida. “Tentu kalian memiliki alat untuk mendeteksi sinyal dari keberadaan Maria, kan?” Arby menjawab dengan sebuah anggukan. “Dia sudah jatuh ke tangan Magnus,” ucap Arby. Adiw menajamkan tatapannya kepada Nida, “Kalian semua berada di sini, di tempat seterbuka ini. Dan tak ada satu pun yang menyadari dia diculik?” Pria itu serasa melimpahkan kesalahan pada Nida dan Yuki. “Tak ada gunanya saling menuduh.” Tyan melangkahkan kaki terlebih dahulu. Arby membalikkan badan seraya mengikuti, “Sebaiknya kita bergegas.” “Maaf, tapi aku gak akan ikut. Aku harap kalian semua selamat,” ucap sang pocong. “Bodo amat,” jawab semua orang kompak. Mereka semua mulai menyusuri hutan gelap dengan kabut menyelimuti.   ..........   Beberapa jam kemudian.. Nida dan kawan-kawan menyusuri jalan setapak. Di hadapan mereka, terbentang sebuah tebing curam menuju puncak gunung. Di bagian atasnya terdapat awan hitam dengan kilatan petir menyambar tiada henti. Dentuman demi dentuman bergemuruh hingga menggetarkan dedaunan. Baru saja mereka melangkah menuju tanjakan, tiba-tiba muncul sesosok makhluk misterius terbang menghadang. Tubuhnya ditutupi jubah hitam compang-camping. Dua pasang kaki terlihat absen di bawah tubuhnya. Makhluk itu melayang bebas tak terkena tarikan gravitasi. Tubuhnya itu melayang mengelilingi semua orang seolah menyelidik. Sebuah arit raksasa terhunus di tangan. Tiada daging mau pun tengkorak di dalamnya, tapi kain itu jelas mencipta siluet manusia. “Shadow Magus.” Yuki menggumam pelan. Celine seketika bereaksi dengan mengeratkan giginya. Musuh di hadapan mereka adalah entitas tak asing di Exiastgardsun. Tiga tahun lalu, langit bahkan dibuat gelap oleh kemunculan ribuan familier hitam ini. Jelas sudah, Magnus di atas sana pasti orang yang sama dengan sosok yang mereka lawan di Exiastgardsun. “Si Raja Iblis,” ucap Celine lirih. Bulir keringat dingin mengumpul di keningnya. Nida sudah tak tahan lagi. Sedari tadi ia menggeram menahan emosi. Satu-satunya pihak yang bertanggung jawab terhadap hilangnya Fia ada di sini. Perasaannya campur aduk tak terkendali. Arby mulai jengah, tanpa banyak bicara kakinya bergerak cepat menghantarkan tendangan tinggi, melesat lentur khas seorang petarung Taekwondo. Tendangan tadi telak mengenai Shadow Magus di hadapan. Namun makhluk itu hanya merespons dengan berubah menjadi aura biasa. Tubuhnya menghilang begitu saja, tak bisa disentuh hanya dengan serangan normal. Makhluk itu sepertinya memanggil bala bantuan, terlihat dari kemunculan rekan-rekan lain yang melayang mencipta formasi mengepung. Jumlahnya ada sepuluh, dan terus bertambah. Celine mengeratkan giginya, ia sedang tidak ada dalam kondisi memungkinkan untuk bertarung. Begitu pun dengan Yuki. Dalam kondisi normal, ia bisa terus menerus menembakkan amunisi sihir dari kedua pistolnya. Namun di situasi ini, ia hanya bisa berharap pada sisa peluru yang terdapat pada magasin. Ledakan pistol konvensional terdengar dari arah Arby. Pria itu mengirim timah panas kepada musuh di kejauhan. Akan tetapi, peluru itu hanya melesat lurus menembus sang bayangan tanpa melukai. “Pinjam senjata kalian,” Yuki memerintah. Tyan, Arby, dan Adiw seketika menurut. Mereka paham, Yuki pasti memiliki semacam rencana. Pria dengan ekspresi sedingin es itu kemudian merapal sesuatu, sihir Enchantment berjenis udara ia terapkan pada tiap bulir peluru di pistol Glock 26 dan Revolver S&W model 500. “Sekarang kalian bisa menembak makhluk itu,” Yuki melempar tiap pistol pada masing-masing pemilik. Sebagai prajurit terlatih, akurasi ketiganya tidak bisa diremehkan. Tiap bayangan gelap yang  muncul dari balik batu, seketika luruh dihantam oleh peluru berpemikat sihir angin. Lega rasanya tatkala menyadari bahwa musuh kini bisa dilukai. Akan tetapi, amunisi mereka amatlah terbatas, dan bahkan kian menipis. Sementara itu jumlah musuh tak sedikit pun terlihat tanda-tanda hendak berhenti. Mereka seperti air bah yang kian bertambah banyak di tiap detiknya. Salah satu Shadow Magus berhasil menerobos garis perimeter. Cukup dekat hingga sanggup mengayunkan arit besarnya dan menorehkan luka di bahu Yuki. “Ukh…” Pria itu meringis kesakitan. Dalam situasi ini, strategi terbaik Celine adalah berfokus pada sihir pertahanan dan penyembuhan. Dengan sigap ia menyentuh pria berambut runcing itu dari belakang, untuk kemudian mengirim aura penyembuh. Nida sudah tak tahan. Ia muak dengan segala hal yang mengingatkannya akan kejadian tiga tahun lalu. “Aku habis!” seru Arby, mengumumkan ketiadaan amunisi untuk ditembakkan. “Aku juga,” sambung Adiw. Sementara itu Tyan memandangi revolver di tangan. Ia benar-benar merasa tak berdaya. “Kenapa jadi seperti ini? Hey Lucy?!” ia berusaha menghubungi suara gaib yang selama ini senantiasa membimbingnya. “Tenanglah, dan lihat apa yang terjadi.” Bisikan misterius itu menjawab, seakan menerawang semua orang dari jarak jauh. Ratusan Shadow Magus melayang menambah ketinggian. Mereka mencipta formasi memutar searah jarum jam. Seperti angin topan dengan Nida dan kawan-kawan sebagai pusat mata badai. “Mereka menyerang bersamaan!” Celine memekik panik. Para bayangan itu menukik selaras tanpa dikomando. Yuki dan Celine mengutuk diri mereka sendiri karena tidak berdaya kehabisan Manna. “Siapa yang mengizinkan kalian berbuat seenaknya?” Sorot mata Nida terlihat dingin menusuk. Ia muak. Semacam aura hitam terlihat bocor keluar dari balik pori-pori kulitnya. Jantung Celine berdesir panik. Seketika ia teringat akan insiden di Merkayangan, “Yuki! Itu Grievehart!” Yuki paham. Dua rekan Nida itu seketika berusaha menyongsong sang pimpinan. Mereka tak boleh membiarkan arwah sialan itu kembali mengambil alih tubuh Nida dan mencipta kekacauan yang tidak diperlukan. Akan tetapi, gerakan mereka terlihat lambat di mata Nida. Pria itu mengirim sebuah gelombang kejut ke segala arah. Semacam dinding tak kasat mata mengempas tiap bayangan di udara hingga lenyap tak bersisa, hilang menjadi butiran debu. Sekujur tubuh Nida mengeluarkan semacam aura tipis berwarna gelap. Seperti kabut es kering yang jatuh tertarik gravitasi. Tiada seorang pun yang sanggup berdiri di hadapannya. Tyan lemas hilang tenaga. Baru kali ini ia merasa begitu terintimidasi hanya oleh keberadaan seorang manusia. Yuki dan Celine hanya bisa pasrah. Dalam kemampuan penuh saja mereka tak sanggup menghadapi Griever, apalagi di kondisi lemah seperti ini? Mereka hanya memejamkan mata, menanti ke arah mana takdir akan bergulir. Kemudian, tanpa ada peringatan maupun tanda-tanda, sebuah gelombang lain mengempas kuat dari arah puncak gunung. Seperti gelombang radio balasan atas dentuman energi di saat sebelumnya. Bagi manusia normal seperti Tyan, Arby, dan Adiw, embusan energi tadi mungkin tak memberikan efek apa pun. Tapi bagi Yuki dan Celine, gelombang kejut itu terasa amat menyakitkan. Selayaknya gelombang EMP (Electromagnetic Pulse) yang hanya berpengaruh pada peralatan elektronik. Dentuman Manna tadi dirasa cukup kuat hingga membuat sirkuit sihir Yuki dan Celine serasa terbakar. Hal yang sama terjadi pada Nida. Pria itu dibuat bertekuk lutut. Aura gelap yang menyelimuti dirinya perlahan sirna, seraya pria itu berusaha keras untuk kembali menguasai diri. “Hey, ini kan,” Tyan saling melempar pandang Bersama Arby. Semburan energi itu terasa familier bagi keduanya. “[Kotak] sialan itu.” Arby membetulkan letak kacamatanya. Mereka bertiga bergegas melakukan pendakian, meninggalkan Celine, Nida, dan Yuki yang masih mengerang kesakitan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD